Share

Pendekar Tangan Iblis
Pendekar Tangan Iblis
Penulis: Mangata

Sang Iblis Bebas

"Kakak ingin ke hutan?" tanya seorang bocah berusia 12 tahun.

"Jangan ke mana-mana. Kakak harus mencari jamur dan beberapa tanaman obat yang bisa dijual. Kakak akan kembali sebelum tengah malam." Arya Santanu berpamitan dengan adik kesayangannya yang bernama Raka Caraka.

Desa tempatnya tinggal bernama desa Kulon Anyar. Tempatnya berada di bagian barat dari pulau besar, Yawadwipa. Ia harus melewati jalan setapak dan keluar dari desa menuju ke sebuah hutan lebat di kaki gunung Kulon yang berada tidak jauh dari desanya.

Arya Santanu hanyalah petani jagung yang bekerja juga sebagai pencari tanaman obat, jamur dan beberapa pekerjaan serabutan lainnya. Ia tinggal hanya berdua dengan adiknya, Raka Caraka. Kesehariannya yang sederhana membuatnya tidak pernah merasakan hidup di ibukota kerajaan.

"Rembulan malam ini begitu terang. Aku harap bisa menemukan banyak tanaman obat."

Arya Santanu mendaki jalan setapak dan mulai menyusuri semak-semak tinggi. Ia meraba area bagian bawah pohon dan permukaan tanah.

Hanya bermodal obor kecil yang ia bawa, Arya Santanu mencabut beberapa tanaman obat dan jamur yang ia temukan. Arya Santanu meletakkannya di sebuah keranjang bambu yang diselempangkan di pundaknya.

Semakin lama ia berjalan, Arya Santanu memasuki sebuah tanda peringatan yang dipasang oleh kepala desa Kulon Anyar. Tertera kalimat 'hutan terlarang' di papan tanda yang diletakkan di batang pohon. Namun, Arya Santanu tidak menghiraukannya. Ia ragu bila ada binatang buas yang akan menyerangnya.

Hal itu karena dirinya telah mencari tanaman obat dan jamur selama kurun waktu lima tahun lamanya. Arya Santanu bahkan sering menyerempet ke area terlarang itu untuk mengambil beberapa jamur yang bisa dikonsumsi.

"Aneh, kenapa tidak ada angin?" Arya Santanu merasa bingung.

Embusan angin terasa hilang. Tidak ada dedaunan dan ranting pohon yang bergoyang. Bahkan suara serangga pun tidak terdengar. Sunyi, itu yang dirasakan oleh Arya Santanu. Ia seperti berada di tengah pemakaman.

"Ada apa ini? Obor?!" Arya Santanu tersentak saat obor yang ia bawa mati tiba-tiba.

Dua netra matanya menoleh dan menatap ke segala arah. Ia meraba langkahnya dengan berjalan begitu berhati-hati sambil merambatkan tangannya dengan berpegangan ke batang pohon. Pikirannya tidak bisa tenang, akal sehatnya mulai terbentur pada berbagai macam kesimpulan yang janggal. Ia pernah mendengar sekali bila hutan terlarang ditinggali oleh kaum yang telah mati.

Ada juga desas-desus bila hutan terlarang gunung Kulon ditinggali oleh para Rakshasa Buto. Namun, semua cerita itu terasa seperti kisah pengantar tidur baginya. Kenyataannya, ia sedang ketakutan oleh kegelapan, sepi dan sunyinya hutan terlarang.

"Gua?" tanya Arya Santanu dalam benaknya.

Ia baru pertama kalinya melihat gua di hutan terlarang. Langkahnya seakan ditarik masuk ke dalam mulut gua. Ia mengintip dari bagian dinding luar ke arah dalam. Tidak ada siapa pun. Namun ada yang aneh dari gua itu. Pantulan cahaya rembulan justru merangsak masuk ke bagian dalam gua. Cahaya pantulan rembulan yang redup memancing dirinya untuk melangkahkan kaki mendekat dan masuk lebih dalam.

Arya Santanu menelan salivanya, netra matanya mengambil banyak cahaya untuk melihat dan menatap sekitar. Ia takut bila ada sosok Rakshasa yang memergoki dirinya.

"Batu apa ini? Lalu tulisan apa ini?" Arya Santanu merasa bingung dengan keberadaan sebuah batu hitam seukuran tubuhnya.

Disekeliling batu hitam tersebut terdapat tulisan berupa kalimat panjang yang melingkar, seakan melindungi batu tersebut. Arya Santanu malah berpikir bila kalimat tersebut adalah salah satu bentuk teknik segel untuk menyegel batu hitam di hadapannya. Lalu, pertanyaannya adalah batu apa itu? Kenapa sampai ada kalimat sansekerta kuno yang melindungi dirinya?

Ia mengelilingi batu hitam tersebut. Berusaha mencari tulisan sansekerta kuno yang bisa ia pahami. Namun, setelah mengelilingi batu hitam itu, tidak satu pun yang ia pahami. Tulisan itu terlihat asing baginya, padahal Arya Santanu pernah mempelajari beberapa bahasa kuno dari neneknya.

"Apa batu ini mahal bila dijual?" pikir Arya Santanu.

Ia sangat membutuhkan kepingan emas untuk bisa hidup. Dengan menjual batu tersebut, Arya Santanu mungkin bisa mendapatkan satu peti emas penuh untuk menghidupi dirinya selama satu tahun. Namun, ia kebingungan untuk membawanya. Arya Santanu yang membawa sebuah pisau kecil segera mencari batu besar. Ia menekan ujung pisau itu ke permukaan batu hitam. Arya Santanu coba memecah batu hitam besar tersebut menjadi beberapa bongkahan kecil.

