“Suhu!” Lin Lin dan Long Wan memegang tangan gurunya. “Tidak apa-apa, dahulu aku menyimpan rahasia peta harta karun itu karena tidak ingin terjatuh ke tangan yang salah, akan tetapi ..” Sejenak Pendeta To menghentikan ucapannya, tentu saja sikapnya mengundang rasa penasaran bangi yang mendengarnya.
“Mungkin sudah kehendak Thian, maka rahasia peta harta karun itu harus terbongkar” “Tidak usah berbelit-belit, cepat katakan saja!” Mo Ong semakin tidak sabar, ia menodongkan ujung pedang beracunnya ke arah pendeta To.
“Anak-anaku, jaga diri kalian baik-baik!” ucap Pendeta To “Sekarang pinto akan segera menyusul teman-teman kalian!” Mendengar ucapan gurunya, Long Wan terperanjat dan ia hendak meraih tangan gurunya. Akan tetapi terlambat, pendeta sudah melompat ke arah Mo Ong yang sedang menodongkan pedang beracun. Akibatnya, Pendeta To yang bijaksana itu tewas sekita.
“Suhu!” Lin Lin berteriak, batin gadis itu tergoncang dan akibatnya Lin Lin jatuh tersungkur dan pingsan. Sedangkan Long Wan hanya melongo, sedikitpun ia tidak menyangka bahwa gurunya akan nekad bunuh diri.
“Pendeta gila!” bentak Mo Ong sambil menendang jasad Pendeta To. “Sincai-sincai!” Dewa Pedang mengatupkan kedua telapak tangan di depan dadanya. “Rupanya dia masih saja keras kepala. Daripada memberitahukan peta harta karun, malah lebih memilih bunuh diri” Dewa Pedang sangat menyesalkan keputusan Pendeta To yang membawa mati rahasia peta harta karun kerajaan Hua.
“Dasar biadab!” Long Wan berdiri, kedua matanya merah dan basah oleh air mata. “Kalian semua harus bertanggung jawab!” teriak Long Wan. Di depan Kuil, teman-temannya sudah meregang nyawa akibat dihujani panah api, dan sekarang gurunyapun tewas dengan cara yang sangat mengenaskan.
“Kalau tidak dipaksa, tentu guruku tidak akan nekad bunuh diri!” saking marahnya, Long Wan melupakan rasa sakit akibat terkena pukulan beracun Li Mei. “Sincai, anakku kami tidak ..” Dewa Pedang hendak menenangkan Long Wan, akan tetapi pemuda itu segera membentaknya “Dasar munafik!” Long Wan menunjuk muka Dewa Pedang yang dulu sangat ia hormati. “Jaga ucapanmu Long Wan!” Tianba mengepalkan tinjunya, tentu saja pemuda gagah itu marah karena gurunya dibentak oleh Long Wan.
“Bocah, kamu pasti tahu di mana pendeta busuk itu menyembunyian peta harta karun!” Mo Ong menatap tajam kepada Long Wan. Ucapan datuk hitam malahan semakin menyulut amarah dalam dada Long Wan. Tanpa basa-basi lagi, Long Wan segera menerjang Mo Ong dengan sekuat tenaga. Karena amarah dan dendam yang menggebu-gebu, tenaga Long Wan terasa berlipat ganda.
Akan tetapi semangat saja tidak cukup, sebab kesaktian Mo Ong jauh lebih unggul dibandingkan Long Wan. Akibatnya, Long Wan hanya menjadi bulan-bulanan Mo Ong. “Dug!” Long Wan jatuh tersungkur, akan tetapi pemuda itu bangkit lagi dengan amarah kian menjadi-jadi.
“Cepat bawa tunanganmu pergi!” bisik Dewa Pedang kepaad muridnya. Ia tahu, bahwa Lin Lin pun nantinya akan menjadi bahan amukan Mo Ong karena rahasia peta harta karun tidak terungkap. Tianba menganggukan kepala, ia memanfaatkan kesempatan saat perhatian orang-orang sedang tertuju kepada Long Wan yang menjadi bahan mainan Mo Ong.
“Suhu sudah lah, tidak ada gunanya mempermainkan dia!” Li Mei mendekati gurunya. “Wut, plak!” Sebuah tamparan keras mengenai pelipis Long Wan dan mengakibatkan pemuda itu jatuh tersungkur. “Kalian semua harus bertanggung jawab!” rintih Long Wan, suaranya parau namun terdengar menyeramkan, apalagi saat itu wajahnya penuh luka lebam dan rambutnya awut-awutan.
