Home / Historical / Pendekar Tangan Dewa / Serangan Dalam Gelap

Share

Serangan Dalam Gelap

last update Last Updated: 2024-11-29 10:13:16

Kereta kuda terus berjalan. Setiap jalan raya yang telah dilewatinya pasti meninggalkan jejak kereta yang cukup dalam.

Kegelapan semakin menyelimuti muka bumi. Walaupun belum larut, tapi keadaan di Kota Yu Nan sudah terlihat sepi. Hal itu dikarenakan saat ini sedang musim salju.

Pada saat seperti ini, kebanyakan orang lebih memilih diam di dalam rumah daripada keluyuran di luar. Mereka lebih memilih tidur dibalik selimut atau menikmati arak yang hangat daripada harus keluar rumah.

Sepanjang perjalanan itu, sedikitnya Li Bing telah menghabiskan dua cawan arak. Namun dia tidak kelihatan sudah mabuk. Wajahnya tetap berseri, matanya juga tetap bersinar terang.

"Kita sudah sampai, Tuan," ucap A San sambil menghentikan kereta kuda.

Begitu ucapan tersebut didengar, Li Bing segera turun dari kereta. Begitu kakinya menginjak tanah bersalju, matanya langsung dihadapkan dengan sebuah rumah yang besar.

Dulu, rumah ini adalah salah satu rumah termewah di Kota Yu Nan. Semua penduduk kota pasti mengenal pemiliknya. Bahkan setiap pelancong yang datang dari daerah mana pun, pasti akan melirik ke rumah itu meski hanya sekejap mata.

Dulu, semua orang di kota itu sangat menghormati keluarga yang menjadi pemilik rumah tersebut. Tidak hanya rakyat biasa, bahkan para pejabat pun tidak terkecuali.

Tetapi, semua itu sudah berlangsung belasan tahun yang lalu.

Sekarang rumah yang dulunya mewah itu tak lebih hanya merupakan bangunan tua yang hampir ambruk. Setiap sudutnya telah dipenuhi oleh lumut hijau dan sarang laba-laba.

Rumah yang dulu tampak indah, sekarang malah tampak menyeramkan. Tiada ubahnya seperti sarang hantu.

Bagaimana dengan penduduk sekitar? Apakah mereka masih ingat kepada keluarga itu? Ataukah mereka sudah melupakannya sama sekali?

Li Bing tiba-tiba menghela nafas panjang dan berat. Dia tidak tahu harus berkata apa.

A San tetap berdiri di belakangnya. Saat ini, ia pun mempunyai perasaan yang sama dengan majikannya tersebut.

Sebenarnya dia tidak ingin kembali lagi ke tempat ini. Sebab hal itu hanya akan mendatangkan luka lama saja. Namun mau bagaimana lagi? A San tidak bisa menolak perintah dari majikannya.

Ketika A San sedang mengenang masa lalu, tiba-tiba Li Bing meluncur ke depan dengan sangat cepat. Dalam waktu satu tarikan nafas, tubuhnya sudah berada di dalam rumah.

Tidak berapa lama kemudian, A San sudah menyusul tiba.

"Ada apa, Tuan Muda?" tanyanya penasaran.

"Ada seseorang di dalam rumah ini,"

"Seseorang siapa?" A San mengawasi keadaan di sekitar. Tapi dia tidak melihat apapun, kecuali hanya cat tembok yang mulai mengelupas. "Di sini tidak ada siapa-siapa kecuali kita berdua,"

"Apakah aku salah lihat?" Li Bing seperti berkata kepada dirinya sendiri. Namun di lain sisi, dia pun sangat percaya bahwa matanya tidak mungkin salah.

Pada saat itulah tiba-tiba dari balik kegelapan ada sesuatu yang melesat dengan sangat cepat. Beberapa titik warna perak meluncur dengan deras ke arah mereka berdua.

Dengan jarak sedekat itu, rasanya mustahil untuk bisa menyelamatkan diri. Jangankan pendekar biasa, bahkan pendekar kelas atas pun kemungkinan besar akan terluka karena serangan tersebut.

Apalagi serangan itu dilakukan secara tiba-tiba.

Namun ternyata, Li Bing adalah pengecualian!

