Home / Fantasi / Pendekar Tangan Dewa / Menemui Sahabat Lama

Share

Menemui Sahabat Lama

last update Huling Na-update: 2024-12-16 11:14:59

Baik Li Bing dan A San, keduanya sama-sama terkejut. Sedikit pun mereka tidak menyangka bahwa ketiga orang itu akan tewas secara mendadak.

Keduanya saling pandang untuk beberapa saat. Setelah itu Li Bing menggusur ketiga mayat tersebut ke tempat yang lebih terang. Selanjutnya dia langsung memeriksa dengan seksama.

"Mereka tewas karena di serang oleh senjata rahasia yang datang secara bersamaan," ucapnya setelah beberapa saat melakukan pemeriksaan.

A San penasaran. Dia pun segera berjongkok dan memeriksanya sendiri. Rupanya di antara leher mereka ada sebuah titik hitam. Bekas luka itu sangat kecil. Jika tidak diperiksa secara teliti, mustahil luka tersebut akan terlihat.

"Apakah pelakunya lebih dari satu orang?" tanya A San yang kini tampak bingung.

"Tidak," jawab Li Bing sambil menggelengkan kepala. "Pelakunya hanya satu, cuma kemampuan dia dalam melemparkan senjata rahasia sudah diatas rata-rata,"

Li Bing sangat yakin akan dugaannya tersebut. Apalagi dia sudah menyaksikannya dengan jelas.

"Tapi siapakah orang itu, Tuan Muda?"

"Untuk saat ini aku belum bisa menjawabnya. Apalagi yang menggunakan senjata rahasia berupa jarum, jumlahnya sangat banyak,"

Dalam dunia persilatan, pendekar yang pandai menggunakan jarum sebagai senjata rahasia memang sangat banyak. Bahkan setiap pendekar hampir bisa melakukannya.

Tetapi, tidak setiap pendekar itu mampu menguasai ilmu melemparkan senjata rahasia sampai ke titik tertinggi.

Apalagi seperti yang dialami saat ini.

"Dalam dunia persilatan dewasa ini, yang mampu melempar senjata rahasia dengan sempurna, jumlahnya mungkin tidak lebih dari sepuluh orang,"

"Tapi seingatku, Keluarga Li tidak pernah mempunyai masalah dengan orang-orang tersebut," kata A San.

"Setelah mendiang Ayahku mengundurkan diri dari dunia persilatan, Keluarga Li pun tidak pernah mencari gara-gara. Tapi toh tetap saja ada orang yang ingin membunuhnya,"

Pada saat berkata demikian, terlihat ekspresi wajah Li Bing sedikit berubah. Seolah-olah pada setiap patah kata itu mengandung rasa sakit yang tidak bisa digambarkan.

"Hati manusia, memangnya siapa yang tahu?" lanjutnya dengan suara yang terdengar sangat jauh.

Ungkapan itu sangat sesuai dengan kenyataan. Dalam kehidupan ini, memangnya siapa yang bisa mengetahui isi hati manusia secara sempurna?

Walaupun gunung tinggi, meskipun samudera dalam, tapi keduanya masih bisa diukur. Masih bisa diketahui. Sedangkan isi hati manusia?

Jangankan bisa tahu, bahkan untuk merabanya pun belum tentu setiap orang sanggup melakukannya.

"Lalu apa yang harus kita lakukan sekarang, Tuan Muda?" tanya A San yang kini sudah ikut bangkit berdiri.

"Tentu saja kita harus membereskan semua persoalan ini. Kita harus tahu siapa dalang pembunuhan belasan tahun lalu. Kita pun harus tahu siapa yang telah menyerangku tadi,"

"Tapi, ke mana kita harus mencari informasinya, Tuan Muda?"

"Ke orang yang tahu,"

Jawaban Li Bing tidak salah. Malah itu adalah jawaban yang paling benar. Tetapi, siapa orangnya?

A San tidak berbicara lagi. Dia langsung diam dan merenung untuk beberapa saat.

"Bagaimana kalau kita temui si Tua Jie saja, Tuan Muda?"

