5 tahun kemudian...
Ivy kembali ke Indonesia, kini ia akan melanjutkan pendidikannya disini, selain itu ia juga merindukan kedua orang tuanya.
Ivy yang sekarang tambah cantik, dan semakin terlihat dewasa, siapa pun yang melihatnya pasti jatuh hati.
"Mama, Ivy rindu!" ia memeluk ibunya begitu sampai rumah.
"Oh sayang, mama juga rindu kamu." mamanya ikut balas memeluknya, dan mencium seluruh wajahnya.
"Mama jahat! gak pernah sama sekali datang ke Singapura." ucap Ivy manyun.
"Uluh-uluh anak mama, sini peluk lagi." sang mama membuka kedua tangannya lebar-lebar, yang langsung di sambut hangat Ivy.
"Yaudah kalau gitu, kamu istirahat dulu gih, pasti capek kan?" Ivy mengangguk, dan beranjak ke kamarnya.
Sampai di kamarnya, ia tercengang karena nuansa kamarnya, masih seperti 5 tahun yang lalu. ia melihat ke arah jendela, yang langsung menuju kamar Abraham.
Ivy mendengus, tatkala mengingat orang, yang menjadi alasannya pergi ke Singapura. walaupun ia akui rasa cinta itu masih ada, Ivy memejamkan matanya menahan rasa perih di dadanya.
Masa' bodo ah! Ivy berniat tidur, karena perjalanan kemari, membuatnya kelelahan.
Baru saja ia ingin memejamkan matanya, tapi sayup-sayup mendengar ibunya berbicara dengan seseorang.
Karena penasaran, Ivy pun keluar, dan mendapati ibunya kedatangan tamu tak diundang. dan orang itu adalah Abraham, Ivy kaget bukan main, buat apa ini orang datang ke rumahnya?
"Ivy, sini sayang, ada Om Bram." Ivy pun melihat Bram yang tersenyum tipis padanya.
"Apa kabar Ivy?" tanyanya basa-basi.
"Baik Om," jawab Ivy seadanya, karena jujur dia sudah enggan, untuk bicara manis pada Bram.
"Kalau gitu, mbak tinggal dulu buatin minum ya." ucap mama Ivy pada Bram, Bram pun mengangguk.
"Kenapa tidak suruh pelayan ma?"
"Tidak apa-apa, biar mama aja." mamanya tersenyum, dan pergi ke dapur, meninggalkan mereka berdua.
Abraham menatap intens Ivy, tatapannya seakan tersirat amarah, sedih, dan kerinduan. Ivy yang di tatap pun jadi salah tingkah, ia berdeham untuk mengurangi rasa gugupnya.
"Kenapa tidak duduk? mau jadi patung ya berdiri saja?" tanya Abraham kesal.
"Permisi Om, Ivy mau ke dapur." ucap Ivy berbalik badan.
Namun sebelum Ivy melangkah, Abraham dengan cepat menggapai tubuh Ivy, memeluk tubuhnya dari belakang.
Ivy luar biasa kaget, atas tindakan Abraham ini. Abraham membalikkan tubuh Ivy, mereka saling menatap.
Cup.
Abraham mencium bibir mungil Ivy, Ivy mendelik melihatnya, Abraham terus melumat, dan menjilati bibir Ivy.
Sementara Ivy tetap diam, ia bingung harus apa? karena ini first kissnya, Abraham melepaskan ciumannya.
"Kenapa tidak membalas ciuman ku?" tanya Abraham kesal.
Plaaaakkk.
"Aku bukan wanita murahan, inget Om! aku ini sudah seperti anakmu, dan juga adikmu." Ivy mengingatkan kata-kata itu.
Abraham yang mendengar itu pun tersentak, jadi selama ini Ivy marah padanya.
"Oh jadi karena itu, kamu pergi ke Singapura?" tebak Abraham.
"Maksudnya?" tanya Ivy pura-pura tak mengerti.
"Kamu mendengar saya mengatakan itu, pada malam dimana kamu memutuskan untuk pergi." Ivy hanya diam.
Saat Abraham ingin berkata lagi, Rima, mamanya Ivy datang dengan nampan berisi minuman, dan cemilan.
"Maaf lama menunggu Bram, silahkan dinikmati." Abraham mengangguk dan kembali duduk.
