Share

05. Diadili

Keesokan harinya, Zero kembali sadarkan diri. Ia melihat keadaan sekitar ternyata tubuhnya berada di ruang perawatan. Zero pun mencoba mengingat kejadian terakhir yang ia alami.

'Oh iya, sepertinya kemarin aku pingsan karena kehabisan stamina. Hem..., tapi apakah aku berhasil memenangkan pertarungan kemarin?' gumam Zero.

"Oh, ternyata kau sudah bangun. Zero, aku membawakanmu sarapan." Suara Kioda membuat lamunan Zero buyar.

"Eh? Guru...?" Zero bangkit dan memberikan salam pada gurunya. Namun tubuhnya masih terasa lemas.

"Sudahlah, tubuhmu masih belum pulih seutuhnya. Sebaiknya kau berbaring saja terlebih dahulu. Pulihkan dulu semua tenagamu." Kioda membantu menopang tubuh Zero yang hampir terjatuh.

"Baik Guru, maafkan aku sudah merepotkanmu. Sekali lagi, aku sangat berterima kasih padamu," ucap Zero.

"Hey, ini sudah tugasku sebagai seorang Guru untuk membantu muridnya," ujar Kioda.

Pagi ini, setelah selesai serapan Zero bersikeras mengatakan kepada gurunya agar diijinkan keluar dari ruang perawatan. Tapi tentu saja di tolak oleh Gurunya. Dan setelah gurunya pamit pergi karena ada urusan lain, Zero menyelesaikan sarapannya kemudian ia memutuskan untuk kabur dari ruang perawatan itu.

'Maafkan aku, Guru. Bukan maksudku tidak mematuhimu, aku benar-benar bosan berdiam diri saja di sini,' gumam Zero.

Ketika Zero berjalan, di sepanjang perjalanan ia menjadi pusat perhatian. Semua orang yang melihatnya terlihat seperti takut. Itu semua karena Zero dirumorkan melakukan pelatihan terlarang. Padahal, itu semua tidak benar. Zero juga dikatakan telah melakukan kecurangan saat bertanding kemarin, sebab ia menggunakan dua pedang. Padahal, hal itu tidak melanggar peraturan bertanding sedikitpun. Para murid muda di Perguruan Aslah juga tidak banyak yang tahu kalau dulu perguruan mereka terkenal akan Jurus Dua Pedang yang hebat.

Setelah tiba di rumahnya, Zero kembali mengambil kitab miliknya. Hari ini, ia berniat untuk melakukan latihan ke tahap selanjutnya. Zero berniat akan mulai mempelajari isi pada lembaran kedua kitabnya. Dan tanpa pikir panjang, Zero membawa kitabnya dan langsung pergi ke pinggir hutan.

'Baiklah, sepertinya tenagaku sudah cukup untuk melakukan latihan jurus yang kedua,' gumam Zero.

Tak lama kemudian Zero pun tiba di pinggir hutan. Zero bergegas membuka kitab dan kembali membacanya. Setelah dirasa cukup hafal, Zero mencoba mempraktikannya.

Dua pedang kayu kembali Zero ayunkan.

Dan ternyata, dari kejauhan ada Vivi yang kembali memperhatikan Zero yang tengah berlatih.

'Sebenarnya apa yang dibacanya itu? Apakah itu Kitab Berpedang?' gumam Vivi.

Vivi juga memperhatikan Zero yang bolak-balik membaca kitab sebelum melakukan gerakan.

Hari ini nampaknya Vivi tidak berniat untuk menantang Zero. Vivi hanya ingin melihat bagaimana cara Zero berlatih.

Beberapa jam kemudian, tubuh Zero pun terduduk di tanah. Tubuhnya terasa sangat lelah.

'Jurus Kedua ini lebih rumit dibandingkan yang pertama. Huft..., sepertinya aku harus berusaha lebih keras lagi untuk yang selanjutnya.' Zero pun bersandar di sebatang pohon rindang dan tanpa sadar tertidur sambil memeluk kitab miliknya.

Karena merasa penasaran, Vivi akhirnya diam-diam mendekati Zero. Ia penasaran dengan apa yang Zero peluk.

'Benar, ternyata ini adalah sebuah Kitab Berpedang. Tapi..., apa nama kitab itu?' gumam Vivi.

Vivi ingin mengambil kitab yang Zero peluk ketika tidur. Namun Vivi terkejut dan langsung pergi ketika Zero bergerak. Ternyata Zero terbangun.

'Hampir saja!' gumam Vivi dibalik semak-semak.