Tubuhnya tiba-tiba bergerak ke sana kemari dengan gerakan yang sangat cepat. Sesaat kemudian, di tangannya telah tergenggam beberapa senjata rahasia yang berupa jarum warna perak.

Wushh!!!

Ia menyambitkan sebatang jarum rahasia itu. Sesaat berikutnya segera terdengar suara orang yang mengeluh menahan sakit.

Li Bing langsung menuju ke sumber suara. Di sana dia mendapati ada seseorang yang sedang memegangi bahu sebelah kanannya.

"Siapa kau? Mengapa kau ada di rumah ini?" tanyanya tanpa basa-basi.

Orang tersebut tetap diam. Dia tidak menjawab sedikit pun.

Walau keadaan di sana gelap, namun Li Bing bisa melihatnya dengan jelas. Orang itu mengenakan pakaian warna merah, ia juga memakai cadar yang menutupi wajah. Mungkin hal itu ditujukan supaya tidak ada orang yang mengenalinya.

Karena tidak ada jawaban, Li Bing segera mengulurkan tangannya ke depan. Niatnya adalah untuk membawa orang tersebut ke tempat yang lebih terang supaya bisa diinterogasi.

Siapa sangka, tepat sebelum dia berhasil menyentuhnya, tiba-tiba dari kanan dan kiri ada dua batang pedang yang langsung menyerang ke titik berbahaya.

Kedua serangan itu datang secara bersamaan. Serangannya juga cepat dan keji.

Mustahil Li Bing bisa menghindarkan diri dari serangan itu. Dia sudah tidak punya waktu lagi.

Siapa sangka, tepat sebelum kedua batang pedang tersebut menusuk tubuhnya, tiba-tiba ia melakukan gerakan yang tidak terduga. Kedua tangannya direntangkan. Dengan gerakan yang sulit diikuti, tahu-tahu dua batang pedang itu sudah terjepit di antara dua jarinya.

Kejadian tersebut berlangsung secepat kilat. Tidak ada orang yang mampu melihatnya dengan jelas. A San yang ada di belakang pun tidak menyangka dan tidak mampu menyaksikannya.

Kedua pemilik pedang berusaha untuk menarik kembali senjatanya. Namun sayang sekali, semua usaha mereka gagal total. Pedangnya tidak dapat ditarik, seolah-olah senjata itu sudah terjepit di antara batu besar.

Krakk!!!

Sekali bergerak, pedang tersebut tahu-tahu sudah patah menjadi dua bagian.

Wushh!!!

Kutungan pedang sisanya melesat bagaikan kilat. Dari balik kegelapan, dua orang muncul dan langsung melancarkan serangan. Dua buah pukulan datang tanpa diduga. Orang yang tadi sudah tidak berkutik, kini juga ikut menyerang.

"Bagus. Ternyata kalian punya nyali juga," kata Li Bing sambil menghindari tiga macam serangan tersebut.

Usaha ketiga orang itu kembali gagal. Semua serangannya luput dari sasaran.

Li Bing tidak tinggal diam. Dia tidak mau memberikan kesempatan kepada lawan untuk melancarkan serangan selanjutnya. Maka dari itu, sebelum mereka mendapatkan posisinya kembali, ia sudah menyerang lebih dulu.

Ia bergerak bagaikan bayangan setan. Sesaat berikutnya segera terdengar keluhan tertahan. Ketiga orang tersebut rupanya sudah berhasil di totok.

Mereka merasakan seluruh tubuhnya lemas tidak bertenaga. Kini orang-orang itu tidak mampu melakukan apa-apa lagi, kecuali hanya menahan rasa kesalnya.

"Sebenarnya siapa kalian ini? Mengapa ada di sini dan mengapa menyerangku secara tiba-tiba?" tanyanya sambil memandang mereka secara bergantian.

"Tuan Muda, biarkan aku membuka cadarnya dulu. Aku ingin tahu siapa mereka," ucap A San.

Tanpa menunggu jawaban, dia langsung membuka cadar ketiga orang tersebut.

Ternyata mereka adalah pria. Usianya sekitar tiga puluh lima tahun.

"Apakah kau mengenalnya, A San?" tanya Li Bing.

"Tidak, Tuan Muda. Mungkin mereka hanya orang-orang suruhan saja,"

Li Bing mengangguk beberapa kali. Dia kembali memandangi mereka sambil menunggu jawabannya.