"Ma, Ivy balik ke kamar ya, ngantuk." ucap Ivy menguap.
"Iya sayang," jawab Rima.
Pagi ini Ivy berniat Jogging, ia sudah siap dengan pakaian olahraganya.
"Selamat pagi," ucap Abraham saat Ivy keluar dari rumahnya.
"Pagi Om,"
"Mau Jogging juga?" tanya Abraham yang melihat penampilan Ivy.
"Iya,"
"Bareng om yuk." Ivy hanya tersenyum menanggapinya.
Mereka jogging bersama, banyak mata yang memperhatikan Abraham, lebih tepatnya tatapan ketertarikan akan pesonanya.
Satu hal yang baru Ivy sadari, yaitu perubahan sikap Abraham padanya, ia jadi lebih perhatian, dan tidak dingin seperti dulu.
Hal ini semakin sulit buat Ivy, untuk menghilangkan rasa cintanya pada Bram.
"Aduh!" seseorang menabrak Ivy, hingga membuat Ivy terjatuh.
"Kamu gak apa-apa Ivy?" tanya Bram, dan membantu Ivy untuk bangun.
"Kampret tuh orang." omel Ivy yang membuat Bram tertawa lucu.
"Kenapa ketawa? ada yang lucu kah?" tanya Ivy galak.
"Kamu, kamu yang lucu!" Ivy mendelik mendengarnya.
Ivy meninggalkan Bram yang masih tertawa, ia mendengus sebal melihat Bram tertawa.
Lama Ivy berlari sendirian, Bram tak kunjung datang, ia pun beristirahat di rumput lapangan yang bersih.
Ivy menggerakkan seluruh tubuhnya, merilekskan otot-otot tubuhnya, ia memandang langit cerah pagi hari.
Karena terlalu indah untuk di alihkan, Ivy terhipnotis dengan pemandangan di atas. ia tidak menyadari kehadiran Bram yang memperhatikannya, Ivy memejamkan matanya meresapi udara sejuk sekitar.
"Astagaaaaa!!" sentak Ivy kaget begitu membuka mata, wajah Bram pas sekali dekat dengan wajahnya.
"Kaget ya?" Bram menoel gemas hidung Ivy.
"Dasar om sinting," ucap Ivy kesal, tapi Bram malah tersenyum.
"Kamu cantik," goda Bram.
"Apaan sih om? garing banget gombalnya."
"Tidak gombal, ini nyata!"
"Bodo' amat dah, serah lu om."
"Harusnya bilang terima kasih dong!"
Ivy menghela nafasnya.
"Terima kasih Om Bram," ucap Ivy bersikap manis.
Bram duduk di samping Ivy, dan ikut memandangi langit cerah, tapi Bram terus menatap wajah Ivy, yang memejamkan matanya lagi.
Ada rasa ingin melindungi untuknya, rasa yang tak pernah Ivy tahu, Bram hanya takut jika ia mengungkapkan yang sebenarnya, Ivy akan menolak.
Biarlah seperti ini, sampai waktu yang akan menjawabnya.
"Yuk om pulang!" ajak Ivy, ia bangkit berdiri.
"Ok."
Cup.
Bram mencium pipi kanan Ivy, setelah itu dia lari, meninggalkan Ivy yang berteriak memakinya.
"Dasar om mesum lo!!!" Ivy memegang pipinya yang dicium Bram, ia tersenyum senang dan menyusul Bram.
Ivy bangun di pagi harinya dengan tubuh yang berasa remuk, ia meringis perih merasakan di daerah selangkangannya saat dirinya perlahan bergerak."Awwhh!" rintih Ivy kesakitan.Ia tidak menyangka akan seperti ini rasa sakitnya setelah melepas status perawan, Abraham mulai terusik dari tidur nyenyaknya saat mendengar suara Ivy."Sayang." ucapnya sambil mengucek kedua matanya yang masih terasa sangat mengantuk sekali.Bagaimana tidak mengantuk?