Melihat keadaan Long Wan, Mo Ong pun agak sedikit ngeri. “Kalau tidak dibunuh, suatu hari nanti dia akan membuat masalah!” kata Mo Ong. Li Mei menarik napas panjang, ia tahu kalau sudah berbicara maka gurunya tidak akan pernah bisa dibantah lagi.
“Sret!” Mo Ong mencabut pedang beracun yang tadi menewaskan Pendeta To. “Tampaknya sangat berlebihan kalau membunuh bocah ingusan seperti dia dengan pusaka milikmu!” kata Dewa Pedang, ia tidak berani melerai Mo Ong yang sedang marah. Akan tetapi di sisi lain, ia pun merasa iba kepada Long Wan sebagai satu-satunya penerus Pendeta To.
“Benar suhu, kalau sekedar membuatnya mampus maka pukulanku sudah cukup!” kata Li Mei. Tanpa menunggu jawaban gurunya, Li Mei memukul dada Long Wan dengan pukulan beracun yang sudah dilatih selama bertahun-tahun. “Buk!” tubuh Long Wan terpental dan jatuh ke dalam jurang bukit halimun.
“Cih!” Mo Ong mendengus kesal, tidak lama kemudian datuk hitam itu melompat dan pergi dari tempat itu. Satu persatu pasukan pemerintah yang tadi mengawal Mo Ong membubarkan diri. Hanya komplotan bandit yang masih tinggal, mereka tidak mau pergi sebelum membawa hasil.
Dengan kompak mereka melompat masuk ke dalam kuil untuk mencari barang berharga, akan tetapi mereka harus kecewa karena tidak menemukan apa yang mereka harapkan. “Sia-sia dari jauh pergi ke tempat ini!” ucap salah seorang di antara mereka.
Dewa Pedang menarik napas panjang sambil menatap jasad Pendeta To. Hati kecilnya tidak bisa dibohongi bahwa ia sangat menyesal karena telah menghianati sahabatnya.
“Kau?”Long Wan berusaha bangkit, namun pandangan matanya masih samar-samar akibat efek racun dalam tubuhnya. Wanita bercadar yang sejak semalam tadir tidur memeluknya terlihat terkejut, buru-buru melompat bangkit sambil membetulkan kain yang menutupi wajah bagian bawahnya. Tanpa mengucapkan sepatah katapun, gadis itu mendorong batu besar yang menutupi goa.“Byar!”Cahaya matahari pagi menerangi dalam goa dan membuat Long Wan memicingkan matanya yang terasa silau.“Nona, siapa kamu sebenarnya dan apa yang telah kita lakukan di tempat ini?”Long Wan berteriak, namun seruannya diacuhkan oleh gadis tadi.“Tunggu!”Long Wan merangkak bangkit, dengan sempoyongan ia berusaha mengejar wanita bercadar hijau itu namun sesampainya di luar suasana di tempat itu sangat sepi dan tidak ada tanda-tanda keberadaan orang lain.“Ah apa aku bermimpi?”Long Wan memukul-mukul kepalanya yang terasa sangat pening, namun ketika meraba dadanya yang terasa sakit dan perih ia terperanjat karena mendapati dadanya
Daya tahan Long Wan memang luar biasa, walaupun dia terombang ambing di lautan lepas dan terkena tusukan pedang beracun para penghuni pulau hantu ia masih hidup, akan tetapi kondisinya sangat memprihatinkan.Tubuh Long Wan panas dingin terserang demam, berkali-kali ia merintih dan pingsan lagi akibat terlalu banyak mengeluarkan darah. Kalau tidak segera ditolong kemungkinan ia akan tewas. Saat itu suasana di Pulau Hantu mulai gelap karena matahari sudah terbenam di ufuk barat.“Li Mei, Lin Lin”Berkali-kali ia mengigau dan memanggil-manggil orang-orang terdekatnya.“Wur!”Gelombang ombak kembali mengamuk dan membasahi tubuhnya yang sedang terdampar di pesisir pulau. Tentu saja hal itu semakin menyiksa tubuhnya. Di saat yang kritis antara hidup dan mati, ada perahu kecil yang berlabuh di dekatnya. Tidak lama kemudian sesosok bayangan hitam segera menghampirinya.Bayangan hitam tadi rupanya seorang wanita, tubuhnya terlihat sangat ramping dan wajahnya ditutupi kain berwarna hijau. Untuk