Si Tua Jie adalah salah satu orang yang dulu ikut bekerja di Keluarga Li. Bahkan dia sudah bekerja lebih dulu daripada A San sendiri. Selama belasan tahun, si Tua Jie bekerja di sana sebagai tukang bersih-bersih kebun.

Meskipun usianya cukup jauh jika dibandingkan dengan A San, tetapi hubungan keduanya bisa dibilang lumayan akrab. Maka dari itulah, A San ingin bertanya kepada orang tua itu.

"Apakah Paman Jie masih ada?" tanya Li Bing setelah teringat akan nama tersebut.

"Dia masih ada, Tuan Muda. Hanya saja usianya sudah sangat tua. Tahun ini mungkin mencapai tujuh puluh empat,"

"Kau tahu di mana rumahnya?"

"Ya," katanya mengangguk. "Walaupun sudah sangat lama aku tidak berkunjung lagi ke sana, tapi aku masih ingat di mana rumah si Tua Jie,"

"Bagus. Kita akan ke sana besok pagi,"

"Kenapa tidak sekarang saja, Tuan Muda?"

"Sekarang hari sudah larut malam. Udara pun semakin dingin. Daripada harus pergi jauh, lebih baik kita mencari warung arak yang masih buka sekalian beristirahat,"

"Baiklah,"

A San tidak berani membantah lagi. Mereka berdua langsung kembali ke kereta kuda. Terhadap mayat ketiga orang tadi, Li Bing sama sekali tidak memperdulikannya.

Waktu tiba di sana, rupanya dua ekor kuda jempolan itu sudah keinginan. Untung saja kuda-kuda itu merupakan hewan terbaik di tempatnya. Kalau tidak, mungkin sudah sejak tadi keduanya tewas karena tidak tahan dengan hawa dingin.

Mengetahui akan hal tersebut, A San langsung mengambil tindakan cepat. Dia melarikan kereta kuda cukup kencang. Tidak berapa lama kemudian, mereka berhasil menemukan sebuah rumah makan sekaligus penginapan yang cukup besar.

A San langsung menuju ke sana. Dengan cepat dia menuju ke belakang, ke tempat di mana kuda para pengunjung di simpan.

"Tolong rawat dan hangatkan kedua kuda ini. Ini uang tip untukmu," ucap A San kepada salah satu penjaga kuda sambil memberikan sedikit uang tip.

"Baik, Tuan, Baik. Aku pasti akan merawatnya," kata penjaga kuda itu yang terlihat sangat senang.

A San mengangguk perlahan. Setelah itu, dia segera kembali ke depan di mana Li Bing sudah menunggunya.

Waktu terus berlalu. Mentari pagi mulai menyingsing di ufuk sebelah timur. Walaupun kehangatannya tidak seperti saat musim panas, tetapi saat musim dingin seperti ini, kehangatan itu sudah lebih daripada cukup.

Li Bing dan A San sudah melanjutkan perjalanannya lagi. Kini mereka berada di sebuah jalan kecil yang terletak di pinggiran Kota Yu Nan.

"Apakah rumah Paman Jie masih jauh?" tanya Li Bing sambil melihat-lihat pemandangan di luar.

"Tidak, Tuan Muda. Sebentar lagi kita akan sampai,"

A San segera mempercepat lari kuda. Lima belas menit kemudian, mereka sudah tiba di depan sebuah rumah yang tidak terlalu besar. Rumah itu jaraknya cukup jauh dari rumah-rumah yang lain.

"Kita sudah sampai," A San berkata cukup keras. Dia langsung turun dan berjalan menuju ke rumah tersebut.

"Orang tua, orang tua Jie. Apakah kau ada di dalam?" tanyanya setengah berteriak.

"Siapa di luar?" sebuah suara yang agak serak tiba-tiba terdengar dari dalam rumah.

"Sahabat lama di Keluarga Li,"

"Benarkah?"

Tiba-tiba pintu terbuka. Dari balik pintu segera muncul sosok pria tua yang wajahnya sudah dipenuhi oleh keriput.

"A San?" tanya orang tua itu setelah dia berada tepat di hadapan A San.

"Si Tua Jie?"

Mereka berpandangan untuk beberapa saat. Sedetik berikutnya, kedua orang itu langsung berpelukan. Mereka tampak bahagia karena pertemuan tersebut.