"Ayo cepat jawab pertanyaan Tuan Muda," ujar A San sambil membentak.

Ketiga orang itu tampak ketakutan. Tiba-tiba mata mereka melotot besar. Wajahnya seolah kaget, namun dibalik itu seperti juga sedang menggambarkan rasa sakit yang teramat sangat.

Sesaat kemudian, secara serentak tubuh mereka kejang-kejang. Kemudian diam tanpa berkutik lagi.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Pendekar Tangan Dewa   Lembah yang Terbakar dan Bayangan yang Terungkap

    Tie Gu, sang penjaga lembah, mengeluarkan jurus Bayangan Menusuk Sumsum, membuat dua pendekar Balai Hitam tersungkur sambil memuntahkan darah hitam.Di sisi lain, Nona Lin melompat ringan di antara reruntuhan dan melepaskan belasan jarum perak dari lengan bajunya. Tujuh dari jarum itu menancap di dada dan leher lawan, membuat mereka roboh bahkan sebelum menyadari arah datangnya serangan.Li Bing tidak bergerak. Ia masih berdiri dan menunggu.Seorang lelaki bertopeng dengan jubah ungu-abu melangkah ke depan. Gerakannya tidak cepat, tapi angin di sekitar tubuhnya seolah mundur dari jalannya. Di dadanya, terdapat lambang Balai Hitam dengan tiga cakar melingkar."Tuan Muda Li," ucapnya, suaranya dalam seperti gua tua. "Berikan peta itu, dan kami akan biarkan tempat ini tetap berdiri.""Tempat ini mungkin akan roboh," jawab Li Bing pelan. "Tapi kalian akan roboh lebih dulu."Dan pertempuran pun meletus!Lelaki bertopeng melancarkan jurus Jaring Racun Bayangan Jiwa, serangan berbentuk ling

  • Pendekar Tangan Dewa   Jejak Berdarah Menuju Perguruan Selatan

    Dalam dunia persilatan yang diliputi kabut dan darah, tak ada jalan yang benar-benar lurus. Hanya mereka yang bersedia mengorbankan ketenangan jiwanya yang sanggup menembus tirai rahasia dan menemukan cahaya di ujung lorong gelap. Li Bing, pemuda yang memikul warisan leluhur, melangkah tidak sekedar dengan tekad, tapi juga dengan luka yang terus menganga.Di perbatasan selatan, gerimis menyambut langkah kaki mereka. Kabut menggantung rendah, seakan menutupi jalan menuju nasib yang tak menentu. Di sanalah berdiri desa tua bernama Mingzhi, desa perantara menuju wilayah Perguruan Ular Emas—sebuah tempat yang disebut-sebut dalam bisik-bisik sebagai sarang dari segala tipu muslihat.Desa itu sunyi, malah terlalu sunyi. Tidak ada suara ayam, tidak ada tawa anak-anak, hanya suara embusan angin yang menerpa dedaunan. Pintu-pintu rumah terkunci, jendela-jendela tertutup rapat. Hanya satu kedai tua tampak terbuka separuh, digoyang angin seperti ingin menelan siapa pun yang masuk.Di dalam k

  • Pendekar Tangan Dewa   Kabut Dendam di Perguruan Batu Langit

    Angin dari utara membawa bau dingin dan samar getir darah. Sepanjang perjalanan, kabut tipis menyelimuti hutan cemara yang menjulang di kanan kiri jalan tanah. Li Bing dan Nona Lin berjalan dalam diam, seakan waktu pun segan memecah kesunyian mereka. Sejak keluar dari Kota Arwah, langkah kaki keduanya menjadi lebih berat, bukan karena lelah, melainkan oleh beban pertanyaan dan takdir yang kian menyesakkan."Bahkan langit pun seperti menyimpan rahasia," gumam Nona Lin pelan. "Mendung terus menggantung, tapi tak pernah benar-benar turun hujan."Li Bing tidak menoleh, tapi bibirnya menggerakkan satu kalimat."Karena langit pun sedang ragu, apakah yang akan turun adalah hujan ..., atau darah."Setelah tiga hari perjalanan tanpa nama, mereka tiba di depan gerbang Perguruan Batu Langit. Dulu, tempat ini adalah pusat ilmu dan kebijaksanaan, para pendekar dari utara dan selatan menaruh hormat yang dalam. Namun kini, gerbang batu itu ditumbuhi lumut dan cat tembok mulai retak."Tak ada penja