21+ Setelah acara resepsi pernikahan selesai, pengantin baru pulang ke rumah Abraham, yang akan menjadi tempat yang di tinggali Ivy bersama keluarga kecilnya. Ivy sangat setuju, karena dengan begitu ia masih tetap berdekatan bersama kedua orang tuanya, yang memang tetanggaan dengan Abraham."Akhirnya sampai juga," ucap Abraham lega."Sini sayang!" titah Abraham menyuruh Ivy untuk duduk di dekatnya.Ivy menggeleng membuat Abraham cemberut. "gerah Om." "Ya sudah, ganti baju sana gih, kan barang-barang kamu juga udah di pindahkan kesini kemarin." Ivy mengangguk dan berjalan ke arah kamar mereka.Ivy tercengang saat membuka pintu kamar, kamarnya di hias begitu indahnya sebagai tanda kamar pengantin baru. ia tersenyum melihat keindahan kamar yang di hias, Ivy menebak pasti ini Jennie dan Eka yang mengerjakannya."Kamu suka?" tanya Abraham yang tiba-tiba datang memeluk tubuh Ivy dari belakang."Suka banget om," jawab Ivy matanya masih terhipnoti
1 Tahun kemudian...Hari yang di nanti sudah tiba, hari pernikahan Ivy dan Abraham. Yupsss, setelah insiden itu, Ivy memutuskan untuk menunda pernikahan mereka. dan memilih untuk meneruskan pendidikannya yang tinggal semester akhir, Ivy berjanji setelah ia dan Eka lulus, maka Ivy akan menikah dengan Abraham.Awalnya Abraham menolak rencana Ivy, tapi begitu mendengar ancaman Ivy jika Abraham menolak keinginannya, maka Ivy tidak akan pernah mau menikah dengannya. tentu saja Abraham tidak mau, dengan berat hati Abraham menurutinya meskipun harus menunggu waktu yang memakan lama, 1 tahun berasa seperti 1 abad.Kini setelah Ivy dan Eka sudah wisuda, seminggu kemudian acara pernikahan Ivy langsung di lakukan. Ivy terlihat begitu cantik sekali, dengan balutan gaun putih super indah sederhana, namun terkesan mewah. Abraham sendiri tampak sangat tampan dan gagah, terlebih lagi terlihat dewasa dan hot.Ivy berdiri dengan memegang sebuah buket bunga, ia tampak te
Jari tangan Eka bergerak, wanita itu seakan bermimpi mengingat kejadian yang ia alami, dari saat penyiksaan Chintya padanya.Hingga kejadian saat dia menembak tantenya sendiri, tangannya semakin bergerak, dan keningnya berkerut serta berkeringat dingin.Kejadian itu seakan berputar di ingatannya, tak lama matanya terbuka melotot. saat membuka matanya, yang ia lihat adalah langit-langit atap rumah sakit.Pintu terbuka, Javi masuk ke dalam ruang rawat inap Eka, Javi kaget begitu melihat Eka sudah sadar dari komanya, dengan cepat ia memanggil dokter dan suster.Tak lama dokter dan suster pun masuk untuk melihat kondisinya, selagi Eka di periksa, Javi memilih untuk keluar dan mengabari Ivy juga Abraham.Ya, setelah berhasil membujuk Ivy untuk pulang ke rumahnya, dan Javi lah yang menyodorkan diri untuk menjaga Eka."Bagaimana keadaannya?" tanya Jennie pada Javi."Masih di periksa dokter." "Ah, syukurlah dia sudah sadar dari komanya." ungkap kel
Langit hari ini begitu cerah, seakan membenarkan kenyataan yang sekarang terasa ringan tanpa beban. tapi tak membuat seorang wanita cantik yang kini terbaring koma di rumah sakit, pasca terkena tembakan di tubuhnya.Seorang wanita menangis melihat keadaan sahabatnya, ia genggam tangan sahabatnya seakan memberi kekuatan untuk kembali sadar.Seorang pria memegang lembut kedua pundaknya, tanpa perlu wanita itu menoleh, ia sudah bisa menebak tangan siapa itu."Aku merasa sangat bersalah padanya, dan berhutang nyawa om." ucap gadis itu dengan badan bergetar karena tangis yang tak mau berhenti."Sabar sayang, kita harus mendoakannya agar cepat sadar dari komanya." wanita itu mengangguk.Dokter masuk ke ruangan pasien dimana Eka terbaring koma. "keluarga pasien Eka." Abraham dan Ivy mengangguk."Pasien wanita yang satu lagi berhasil melewati operasinya dengan lancar, dan sekarang juga masih dalam keadaan koma." rahang Abraham mengeras mendengarnya."It
"Bukankah ini sandal milik Ivy yang kita belikan untuknya?" tanya Javi pada Jennie.Jennie melihat sandal itu dan mengangguk, mereka menemukan sandal itu tepat di jalanan saat Abraham dan Ivy akan di culik. sepertinya Ivy memang sengaja melepaskan sandalnya yang sebelah."Apakah mungkin mereka di culik?" tebak Javi mengingat jalanan ini sepi, jarang di lewati orang."Aku rasa juga begitu, tapi... siapa yang menculik mereka?" ucap Jennie penasaran."Ini semua sudah di rencanakan." tebak Jamil.Javi menoleh ke arahnya dan mengangguk. "seseorang telah mengutus para bodyguard palsu untuk mengantarkan Abraham dan Ivy."Tebakan Javi tepat sasaran. "kau benar! sedari awal aku sudah curiga, banyak musibah yang menimpa kami sewaktu perjalanan menuju alamat rumah mu.""Sekarang kita harus memikirkan bagaimana caranya menemukan keberadaan Abraham dan Ivy."
