Semua orang yang mengepung kuil rajawali sudah pergi sejak malam tadi. Sedikitpun mereka tidak memperdulikan kepada sembilan jasad yang tergeletak di atas tanah dalam kondisi yang sangat mengerikan. Semuanya menyangka bahwa seluruh penghuni Kuil Rajawali sudah menyangka.
Satu orang pun tidak menyangka bahwa Long Wan selamat karena tubuhnya menggantung di tepi jurang karena bajunya tersangkut akar pohon. Walaupun selamat, akan tetapi kondisi Long Wan sangat mengenaskan. Tubuhnya penuh luka, apalagi saat itu sebuah makhluk mengerikan sedang menatap tajam ke arah dirinya.
“Suhu!” Long Wan mulai siuman, akan tetapi tubuhnya terasa sakit. “Sshh!” makhluk mengerikan itu mendesis dan mendekati tubuh Long Wan. Pemuda malang itu membuka kedua matanya, ia terperanjat mendapati dirinya tergantung di tebing jurang. Saat menengok ke samping, seekor ular kobra putih sedang menjulurkan lidahnya.
“Ya Tuhan!” Long Wan berusaha menjauh, akan tetapi apadaya tubuhnya tersangkut akar. “Mungkin sudah waktunya aku mati” guman Long Wan. “Suhu, teman-teman. Tidak lama lagi aku akan segera menyusul kalian!” Long Wan memberanikan diri membuka matanya, dan kobra putih tadi semakin mendekat.
Karena tubuh Long Wan terus bergerak, dengan buas Kobra tadi segera meluncur dan mematuk bahu pemuda malang itu. “Argh!” Long Wan berteriak kesakitan, tubuhnya seperti bergetar seperti tersengat petir. “Sakit, argh!” Long Wan berteriak kesakitan, mungkin merasa terancam Kobra Putih tadi kembali mematuk Long Wan.
“Dasar bodoh, sakit tahu!” Teriak Long Wan. Karena tidak tahan oleh rasa nyeri, Long Wan menangkap kepala ular yang hendak mematuk tubuhnya. Seperti kesetanan, Long Wan segera mengigit kepala ular hingga hancur berantakan. Tidak sampai di situ, Long Wan bahkan memakan ular kobra putih tadi dan menelannya mentah-mentah.
“Aduh panas!” teriak Long Wan “Tidak ya Tuhan, dingin!” pemuda itu terus menggelinjang, seluruh tubuhnya tidak karuan, kadang terasa dingin sedetik kemudian tersiksa oleh hawa panas. Karena tidak tahan, ahirnya Long Wan pingsan.
Menjelang tengah hari, Long wan mulai siuman. Ia memicingkan kedua matanya karena silau oleh cahaya matahari. “Ah!” Pemuda itu menguap kemudian mengusap-usap wajahnya. “Eh!” Long Wan memeriksa seluruh tubuhnya, rasa sakit yang tadi pagi menyiksa dirinya entah mengapa hilang begitu saja, bahkan luka lebam akibat dipukuli oleh Mo Ong sudah lenyap.
“Apa karena memakan ular kobra tadi?” batin Long Wan. “Ah tidak peduli, yang penting aku sembuh dan harus segera naik ke atas!” Long Wan memandang tepian jurang, jaraknya sekitar empat meter. “Tidak terlalu tinggi!”.
Perlu waktu yang cukup lama bagi Long Wan agar terbebas dari lilitan pohon, setelah itu ia harus bersusah payah naik ke atas jurang. Semua itu dilakukan secara hati-hati, sedikit saja lengkah maka tubuhnya akan meluncur ke dasar jurang.
***
“Ya Tuhan!” batin Long Wan bergemuruh saat menyaksikan jasad guru dan teman-temannya. Amarah serta dendam menyesakkan dadanya. “Suatu hari nanti, kalian semua harus bertanggung jawab atas tragedi ini!” Long Wan mengepalkan tinjunya.
Sambil terisak dan berurai air mata, Long Wan menggali tanah yang cukup besar untuk jasad teman-temannya, semuanya dikubur dalam satu lubang. Sedangkan, pendeta To dikuburkan secara terpisah. “Selamat jalan Suhu dan teman-teman!” Long Wan memejamkan matanya, bayangan Pendeta To beserta adik seperguruannya berkelebat dalam benaknya.
Menjelang sore hari, Long Wan sudah menyelesaikan pekerjaannya. Kini pemuda itu duduk lesu di depan pusara gurunya. Long Wan merasa nelangsa sekaligus bingung, kemana ia harus pergi dan bagaimana caranya agar ia dapat membalaskan dendam guru serta adik seperguruannya yang dibantai oleh komplotan Mo Ong.
Long Wan sadar, ilmu silatnya masih sangat mentah. Tidak mungkin dapat menandingi Mo Ong, sekedar adu tanding dengan Tianba saja di kalah. Long Wan terperanjat, ia baru menyadari bahwa Lin Lin tidak ada di tempat itu.