Li Bing hanya berdiri di belakang A San. Dia pun tersenyum melihat kejadian itu.

"Apa kabar? Mengapa kau baru muncul sekarang?" tanya si Tua Jie kemudian.

"Kabarku baik. Kau sendiri bagaimana, orang tua?" jawabnya seraya tersenyum. "Belakangan ini aku selalu sibuk. Jadi aku belum punya waktu untuk menengokmu,"

Si Tua Jie manggut-manggut. Dia cukup mengerti akan hal itu. Tiba-tiba dia menoleh ke belakang, ke arah Li Bing.

"Siapa pemuda ini, A San?" tanyanya heran.

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Pendekar Tangan Dewa   Dua Biksu Sesat Kewalahan

    "Benarkah? Apa kau begitu yakin akan ucapanmu?" tanya Li Bing masih terlihat santai. "Aku sangat-sangat yakin. Sebab seluruh area Kuil Seribu Budha, saat ini sudah dikepung oleh pasukanku," kayanya dengan nada dingin.Li Bing tergetar. Diam-diam dia merasa kaget. Rupanya biksu sesat itu benar-benar telah merencanakan semua ini dengan sangat sempurna. Bahkan dia sudah mengantisipasi apabila rencana gagal. Hebat. Harus Li Bing akui bahwa orang tua itu mempunyai kecerdasan diatas rata-rata. Namun meskipun demikian, Li Bing tidak memperlihatkan keterkejutannya. Dia masih terlihat tenang dan santai. "Tidak aku sangka, ternyata kau juga memiliki pasukan yang bisa diandalkan," katanya seraya tersenyum. "Itu karena aku tidaklah sesederhana yang kau lihat, bocah keparat!" "Oh, benarkah? Sayangnya, aku tidak peduli akan hal itu," Kemarahan Biksu Bertangan Delapan semakin bergejolak. Semakin dia bicara lebih lama dengan pemuda itu, semakin panas juga hatinya. "Kubunuh kau!" Wushh!!! B

  • Pendekar Tangan Dewa   Jurus Bayangan Kematian Menyelimuti Dunia

    Menghadapi serangan yang bertenaga keras, Li Bing tidak mau bertindak gegabah. Buru-buru ia mundur ke belakang sambil menahan pukulan beruntun yang dilancarkan oleh si Elang Hitam.Plakk!!! Benturan telapak tangan terjadi! Elang Hitam merasa tangannya tergetar. Hawa panas segera menjalar ke seluruh bagian lengannya.'Tenaga sakti yang dia miliki sangat tinggi. Padahal aku sudah mengeluarkan Pukulan Bayangan, tapi ternyata ia masih mampu membalikkan tenaga yang aku berikan,' batinnya sambil menatap Li Bing dengan tajam. Sementara di pihak lain, Li Bing juga merasa telapak tangannya sedikit tergetar. Tapi ia memang sengaja tidak mengeluarkan seluruh kemampuannya. Li Bing ingin tahu setinggi apa tenaga musuhnya itu. Setelah terjadinya benturan barusan, Li Bing jadi tahu bahwa kemampuan si Elang Hitam setidaknya masih berada tiga tingkat di bawahnya. 'Kalau aku bertarung langsung melawan Sepasang Elang Hitam Putih dengan kekuatan penuh, mungkin aku bisa membereskannya dalam waktu ti

  • Pendekar Tangan Dewa   Sepasang Elang Hitam Putih

    "Baik, baik. Aku akan menuruti apa yang kau katakan, Biksu To," ujar Li Bing setelah dia terdiam untuk beberapa saat. "Tetapi ada syaratnya," "Syarat apa?" tanya Biksu To dengan cepat. Sekilas wajahnya menggambarkan kegembiraan ketika Li Bing mengatakan akan menuruti ucapannya. Namun ekspresi kegirangan tersebut sirna dalam sekejap pada saat pemuda itu mengajukan sebuah syarat. "Asal kalian bisa bertahan selama lima puluh jurus dari semua seranganku, maka aku akan mengatakan bahwa akulah yang membunuh Biksu Agung Berhati Suci!" katanya dengan suara tegas. Setiap patah kata yang ia ucapkan seolah-olah mengandung daya kekuatan yang mampu menggetarkan hati orang lain. Puluhan orang itu terdiam. Tidak ada satu pun yang berani bicara. Mereka hanya bisa saling pandang satu sama lain. Li Bing juga belum mengambil tindakan apapun. Ia sedang menatap mereka secara bergantian. Tatapan matanya sangat tajam. Setajam pedang pusaka! Ekspresi wajahnya juga berubah menjadi dingin.