BUUUK!!

Arya Santanu menggetok ujung gagang pisau dengan batu besar yang ia genggam. Saat pisau tersebut menancap ke dalam batu hitam, tiba-tiba permukaan batu hitam mengalami retak dan mengeluarkan percikan api dari retakannya tersebut. Arya Santanu langsung mundur dan berdiri agak jauh dari batu hitam tersebut.

"Ada apa ini? Ke-kenapa batu itu malah pecah?" Arya Santanu merasa bingung sekali.

Retakan yang kecil menyebar cepat dan membesar. Dari sela-sela retakan tersebut keluar lahar panas yang meluber hingga jatuh ke permukaan tanah. Arya Santanu semakin panik. Ia tidak mengira satu hantaman batu yang ia arahkan ke pisaunya bisa menyebabkan hal itu.

Perlahan-lahan, batu hitam membelah dan hancur berantakan menjadi kepingan batu-batu kecil. Arya Santanu melihat asap putih mengepul keluar dan membumbung tinggi. Perlahan asap hitam tersebut membentuk sebuah wujud dan bersinar begitu terang hingga menyilaukan kedua mata Arya Santanu.

"Seratus tahun … akhirnya aku …."

"BEBAS!!!"

Satu sosok tinggi besar dengan dua tanduk menjulang dari dahinya berteriak sangat keras. Tubuhnya diselimuti oleh zirah berwarna merah. Sekujur badan dari sosok itu bagaikan lapisan lahar yang meleleh. Ia memiliki wajah berwarna merah dengan netra mata berwarna merah tua.

Sosok itu melirik ke arah Arya Santanu. Tatapannya begitu mengintimidasi. Saat Arya Santanu ingin kabur dari tempat itu, sosok tinggi besar tersebut langsung menghentakkan kakinya. Seketika langit-langit gua runtuh menjatuhi mulut gua dan menutupnya.

"Kau ingin pergi ke mana, Arya Santanu?" Sosok itu memanggil.

Arya Santanu mencoba menggaruk batu-batu yang menutupi mulut gua. Ia tidak ingin menoleh ke arah belakang sama sekali. Suara besar, tegas dan berat menggema ke seluruh penjuru gua. Arya Santanu terus mendengarnya dan membuatnya semakin ketakutan.

"Kau baru saja membebaskanku. Ada apa? Apa kau takut denganku?" Sosok itu mengembalikan batu hitam yang hancur seperti semula. Ia duduk bersila di atas batu itu.

"Kau tidak penasaran siapa aku? Makhluk apakah diriku?" Sosok itu terus bicara tanpa henti.

"Hentikan! Baiklah, aku menyerah." Arya Santanu berbalik dan menatap sosok itu.

Napasnya sudah terengah-engah. Tenaganya terkuras percuma untuk menggaruk reruntuhan batu yang menutupi mulut gua. Ia berakhir dengan menyerah dan mendengarkan maksud dari makhluk itu.

"Siapa kau? Kenapa kau ada di dalam batu hitam itu? Katakanlah! Bukankah itu yang ingin kau dengar dariku? Sebuah pertanyaan yang menanyakan tentang dirimu?!" Arya Santanu merasa kesal.

Sosok itu tersenyum kecil. Matanya seakan senang dengan kelemahan hati Arya Santanu. Ia seakan mendapatkan santapan lezat.

"Aku … adalah … Asura. Jenderal besar dari kaum iblis. Kau bisa menyebutku sebagai Rakshasa yang levelnya berada di atas para kaum Rakshasa lainnya. Tingkatan kami menyamai para Dewa. Dan aku sangat berterima kasih kepadamu karena sudah menghancurkan segel batu ini." Asura memukul berkali-kali batu hitam yang sedang ia duduki.

"Asura? Maksudmu kau adalah iblis?" Arya Santanu pernah mendengar tentang kisah para iblis yang bertarung dengan para Dewa, namun ia tidak menyangka bisa bertemu dengan salah satunya.

Asura melihat ke dalam pikiran Arya Santanu. Ia tidak menyangka bisa bertemu dengan seorang pemuda yang diberkahi dengan cahaya Dewata. Sesuai janji dari seorang petapa sakti, bahwa bila ada seorang pemuda dengan garis keturunan seorang raja, maka ia akan membebaskan Asura dari penjara yang telah dibuat oleh para dewa.

Dan dengan kebebasannya kali ini, artinya hukuman Asura telah berakhir. Janji petapa dan para Dewa mengatakan bila Asura akan diangkat menjadi makhluk setengah dewa dan setengah iblis. Kedudukan ini akan sejajar dengan para pembantu dewa utama.

"Hei, Arya Santanu, apa yang kau inginkan? Aku bisa membuatmu menjadi sangat kaya. Aku bisa memberikanmu umur yang sangat panjang, bahkan hingga keabadian. Aku juga bisa menyembuhkan segala penyakit." Asura mulai menawarkan beberapa hal.

Arya Santanu tertegun setelah mendengar ucapan dari Asura. Pikirannya melayang dengan berbagai kemungkinan yang bisa ia dapatkan.

"Tapi … kau harus membuat perjanjian denganku. Kau harus menuruti isi perjanjian itu. Bila tidak, jiwamu akan aku makan. Dan ragamu … aku akan mengambilnya." Asura tersenyum licik.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Turyono Slamet
kok sering pakai kata 'netra mata' sich ya? tiap nemu kata itu selalu janggal......
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status