“Sumoi” bati Long Wan terasa bergemuruh. Di satu sisi ia mengkhawatirkan keadaan Lin Lin, namun di sisi lain ia sangat bersyukur hal ini menandakan bahwa gadis itu selamat. “Mungkin ia diselamatkan Dewa Pedang dan muridnya” ucap Long Wan, ia berusaha menenangkan kegelisahan hatinya.
Hari mulai gelap, Long Wan segera masuk ke dalam kuil. Kedua mata pemuda itu kembali basah karena teringat akan guru dan teman-temannya. Setelah menyalakan obor, Long Wan duduk bersimpuh di depan batu yang biasa diduduki oleh gurunya.
Karena sangat berduka, Long Wan menangis tersedu-sedu sambil membenturkan kepalanya ke atas tanah. Ketika ia sedang menunduk, matanya menangkap celah kecil di bawah batu besar tadi. karena penasaran, Long Wan segera mengusap air mata kemudian berusaha menggeser batu besar yang beratnya lebih dari empat kuintal.
Setelah bersusah payah, akhirnya batu besar tadi bergeser. Long Wan melongo, sebab di bawah batu yang dibiasa diduduki oleh gurunya ada sebuah lubang. Dengan perasaan tidak karuan, Long Wan segera mengambil obor dan memeriksa lubang rahasia tadi.
Lubang rahasia itu dalamnya hanya tiga meter saja, dan yang membuat Long Wan terperanjat ternyata ada sebuah peti besi diletakan di tempat itu. Tanpa berfikir panjang, Long Wan segera turun dan mengambil peti besi tersebut dan segera membukanya.
Kedua mata Long Wan kembali terbelalak, ternyata peti rahasia itu berisikan dua buah kitab yang terbuat dari kulit binatang. Di samping kitab tadi ada tulisan kecil, Long Wan segera membacanya “Jurus Menghalau Badai untuk murid laki-laki, dan Ilmu Silat Tarian Bidadari untuk murid perempuan. Jadilah pendekar tangguh dan budiman yang senantiasa membela kaum lemah” Setelah membaca surat tadi, kedua mata Long Wan bercucuran air mata. Ternyata sudah jauh-jauh hari mendiang gurunya menyiapkan warisan yang sangat berharga untuk murid-murid Kuil Rajawali!.
“Terimakasih suhu, saya berjanji akan menjadi pendekar budiman yang senantiasa membela kaum lemah sesuai dengan wasiat suhu!” Long Wan membentur-benturkan keningnya ke atas tanah tiga kali sebagai penghormatan untuk gurunya!”
Long Wan bertekad akan tetap tinggal di atas bukit halimun untuk mempelajari ilmu silat warisan gurunya. Long Wan bukan murid yang serakah, ia hanya berani mempelajari kitab Jurus Menghalau Badai, sedangkan kitab yang satunya lagi disimpan rapat-rapat karena suatu hari nanti kitab tersebut harus diberikan kepada Lin Lin.
Untuk menghilangkan jejak, dan menghindari perhatian orang banyak. Long Wan terpaksa membakar Kuil Rajawali.
“Kau?”Long Wan berusaha bangkit, namun pandangan matanya masih samar-samar akibat efek racun dalam tubuhnya. Wanita bercadar yang sejak semalam tadir tidur memeluknya terlihat terkejut, buru-buru melompat bangkit sambil membetulkan kain yang menutupi wajah bagian bawahnya. Tanpa mengucapkan sepatah katapun, gadis itu mendorong batu besar yang menutupi goa.“Byar!”Cahaya matahari pagi menerangi dalam goa dan membuat Long Wan memicingkan matanya yang terasa silau.“Nona, siapa kamu sebenarnya dan apa yang telah kita lakukan di tempat ini?”Long Wan berteriak, namun seruannya diacuhkan oleh gadis tadi.“Tunggu!”Long Wan merangkak bangkit, dengan sempoyongan ia berusaha mengejar wanita bercadar hijau itu namun sesampainya di luar suasana di tempat itu sangat sepi dan tidak ada tanda-tanda keberadaan orang lain.“Ah apa aku bermimpi?”Long Wan memukul-mukul kepalanya yang terasa sangat pening, namun ketika meraba dadanya yang terasa sakit dan perih ia terperanjat karena mendapati dadanya
Daya tahan Long Wan memang luar biasa, walaupun dia terombang ambing di lautan lepas dan terkena tusukan pedang beracun para penghuni pulau hantu ia masih hidup, akan tetapi kondisinya sangat memprihatinkan.Tubuh Long Wan panas dingin terserang demam, berkali-kali ia merintih dan pingsan lagi akibat terlalu banyak mengeluarkan darah. Kalau tidak segera ditolong kemungkinan ia akan tewas. Saat itu suasana di Pulau Hantu mulai gelap karena matahari sudah terbenam di ufuk barat.“Li Mei, Lin Lin”Berkali-kali ia mengigau dan memanggil-manggil orang-orang terdekatnya.“Wur!”Gelombang ombak kembali mengamuk dan membasahi tubuhnya yang sedang terdampar di pesisir pulau. Tentu saja hal itu semakin menyiksa tubuhnya. Di saat yang kritis antara hidup dan mati, ada perahu kecil yang berlabuh di dekatnya. Tidak lama kemudian sesosok bayangan hitam segera menghampirinya.Bayangan hitam tadi rupanya seorang wanita, tubuhnya terlihat sangat ramping dan wajahnya ditutupi kain berwarna hijau. Untuk