  • Pendekar Tangan Dewa   Tuduhan

    Sampai dua puluh lima jurus kemudian, semua usaha yang dilakukan oleh Biksu Bertangan Delapan tidak pernah membuahkan hasil sedikit pun. Setiap jurus dan serangan yang dia lancarkan, selalu bisa dihindari oleh Li Bing. Pemuda itu benar-benar seperti hantu. Ia sangat sulit untuk disentuh. Gerakannya juga cepat bagai kilat. Kenyataan ini semakin membuat Biksu To penasaran. Bagaimana mungkin seorang pendekar muda seperti Li Bing mampu menghindari semua jurusnya? Padahal setiap jurus yang dia keluarkan bukan jurus kelas rendah. Semua itu adalah jurus kelas atas yang bahkan tidak bisa dipandang sebelah mata oleh pendekar kelas satu sekali pun. Tetapi nyatanya, di hadapan pemuda yang berjuluk Pendekar Tangan Dewa itu, semua jurus yang selama ini dia banggakan seolah-olah sudah hilang keampuhan-nya. "Li Bing!" seru Biksu To yang sudah mengganti panggilannya. "Kenapa kau tidak membalas seranganku?" tanyanya geram. ."Aku tidak ingin mencari permusuhan denganmu, Biksu To. Oleh karena itu

  • Pendekar Tangan Dewa   Tewasnya Biksu Agung Berhati Suci

    "Dari percakapan itu. Mereka yang terlibat bukan hanya membicarakan tentang bagaimana cara menjebakmu. Mereka juga membicarakan bagaimana cara membunuhku," "Apa yang mereka lakukan?" "Mereka telah menyerangku dengan pukulan beracun. Menurut firasatku, aku hanya bisa bertahan selama tujuh hari. Dan sekarang adalah hari yang terakhir," Semakin lama Li Bing bercakap-cakap dengan Biksu Agung Berhati Suci, maka semakin terkejut dan marah juga dirinya. Licik! Kejam! Tidak manusiawi! Rasanya hanya tiga kata itu saja yang cocok untuk menggambarkan orang-orang yang menjadi dalang dibalik sandiwara ini! "Biksu Agung, bolehkah aku tahu, kenapa kau bisa terluka?" tanya Li Bing lebih lanjut. Sekarang dia sudah tidak punya pilihan lain lagi. Nasi sudah menjadi bubur. Maka dari itu, Li Bing hanya ingin tahu lebih banyak tentang sandiwara yang sedang berlangsung saat ini. "Seseorang telah menyimpan racun yang tidak berbau dan tidak berwana dalam makananku. Tidak berhenti sampai di situ, bahk

  • Pendekar Tangan Dewa   Jebakan

    Biksu To segera tersenyum sambil mengangguk. Ia kemudian berdiri dan mengajak Li Bing menemui Biksu Agung Berhati Suci.Pemuda itu pun segera mengikuti di belakangnya. Keduanya lalu berjalan ke tempat di mana Biksu Agung Berhati Suci selama ini mengasingkan diri. Rupanya, orang tua itu tinggal di sebuah pondok sederhana, tepat di belakang Kuil Seribu Budha. Keadaan di sana sepi sunyi. Tidak ada seorang murid pun yang melakukan penjagaan. "Selama ini guru beristirahat di sana, Tuan Muda Li," kata Biksu To menjelaskan. "Guru menginginkan suasana yang tenang dan sunyi. Sehingga aku tidak memperbolehkan seorang murid pun yang mendekat ke area ini," "Jadi, ini adalah tempat terlarang?" "Ya, bisa dibilang begitu," Li Bing memperhatikan suasana di sekitarnya. Di sana memang tidak ada bangunan lain lagi, kecuali hanya pondok itu saja. Di kanan kirinya diliputi oleh pepohonan yang berjajar. "Tuan Muda Li, silahkan," katanya memberi isyarat supaya Li Bing segera pergi ke sana. Li Bing m