Abraham dan Ivy tersentak sadar dari pingsannya, saat dengan kasarnya para bodyguard palsu tersebut menyiramkan air ke tubuh mereka. Abraham meringis menahan perih pada wajahnya yang lebam, dan nyaris hancur.Ivy sendiri masih berusaha mengumpulkan kesadarannya penuh, rasa pusing masih terasa berdenyut sakit di kepalanya.Tap... tap... tap...Suara derap langkah kaki yang memakai heels beradu dengan lantai, menimbulkan bunyi tuk tuk. pintu terbuka dan menampilkan wajah seorang wanita. wanita itu tersenyum bahagia melihat ketidak berdayaan Abraham dan Ivy.Suara tepuk tangan membuat kepala Ivy dan Abraham mendongak, keduanya kaget saat melihat siapa yang bertepuk tangan tersebut.Ivy dengan rasa tidak percayanya, dan Abraham dengan rasa kaget yang luar biasanya."Tante?""Chintya?"Ucap Ivy dan Abraham bersamaan, saat memanggil wanita itu, wani
Mobil para bodyguard yang mengikuti di belakang, tiba-tiba saja menghadang mobil Abraham. Abraham merasa heran spontan, sedangkan Ivy sudah pucat pasi, apa yang dia khawatirkan sepertinya menjadi nyata.Para bodyguard mengetuk pintu kaca jendela mobil Abraham, Abraham membukanya dan langsung mendapatkan bogem mentah dari salah satu bodyguard. Ivy menjerit histeris menyaksikan itu semua, gantian kaca jendela mobil Ivy yang di ketuk salah seorang bodyguard lainnya, Abraham menggeleng mengisyaratkan agar jangan di buka sambil meringis menahan perih wajahnya yang di tinju.Bodyguard itu memberi isyarat dengan tangannya seakan menantang Abraham untuk keluar dan melawannya, dengan berani Abraham keluar dan langsung membalas meninju pria tersebut.Namun hal itu tak berlangsung lama, saat para bodyguard lainnya memegang tubuh Abraham, ini tidak adil namanya, main keroyokan. batin Abraham."Ada apa dengan kalian?" tanya Abra
"Sayang...," panggil Abraham pada Ivy.Abraham memeluk tubuh Ivy dari belakang, saat ini mereka sedang berdiri di teras rumah Javi, sedangkan dua mahluk kepo itu pergi ke kebun seperti biasa.Ivy membalikkan badannya menghadap Abraham. "iya om?" Ivy menatapnya dengan penuh tanda tanya."Kita pulang yuk!" ajak Abraham berharap Ivy mau.Ivy menghela nafasnya. "bukannya Ivy gak mau om, tapi Ivy takut jika peneror itu tau Ivy kembali dekat sama om, aku gak mau kalian terluka." ucapnya lirih."Terus harus sampai kapan lagi? memang kamu gak kangen sama mama, papa kamu? sama keluarga aku juga?""Tentu saja Ivy kangen om, kangen banget malah, sama teman-teman Ivy juga." jelas Ivy seakan membayangkan wajah mereka semua.Mendengar kata teman yang keluar dari mulut Ivy, Abraham kembali teringat dengan pesan yang Eka kirim padanya dini hari tadi."Oh ya s