“Byur!”Perahu yang ditumpangi Long Wan bergoyang dan hampir terbalik karena dihantam gulungan ombak yang sangat besar. Pemuda itu mengerahkan tenaganya untuk mengimbangi laju perahu yang sedang diombang-ambing air laut.“Gawat, kalau seperti ini terus aku bisa tenggelam!”Walaupun ia seorang pendekar hebat, namun ketika melihat gelombang air laut yang sangat dahsat bulu kuduknya merinding juga.Sudah setengah hari lamanya ia berlayar, dan daratan dibelakangnya tidak tampak lagi. Kini Long Wan terombang-ambing di tengah lautan lepas. Yang ada hanya kehampaan dan ketakutan yang sangat mencekam.Seumur hidup baru kali ini ia berlayar seorang diri cukup jauh ke tengah-tengah lautan. Sejak kecil Long Wan hidup di wilayah Selatan dan tidak mengenal laut, kemudian setelah Dewasa mengembara di dataran Gurun Gobi yang tandus dan gersang.Lautan menyimpan banyak misteri, dan entah mengapa semakin lama ia berlayar perasaannya diliputi oleh rasa takut yang sangat mencekam apalagi saat itu ia han
“Lepaskan!”Lelaki itu terus mengerahkan tenaganya, akan tetapi semakin ia bergerak, cengkraman tangan Long Wan semakin keras dan mengakibatkan pergelangan tangannya terasa sakit seperti dijepit besi baja panas.“Hei, apa yang kamu lakukan terhadap anak buahku, hah?”Si tengkulak menghampir Long Wan, namun ia mengurungkan niatnya saat melihat kedua mata pemuda itu mencorong tajam seperti seekor harimau.“Anak muda, tolong jangan membuat masalah, nanti urusannya semakin berabe”Nelayan tadi menepuk bahu Long Wan, ia tidak ingin pemuda yang telah menolongnya itu membuat keributan di pasar. Akan tetapi terlambat, sebab anak buah si tengkulak mengetahui keributan itu dan langsung berdatangan lalu mengerubuti Long Wan sambil mengacungkan golok besar yang biasa dipakai untuk memotong ikan.“Tangkap si pembuat onar ini!”“Sring!”Golok di tangan anak buah tengkulak terlihat berkilauan tersorot sinar matahari. Melihat itu, sontak saja semua orang yang sedang berjualan lari berhamburan meningg
“Ada apa dengan pulau-pulau di sana, paman?”“Di sana ada sesuatu yang sangat mengerikan”“Ada binatang buas?” Pancing Long Wan.“Bukan, seumur hidup menjadi nelayan sudah banyak menemukan binatang laut yang sangat ganas. Namun lagi-lagi tidak sebanding dengan sesuatu yang tersembunyi di pulau itu?”“Ada hantu?”“Kamu tahu?”Nelayan tadi melirik ke arah Long Wan, ia baru menyadari bahwa pemuda itu tidak kesulitan membawa bakul berisi ikan yang baru ia tangkap. Padahal barang tersebut sangat berat, dia saja yang sudah terbiasa bekerja keras sangat kesulitan namun pemuda di sampingnya walaupun badannya tidak kekar tapi sanggup memikulnya, bahkan tidak berkeringat sama sekali.Akhirnya si nelayan tadi sadar, bahwa Long Wan bukanlah pemuda sembarangan. Tentunya ia orang sakti yang sedang menyelidiki tempat ini. Ia teringat berbagai pengalamannya yang sering bertemu dengan orang-orang aneh dan sakti.Banyak jagoan ataupun pendekar yang sangat lihai, namun fisiknya terlihat biasa-biasa saja
“Paman, bolehkah saya menyewa perahu ini?”Nelayan yang sejak tadi sibuk mengeluarkan ikan dari jala sejenak menghentikan pekerjaannya, lalu menoleh ke arah Long Wan.“Tuan muda hendak ke mana?”“Saya ingin berpelesir ke sekitar lautan, kata orang-orang laut di sini sangat indah”“Berpelesir?”“Betul sekali, paman”“Lautan di sini ombaknya sangat ganas, saja tidak berani berlayar terlalu jauh, lagian di sini tidak ada pantai yang bisa dikunjungi, kecuali,”“Kecuali apa, paman?”“Sudahlah, saya tidak bisa menyewakan perahu ini”Nelayan tadi melanjutkan pekerjaannya, namun Long Wan dapat menangkap raut muka nelayan itu yang terlihat sedikit pucat, tampaknya ia sangat ketakutan.“Apakah di sekitar pantai ini ada pantai?”“Aku tidak tahu, lebih baik kamu pulang saja sebab semua orang di tempat ini tidak akan ada yang mau menyewakan perahunya kepadamu”“Kenapa begitu?” Long Wan sangat kecewa mendengar perkataan nelayan tadi.“Pulang saja, saya sedang sibuk!”“Saya sanggup membayar berapapu