  • Pendekar Tangan Dewa   Biksu Bertangan Delapan

    Setelah beberapa waktu kemudian, akhirnya Li Bing berhasil membebaskan diri dari kepungan barisan tersebut. Pemuda itu kemudian melesat ke arah pintu utama Kuil Seribu Budha. Begitu kakinya tiba di lantai, pintu mendadak terbuka. Seorang biksu yang usianya sudah enam puluhan tahun menyambut kedatangan Li Bing. Biksu itu mempunyai janggut yang panjangnya sampai menyentuh dada. Tangan kanannya berada di depan dada dengan gaya menyembah. Tangan kirinya memegang tasbih berukuran seibu jari. Sinar mata biksu tua itu terlihat tenang. Tapi sekaligus juga tajam. Pertanda bahwa dia mempunyai tenaga dalam yang sangat tinggi. "Maaf, apakah aku sedang berhadapan dengan Biksu Bertangan Delapan, Ketua Kuil Seribu Budha?" tanya Li Bing dengan hormat. "Amithaba ...," biksu tersebut terdengar memuji Sang Budha. "Benar, Tuan Muda. Kalau boleh tahu, siapa Tuan Muda ini?" "Ah, syukurlah. Perkenalkan, namaku Li Bing ...," "Tuan Muda Li dari Kota Yu Nan?" "Benar, Biksu," "Tuan Muda Li yang berju

  • Pendekar Tangan Dewa   Kuil Seribu Budha

    Li Bing tidak berhenti. Dia meneruskan perjalannya. Pemuda itu mulai menaiki bukit yang nantinya akan mengantarkan ia ke Kuil Seribu Budha. Kuil itu memang berdiri di puncak bukit yang berdekatan dengan Gunung Song. Sehingga dari kejauhan pun orang bisa melihat Kuil yang berdiri dengan megah dan kokoh tersebut. Pihak Kuil Seribu Budha sudah membuatkan jalan khusus untuk mereka yang ingin beribadah ataupun berkunjung ke kuilnya. Hal ini tentu mempermudah para wisatawan sehingga perjalanan mereka bisa lebih cepat daripada yang seharusnya. Li Bing berhasil tiba di pintu masuk kuil ketika matahari tenggelam dibalik bukit. Selama perjalanannya itu, tidak ada halangan yang berarti. Tetapi bukan tidak ada gangguan juga. Li Bing tahu bahwa sejak awal dirinya sudah diintai dari beberapa penjuru. Maklum, bukit itu mempunyai banyak pohon-pohon yang tinggi dan rimbun, sehingga untuk melakukan pengintaian bukanlah suatu pekerjaan yang sulit. Beberapa kali pemuda itu memergoki ada seseorang ya

  • Pendekar Tangan Dewa   Kota Zhengzhou

    "Musnahkan semua Keluarga Li!" Sepucuk surat itu hanya berisi tiga kata saja. Tiga kata perintah! Tiga kata yang mewajibkan untuk menghabisi semua Keluarga Li! Walaupun dalam surat itu tidak menjelaskan Keluarga Li yang mana, namun Li Bing tahu, Keluarga Li yang mempunyai nama besar dalam dunia persilatan, hanya Keluarga Li miliknya saja. Itu artinya, selama dalang dibalik layar ini belum ditemukan atau dibunuh, maka selama itu pula hidupnya tidak akan pernah tenang. Tetapi kalau benar dalang dibalik layar ini adalah orang-orang yang mempunyai hubungan sangat dekat dengan mendiang ayahnya, apakah dia juga harus tetap membunuhnya? Li Bing tidak tahu. Setiap kali pertanyaan semacam itu muncul dalam benaknya, dia selalu tidak mempunyai jawaban yang pasti. Dia hanya berharap, semoga saja apa yang di khawatirkan-nya selama ini tidak pernah terjadi. Pemuda itu kemudian membuka topeng penyerangnya tadi. Ketika seraut wajah yang asli terlihat, ketika itu pula Li Bing terkejut setengah

Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status