Home / Pendekar / Pendekar dari Lembah Sepuluh Iblis / Bab 9 Pertarungan Kedua Murid

Share

Bab 9 Pertarungan Kedua Murid

Author: J Shara
last update Last Updated: 2025-02-26 08:32:34

Jing Wu langsung memasang kuda-kuda saat beruang itu meraung begitu melihat Jing Wu. Dan Alangkah terkejutnya Jing Wu saat beruang itu bergerak cepat menyerangnya.

Segera Jing Wu menghindar dengan jurus gerakan angin. Jing Wu teringat, ia harus mencoba jurus satu jari ke beruang itu.

Beruang itu meraung lalu ia maju menyerang Jing Wu. Jing Wu meloncat melewati beruang, berpindah ke belakang beruang itu dan menyentuhkan ujung jarinya ke punggung sang beruang.

Beruang pun terpental jauh dan kesadarannya hilang. Tiba-tiba terdengar suara tepuk tangan dari arah pohon. Jing Wu menoleh dan itu adalah guru Han.

"Guru, aku bisa menguasai jurus satu jari!" seru Jing Wu.

Guru Han lalu berloncat dan mendarat tepat di hadapan Jing Wu. "Jing Wu, aku memberimu selamat karena kau telah menguasai jurus satu jari, tapi ... kau belajar dari siapa jurus gerakan angin itu?"

Jing Wu terdiam, tak bisa berkata apa-apa.

"Apa kau ini murid dari iblis?" tanya guru Han serius.

***

"Jadi, selama delapan tahun kau berada di lembah sepuluh iblis bersama kelima iblis?" Guru Han mendengar cerita Jing Wu sambil menikmati tuaknya di kedai.

"Ya, Guru. Maaf, aku tidak pernah cerita kalau aku berasal dari lembah sepuluh iblis."

Guru Han mengangguk paham. "Aku mengerti, hanya saja, di dunia ini banyak pendekar yang membenci para iblis," ucap guru Han serius, "reputasi para iblis sangat jelek di kalangan pendekar hebat lainnya, kau harus berhati-hati!"

"Iya, Guru."

"Baiklah, kita pulang tapi kau bayar semua minumanku."

Setelah guru Han puas minum tuak, mereka pun berjalan menuju kuil. Namun, saat di tengah hutan tiba-tiba Guru Han berhenti.

"Ada apa, Guru?" tanya Jing Wu.

"Keluar kau Xiao Dong Hai, kau dari tadi membuntutiku!"

Dong Hai pun keluar dari persembunyiannya dan menatap tajam ke arah guru Han.

"Huh, kau tidak ada jerahnya juga!" kata guru Han.

"Aku tidak akan puas jika belum membunuhmu, Guru Han!"

"Ah, kau ini. Sudah kubilang kalau sia-sia saja kau mau membunuhku, rasanya sangat membosankan kecuali ...," ide gila tiba-tiba terlintas di pikiran guru Han, "bagaimana kalau kau melawan muridku yang bernama Jing Wu ini?"

"Apa? Guru Han, aku mana-" Jing Wu langsung panik.

"Kalau Jing Wu menang, kau harus keluar dari kota ini untuk selamanya!" tantang guru Han, "kau setuju? Minggu depan kami menunggumu di depan kuil."

"Cih, bocah itu pernah kulukai, nanti kupastikan ia tak bisa bernapas lagi!" Dong Hai lalu berbalik dan pergi meninggalkan mereka.

"Guru Han!" Jing Wu tampak frustasi, "Guru tahu sendiri, aku pernah dikalahkan dengan telak oleh Dong Hai. Apa Guru mau aku mati?"

"Kenapa? Kau takut?" ucap guru Han dengan lantang, "sebagai muridku, kau harus memiliki keberanian siapa pun musuhmu!"

"Tapi Guru!"

"Tidak ada tapi-tapian, minggu depan kau harus menang kalau mau masih ingin hidup!" Guru Han lansung pergi meninggalkan Jing Wu yang gamang di sana.

***

Keesokan harinya, Jing Wu tampak melamun di teras kuil. Ia teringat kembali bagaimana Dong Hai menyerangnya pada saat itu. Bahkan Jing Wu tak sempat menghindari serangan Dong Hai.

Rasanya jurus gerakan angin Jing Wu masih kalah dengan gerakan Dong Hai.