***

Dua hari kemudian, Zero kembali mendapat giliran untuk berbelanja kebutuhan dapur ke pasar. Dan lagi-lagi, Zero kembali dihadang oleh Beiji dan kawanannya.

"Nah Bocah, kita bertemu lagi. Cepat serahkan koin perakmu!" Beiji dan kawanannya mengepung Zero. Nampaknya mereka tidak jera.

"Eh? Kalian lagi? Apakah kalian tidak takut jika nanti ada Vivi datang dan menghajar kalian lagi?" tanya Zero.

"Itu bukan urusanmu! Cepatlah, serahkan koin perakmu, atau kau akan kami hajar!" Ancaman kembali Beiji katakan pada Zero.

"Coba saja, aku tidak akan pernah memberikan koin perak ini pada kalian. Ini adalah koin perak perguruan kami. Aku diberikan amanah untuk membeli sayuran ke pasar." Zero benar-benar bertanggung jawab dengan pekerjaannya.

"Sialan kau! Kalau begitu baiklah, ayo, kalian hajar sialan ini!" teriak Beiji.

Pedang tajam dikeluarkan dari sarungnya dan ada beberapa orang yang langsung maju untuk menyerang Zero

Dan yang membuat kedua alis Beiji berkedut adalah ketika melihat Zero yang langsung membuat beberapa anak buahnya langsung terkapar.

"Mereka semua memang lemah! Cih!" ucap Beiji. Beiji akhirnya maju.

Hanya dalam beberapa puluh detik saja, akhirnya Zero berhasil memukul pergelangan tangan Beiji dan membuat pedang pendek yang Beiji genggam terpelanting.

Zero tidak mau membuang kesempatannya. Zero langsung menggunakan kakinya menendang perut Beiji kemudian menyabetkan dua pedang kayunya ke dada Beiji. Alhasil, tubuh Beiji pun langsung terpental.

"Apa sekarang kau mau menyerah?" tanya Zero.

Zero menginjak dada Beiji yang sedang kesakitan.

"Uhuk, uhuk...! Si-sialan kau!" Namun nampaknya Beiji merasa tidak terima kalau ia dikalahkan oleh Zero.

Karena melihat Beiji yang mencoba untuk menyerangnya lagi, Zero pun menginjakkan kakinya ke dada dan juga perut Beiji dengan sangat kuat beberapa kali.

"Uhuk..., huek!" Perut Beiji terasa mual, dan dadanya pun terasa sesak.

Zero tadinya berniat ingin melakukan Jurus keduanya melawan Beiji. Tapi sayang, belum juga Zero menggunakannya, Beiji sudah terlanjur ia kalahkan dengan menggunakan jurus pertamanya.

"Hem..., mengganggu pekerjaan orang saja." Setelah itu Zero lanjut pergi ke pasar dengan santainya.

Dari kejauhan, Vivi lagi-lagi memperhatikan Zero secara diam-diam.

'Ternyata dia memang benar-benar Anak dari Koziki Odin. Iya, aku yakin itu,' gumam Vivi.

Ketika pada malam harinya, Zero mendapatkan panggilan dari pelatihnya. Ia disuruh datang ke ruangan pelatih. Katanya, ada yang harus mereka bicarakan dan itu sangat penting.

'Ada apa ya?' gumam Zero.

Dan ketika Zero tiba di ruangan itu, ternyata sudah ada bnyak orang yang menunggunya. Orang-orang itu adalah para petinggi di perguruan Aslah. Dan di sana juga sudah ada Yuji, Erji, dan Saniji.

Beberapa saat kemudian, ada juga Kioda yang hadir. Melihat itu, Zero langsung bergegas mendekati Kioda dan bertanya apa yang sedang terjadi di sini.

"Guru, ada apa ini?" tanya Zero.

"Hem..., aku memiliki firasat buruk tentang dirimu," jawab gurunya. Jawaban Kioda sukses membuat Zero semakin merasa penasaran.

Setelah dua puluh menit sidang ini dimulai, Zero baru tahu kalau dirinya dipanggil dalam persidangan ini untuk diadili. Zero diadili dengan tuduhan melakukan latihan terlarang. Itulah yang dikatakan oleh Pak Hakim.

"Guru, apakah sidang ini dilakukan karena ulahku kemarin?" tanya Zero pada gurunya. Namun Kioda hanya diam. Kioda bingung harus menjawab apa.

Pada sidang yang diadakan malam ini, nampaknya Zero benar-benar disudutkan.

'Apa yang harus aku lakukan? Apakah aku melakukan kesalahan besar?'

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status