  • Pendekar Tangan Dewa   Bayangan Terbelah di Kota Arwah

    Bayangan Tua tidak datang sendiri. Empat orang muncul dari bayang-bayang pilar kuil, masing-masing membawa senjata pusaka lama—bukan untuk membunuh, tapi untuk menguji."Jika kau tidak lolos, maka dunia akan tahu bahwa warisan itu bukan untukmu," ucap mereka bersamaan.Li Bing maju tanpa ragu. Pertarungan pun dimulai.Satu lawan empat.Tapi jurus-jurus Li Bing telah matang. Ia menggabungkan jurus Bayangan Kematian Menyelimuti Dunia dengan jurus Langkah Naga Sakti, bergerak seperti hantu dan membalas secepat kilat. Pertarungan berlangsung dalam diam. Tidak ada sorak, hanya suara napas dan hantaman tenaga dalam.Nona Lin hanya bisa menyaksikan dari kejauhan, tangan menggenggam gagang pedangnya dengan erat. Hawa di sekitar tubuhnya terasa dingin menusuk, tapi ia tahu, ini adalah ujian pribadi Li Bing.Satu per satu, para penjaga itu jatuh berlutut. Tidak terluka parah, hanya dibuat tak sanggup melanjutkan."Kau lulus ..., bukan karena kekuatanmu, tapi karena kau tidak membunuh kami," kat

  • Pendekar Tangan Dewa   Cahaya Terakhir di Langit Timur

    Fajar baru belum sempat mengoyak kabut yang menyelimuti Lembah Sunyi. Embun membeku di ujung-ujung dedaunan, dan udara mengandung keheningan yang dalam, seolah seluruh alam berhenti sejenak untuk menyaksikan perubahan besar yang baru saja terjadi.Li Bing berdiri menghadap timur. Di belakangnya, Kitab Leluhur Langit telah kembali ke altar, menyimpan rahasia agung dalam keheningan suci. Nona Lin berada di sampingnya, wajahnya tenang namun matanya menyimpan ribuan tanya. Jian Yu berdiri beberapa langkah di belakang, memberi ruang bagi pemuda itu untuk menyelami apa yang telah ia pelajari."Apa yang akan kau lakukan sekarang, Tuan Muda Li?" tanya Jian Yu, suaranya nyaris seperti bisikan angin.Li Bing tidak segera menjawab. Tatapannya jauh, menembus awan-awan tipis yang menggantung rendah."Aku harus kembali ke utara. Ke Perguruan Batu Langit. Di sana, guruku dulu menyimpan naskah perjanjian lima leluhur. Jika benar Balai Hitam bergerak, maka mereka pasti mengincar pusaka yang tersebar

  • Pendekar Tangan Dewa   Kitab Leluhur Langit

    "Tapi Balai Hitam mengincar ini!" Nona Lin menyela. "Mereka bahkan mengirim pembunuh bayaran untuk menghentikan kami! Jika ini berbahaya, bukankah kita harus mencegah mereka mendapatkannya?" "Mereka memang menginginkannya, dan itulah mengapa aku tidak bisa membiarkan siapa pun, bahkan kalian, mengambil risiko." Jian Yu menarik napas panjang. "Kitab Leluhur Langit hanya bisa diaktifkan oleh keturunan langsung dari lima leluhur pendiri perguruan. Dan dari sisa darah yang mengalir di dunia persilatan saat ini, kau adalah satu-satunya yang memenuhi syarat, Tuan Muda Li." Li Bing terdiam. Ucapan itu menggaung dalam benaknya, mengaitkan dengan potongan-potongan informasi yang ia kumpulkan, keluarganya, Peta Rahasia Langit, dan kini Kitab Leluhur Langit. Jadi, semua ini memang terhubung dengan darahnya. "Lalu, apa yang akan kau lakukan?" tanya Li Bing, menatap lurus ke mata Jian Yu. "Kau akan menghentikan kami dengan paksa?" Jian Yu mengangkat kedua tangannya. Tidak ada tan

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status