"Ada apa, Jing Wu? Kau dari tadi melamun saja di situ."

Suara guru Han menyadarkan Jing Wu dari lamunannya. Jing Wu pun menoleh pada guru Han, tiba-tiba ia teringat bagaimana guru Han menghindari serangan Dong Hai. Entah jurus apa yang guru Han gunakan tapi yang Jing Wu lihat, Guru Han berpindah bagaikan bayangan yang mampu hilang dan muncul secara tiba-tiba.

"Guru, apakah aku bisa memaksimalkan jurus gerakan anginku seperti gerakan Guru Han?"

"Tentu saja bisa!" jawab guru Han langsung.

"Bagaimana caranya, Guru?"

"Kau harus menyatu dengan alam!"

"Caranya?"

"Ikut aku, kita akan melatih itu!"

Mereka berdua pun berjalan hingga sampai ke puncak gunung dan langit sudah berwarna jingga. "Ini waktu yang bagus untuk latihan," kata Guru Han.

"Aku siap untuk latihan!" kata Jing Wu dengan semangat, "apa yang harus kulakukan?"

"Gampang saja, kau cuma harus mengalirkan energi Chi-mu ke kedua kakimu untuk menyatu menyatu dengan alam."

Jing Wu masih bingung dengan apa yang guru Han ucapkan.

"Kau pernah latihan tai chi, lakukan itu sambil mengatur napasmu, jika kau sudah bisa menyalurkan energi Chi-mu ke tubuhmu, kau bisa memanfaatkannya dan dengan jurus gerakan angin kau bisa bergerak mengikuti napasmu."

"Terima kasih, Guru!" seru Jing Wu, "aku akan melakukannya!"

Guru Han mengangguk santai, "kalau begitu aku kembali ke kuil dan latihanlah di sini! Jangan lupa, bernapaslah!"

***

Seminggu berlalu dan Dong Hai datang bersama kedua harimaunya. Ia tampak mengerikan dengan tatapan tajamnya.

Sementara Jing Wu dan Guru Han sedari tadi menunggu Dong Hai. Dong Hai merasa ada yang beda dengan aura Jing Wu, pemuda itu tampak lebih tenang dibanding seminggu yang lalu. Tapi Dong Hai malah menyunggingkan senyumnya yang kejam, ia sudah tak sabar ingin segera menghabisi nyawa Jing Wu.

Mereka berdua kini berdiri berhadapan, siap untuk saling menyerang. Sementara guru Han, duduk bersila di teras kuil, ada sedikit kekhawatiran pada Jing Wu tapi ia berusaha percaya pada pemuda itu.

Mereka berdua kini siap. Dong Hai tiba-tiba bergerak dengan cepat menyerang Jing Wu, namun Jing Wu bergerak seperti bayangan berpindah. Dong Hai tak mau kalah, ia terus melancarkan serangannya bertubi-tubi hingga posisi Jing Wu pun semakin sempit akibat pohon di belakangnya.

"Mati kau, Bocah!" teriak Dong Hai sambil mengarahkan jurus tapak penghancurnya ke arah Jing Wu, Jing Wu loncat benar-benar seperti angin bergerak ke atas hingga ia berada di samping Dong Hai. Ia pun langsung menggunakan jurus satu jari di bahu Dong Hai yang menyebabkan pria itu terpental jauh dan hilang kesadaran.

Guru Han tepuk tangan, memberi selamat kepada Jing Wu. "Kau memang hebat, Jing Wu!" puji Guru Han.

***

Malam itu Dong Hai, terbangun dan ia terkejut mendapati dirinya berada di dalam kamar. "Di mana aku?" teriaknya.

"Ah, Dong Hai sudah sadar!" seru Jing Wu yang duduk di dekat futon tempat Dong Hai tidur.

"Kau?"

Dong Hai meraba tubuhnya, memeriksa apakah ada luka di tubuhnya atau tidak. Ternyata hanya luka lecet saat ia terpental jauh.

"Kau ... pakai jurus apa melawanku tadi?" tanya Dong Hai.

"Itu jurus ... rahasia." Jing Wu memperlihatkan deretan giginya yang rapi.

Tiba-tiba Dong Hai melamun. "Aku sudah janji dengan guru Han, kalau aku kalah aku harus pergi dari kota ini."

"Kau mau pergi ke mana?" tanya Jing Wu, "jika tujuanmu ke utara, kita sama-sama saja!" ajak Jing Wu."