“Byur!”Perahu yang ditumpangi Long Wan bergoyang dan hampir terbalik karena dihantam gulungan ombak yang sangat besar. Pemuda itu mengerahkan tenaganya untuk mengimbangi laju perahu yang sedang diombang-ambing air laut.“Gawat, kalau seperti ini terus aku bisa tenggelam!”Walaupun ia seorang pendekar hebat, namun ketika melihat gelombang air laut yang sangat dahsat bulu kuduknya merinding juga.Sudah setengah hari lamanya ia berlayar, dan daratan dibelakangnya tidak tampak lagi. Kini Long Wan terombang-ambing di tengah lautan lepas. Yang ada hanya kehampaan dan ketakutan yang sangat mencekam.Seumur hidup baru kali ini ia berlayar seorang diri cukup jauh ke tengah-tengah lautan. Sejak kecil Long Wan hidup di wilayah Selatan dan tidak mengenal laut, kemudian setelah Dewasa mengembara di dataran Gurun Gobi yang tandus dan gersang.Lautan menyimpan banyak misteri, dan entah mengapa semakin lama ia berlayar perasaannya diliputi oleh rasa takut yang sangat mencekam apalagi saat itu ia han
“Lepaskan!”Lelaki itu terus mengerahkan tenaganya, akan tetapi semakin ia bergerak, cengkraman tangan Long Wan semakin keras dan mengakibatkan pergelangan tangannya terasa sakit seperti dijepit besi baja panas.“Hei, apa yang kamu lakukan terhadap anak buahku, hah?”Si tengkulak menghampir Long Wan, namun ia mengurungkan niatnya saat melihat kedua mata pemuda itu mencorong tajam seperti seekor harimau.“Anak muda, tolong jangan membuat masalah, nanti urusannya semakin berabe”Nelayan tadi menepuk bahu Long Wan, ia tidak ingin pemuda yang telah menolongnya itu membuat keributan di pasar. Akan tetapi terlambat, sebab anak buah si tengkulak mengetahui keributan itu dan langsung berdatangan lalu mengerubuti Long Wan sambil mengacungkan golok besar yang biasa dipakai untuk memotong ikan.“Tangkap si pembuat onar ini!”“Sring!”Golok di tangan anak buah tengkulak terlihat berkilauan tersorot sinar matahari. Melihat itu, sontak saja semua orang yang sedang berjualan lari berhamburan meningg
“Ada apa dengan pulau-pulau di sana, paman?”“Di sana ada sesuatu yang sangat mengerikan”“Ada binatang buas?” Pancing Long Wan.“Bukan, seumur hidup menjadi nelayan sudah banyak menemukan binatang laut yang sangat ganas. Namun lagi-lagi tidak sebanding dengan sesuatu yang tersembunyi di pulau itu?”“Ada hantu?”“Kamu tahu?”Nelayan tadi melirik ke arah Long Wan, ia baru menyadari bahwa pemuda itu tidak kesulitan membawa bakul berisi ikan yang baru ia tangkap. Padahal barang tersebut sangat berat, dia saja yang sudah terbiasa bekerja keras sangat kesulitan namun pemuda di sampingnya walaupun badannya tidak kekar tapi sanggup memikulnya, bahkan tidak berkeringat sama sekali.Akhirnya si nelayan tadi sadar, bahwa Long Wan bukanlah pemuda sembarangan. Tentunya ia orang sakti yang sedang menyelidiki tempat ini. Ia teringat berbagai pengalamannya yang sering bertemu dengan orang-orang aneh dan sakti.Banyak jagoan ataupun pendekar yang sangat lihai, namun fisiknya terlihat biasa-biasa saja
“Paman, bolehkah saya menyewa perahu ini?”Nelayan yang sejak tadi sibuk mengeluarkan ikan dari jala sejenak menghentikan pekerjaannya, lalu menoleh ke arah Long Wan.“Tuan muda hendak ke mana?”“Saya ingin berpelesir ke sekitar lautan, kata orang-orang laut di sini sangat indah”“Berpelesir?”“Betul sekali, paman”“Lautan di sini ombaknya sangat ganas, saja tidak berani berlayar terlalu jauh, lagian di sini tidak ada pantai yang bisa dikunjungi, kecuali,”“Kecuali apa, paman?”“Sudahlah, saya tidak bisa menyewakan perahu ini”Nelayan tadi melanjutkan pekerjaannya, namun Long Wan dapat menangkap raut muka nelayan itu yang terlihat sedikit pucat, tampaknya ia sangat ketakutan.“Apakah di sekitar pantai ini ada pantai?”“Aku tidak tahu, lebih baik kamu pulang saja sebab semua orang di tempat ini tidak akan ada yang mau menyewakan perahunya kepadamu”“Kenapa begitu?” Long Wan sangat kecewa mendengar perkataan nelayan tadi.“Pulang saja, saya sedang sibuk!”“Saya sanggup membayar berapapu