"Tidak, aku harus ke timur untuk menemui seseorang," kata Dong Hai. "sudahlah aku harus pergi."

Dong Hai lalu bergegas dan begitu ia keluar dari kamar, ia melihat guru Han.

"Istirahatlah, besok pagi saja kau pergi!" kata guru Han.

Namun, Dong Hai tidak memedulikan ucapan Guru Han. Rasa gengsinya membuat ia bersikeras untuk segera keluar dari kota itu dan ia bersama kedua harimaunya meninggalkan kuil itu.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Pendekar dari Lembah Sepuluh Iblis   Bab 51 Perpisahan di Senja

    Langit mulai berubah warna, semburat jingga membalut awan tipis yang perlahan ditelan bayang-bayang malam. Udara di sekitar hutan itu semakin dingin, seolah ikut merasakan getir yang menggantung di antara para sahabat yang berdiri di sana.Tanpa aba-aba, kedua orang misterius yang sejak tadi memburu mereka tiba-tiba menghilang. Seakan angin senja menelan kehadiran mereka tanpa suara. Jing Wu yang sedari tadi waspada, langsung berlari ke arah Li Shuwang yang terkapar dengan darah mengalir dari luka di dadanya.“Shuwang!!” seru Jing Wu, lututnya menghantam tanah berdebu saat ia berlutut di samping tubuh temannya itu.Bao Yu sudah di sana lebih dulu, tubuh mungilnya gemetar hebat, dan air matanya membasahi pipi. Ia meremas lengan baju Li Shuwang yang mulai kehilangan warna. Di sisi lain, Ming Yue berdiri terpaku. Matanya berkaca-kaca, bibirnya bergetar, tapi tak sepatah kata pun bisa ia keluarkan.“Li Shuwang… jangan tinggalkan kami,” isak Bao Yu.Jing Wu meletakkan dua jari di pergelang

  • Pendekar dari Lembah Sepuluh Iblis   Bab 50 - Dimensi Terlarang

    Angin malam berhembus kencang di lembah pertempuran itu. Cahaya rembulan tersembunyi di balik kabut pekat. Hanya suara desir dedaunan dan gelegar petir di kejauhan yang menjadi saksi pertarungan maut para pendekar malam ini. Pria berwajah pucat itu terpental jauh ke belakang, menghantam bebatuan keras setelah terkena jurus Tangan Iblis milik Jing Wu. Debu berhamburan. Jing Wu berdiri tegak dengan kedua tangan mengepal, napasnya memburu. Di balik sorot matanya yang tajam, menyala amarah. Li Shuwang yang sedang bertarung di sisi lain menoleh cepat dan terbelalak. “Tangan besar yang mengerikan... itu jurus apa?” batin Li Shuwang tak percaya. Di atas batu tinggi, seorang pria berjubah hitam dengan tubuh kekar menyilangkan tangan di dada, memperhatikan pertarungan itu dengan senyum tipis di wajahnya. “Huh... sepertinya anak Jing Huei itu lumayan juga,” gumamnya pelan, suaranya berat. “Tapi sayang... lawannya juga tangguh.” Li Shuwang menyipitkan mata, tak suka dengan nada itu. “Kau b

  • Pendekar dari Lembah Sepuluh Iblis   Bab 49 Hadangan di Jalan Menuju Utara

    Kereta kuda kecil itu melaju perlahan di jalan berbatu, diapit pepohonan tinggi yang merunduk ke arah jalan, seakan menyembunyikan rahasia gelap di antara daun-daunnya. Jing Wu duduk bersandar di pojok, matanya menatap kosong ke luar jendela, sementara Ming Yue duduk di sampingnya, sesekali mencuri pandang ke arah wajah pemuda itu. Bao Yu duduk di seberang mereka, pelipisnya berkeringat meskipun udara cukup dingin.Li Shuwang yang duduk di depan, menggenggam gagang pedang panjang di pinggangnya, seakan merasakan sesuatu. Dan tiba-tiba…“Li Shuwang,” suara berat Jing Wu memecah keheningan. “Sepertinya kau tahu banyak tentang dunia persilatan.”Li Shuwang menoleh pelan. “Mengapa kau bertanya begitu?”Jing Wu menarik napas panjang. “Beberapa waktu lalu, aku mengikuti turnamen yang diadakan oleh Perguruan Teratai Putih… entah apa yang terjadi, tapi aku merasa ada sesuatu yang janggal. Aku bertemu dengan orang-orang yang menyebut dirinya… dari Dongfang.”Begitu nama itu disebut, Li Shuwang

  • Pendekar dari Lembah Sepuluh Iblis   Bab 48 - Pertemuan di Desa Qi Yi

    Udara pagi di kediaman Li Shuwang terasa sejuk. Burung-burung kecil berkicau di antara pepohonan rindang, dan aroma teh hangat menguar dari ruang tengah. Jing Wu duduk bersila di serambi, menatap ke arah pegunungan jauh di utara yang samar terlihat. Ming Yue sibuk merapikan rambutnya, sementara Li Shuwang menuangkan teh ke dalam cawan tanah liat. Li Shuwang akhirnya memecah keheningan. “Sebenarnya… kalian mau ke mana?” tanyanya, sembari menyeruput teh perlahan. Ming Yue langsung mengangkat wajahnya, matanya berbinar. “Aku mau ke utara, ke Istana Peri Utara,” katanya dengan nada penuh semangat. “Aku ingin bertemu dengan nenek dan kerabatku yang lain di sana. Sudah lama sekali aku tak melihat mereka.” Li Shuwang mengangguk pelan. “Begitu ya… Istana Peri Utara. Tempat itu terkenal misterius. Tak semua orang bisa keluar masuk sesukanya.” “Aku tahu,” balas Ming Yue, tersenyum tipis. “Tapi aku punya hak sebagai keturunan di sana.” Li Shuwang kemudian menoleh ke arah Jing Wu. “Lalu,

  • Pendekar dari Lembah Sepuluh Iblis   Bab 47 Bara di Tengah Hutan

    Cahaya matahari sore menembus celah-celah dedaunan lebat, menciptakan pola-pola keemasan di tanah hutan yang lembap. Di sebuah gubuk kayu sederhana yang nyaris tertutup rimbunan semak, asap tipis mengepul dari tungku tanah liat. Jing Wu sedang berjongkok di depan bara api, membalik seekor ikan sungai besar yang mulai menghitam di beberapa bagian. Aromanya menggoda, meski udara sekitar masih basah oleh embun. Di sisi lain, Ming Yue duduk menyandar pada dinding kayu, memeluk kedua betisnya. Wajahnya serius, pandangannya menerawang. “Jing Wu…” “Ya?” sahut Jing Wu tanpa menoleh, matanya tetap fokus pada ikan yang hampir matang. “Sebenarnya… siapa kedua orang kemarin yang menyerang kita, ya?” Jing Wu menghela napas, lalu mengibas-ngibaskan daun lebar ke atas bara, menimbulkan semburat asap dan percikan kecil. “Entahlah,” katanya pelan. “Tapi kurasa mereka mengincarku. Dan semuanya… mungkin ada hubungannya dengan orang tuaku.” Ming Yue menoleh cepat. “Orang tuamu?” “Ya. Kata

  • Pendekar dari Lembah Sepuluh Iblis   Bab 46 Misteri Jasad Jing Huei

    Keluar kalian! Kedua orang berjubah hitam muncul di depan Jing Wu dan Ming Yue. Ming Yue terkejut karena ia tak pernah melihat kedua pendekar itu sebelumnya. Salah satunya memiliki kulit pucat dan tampak tak bersemangat, sementara yang satunya lagi memegang kipas kertas di tangannya. Jing Wu tampak serius, terutama karena Ming Yue berada di sampingnya dan harus ia lindungi. "Siapa kalian?" tanya Jing Wu lantang. Pria yang memegang kipas itu terkekeh. "Julukanku adalah Kipas Kematian, dan temanku ini disebut Si Mayat Hidup." Jing Wu mengernyit. Jubah yang mereka kenakan tampak familiar. Sama dengan yang dikenakan oleh Zhang Zui dan Bataar saat pertama kali ia bertemu mereka. Apakah mereka berasal dari organisasi yang sama? Tiba-tiba, Kipas Kematian mengayunkan kipasnya ke arah Jing Wu, dan seketika hembusan angin yang sangat kuat menyerang Jing Wu dan Ming Yue. Beruntung, Jing Wu gesit. Ia segera melindungi Ming Yue dan menciptakan perisai angin yang lebih kuat. "Huh, ternya

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status