Share

Jamuan Tanpa Sumpah

last update Last Updated: 2025-12-18 22:15:30
Malam menyelimuti Kastil Devereux seperti biasa—dingin, tegak, dan tampak tak tersentuh oleh bisik-bisik yang beredar di luar temboknya. Batu-batu tua itu berdiri kukuh, seolah menantang dunia untuk membuktikan bahwa warisan sebesar ini bisa goyah hanya oleh kata-kata.

Di ruang makan utama, cahaya lilin memantul pada perak dan kristal. Meja panjang terisi rapi.

Lady Vareen duduk di kepala meja, punggungnya lurus, ekspresinya tertata. Di satu sisi, Lucianne menyantap hidangannya dengan gerakan anggun yang nyaris malas. Marcus duduk tak jauh darinya—tenang, terukur, seolah malam ini hanyalah satu dari banyak malam yang telah ia perhitungkan.

Garrick dan Finn bergerak senyap, menyajikan hidangan dengan disiplin yang diwariskan turun-temurun. Namun telinga mereka tetap terbuka.

“Rekan-rekanku di pertemuan sore ini,” Lady Vareen membuka suara akhirnya, nada suaranya tenang namun berat, “membicarakan anggur Devereux.”

Sendok berhenti sejenak, lalu kembali bergerak.

“Berita itu me
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Pengantin Bangsawan Yang Kubenci   Ketika Arus Memilih Pemenang

    Malam belum sepenuhnya jatuh ketika Marcus meninggalkan ruang pertemuan. Langkahnya ringan. Tidak tergesa, tidak ragu. Di lorong batu kastil, para pelayan menyingkir dengan naluri yang terlatih—bukan karena perintah, melainkan karena aura seseorang yang tahu ke mana ia menuju. Di tangannya, bukan map tebal atau catatan audit. Hanya segelas anggur. Ia berhenti sejenak di dekat jendela tinggi yang menghadap ke halaman dalam. Di bawah sana, kereta pengangkut keluar masuk tanpa jeda. Peti-peti disusun. Roda berputar. Tidak ada segel lilin. Tidak ada sunyi yang menahan napas. Marcus mengamati itu dengan senyum tipis. “Pasar tak pernah menunggu,” gumamnya, lebih pada dirinya sendiri. Anggur di gelasnya diputar perlahan. Warnanya jernih. Aroma bersih. Bukan anggur terbaik Devereux—tapi cukup baik untuk bergerak, cukup aman untuk dijual. Dan yang terpenting: tersedia. Seorang rekan bangsawan baru saja pergi dengan janji yang belum diucapkan keras-keras, namun sudah dipaham

  • Pengantin Bangsawan Yang Kubenci   Bertahan yang Menyerupai Kekalahan

    Gudang sudah gelap ketika Sebastian kembali. Lampu-lampu dinyalakan seperlunya, meninggalkan bayangan panjang di antara tong-tong yang tak lagi boleh bergerak. Lady Vareen menunggunya. Ia berdiri di dekat meja pencatatan, mantel gelapnya masih terpasang rapi, seolah tidak berniat lama—atau justru sebaliknya. “Kau tidak pulang,” katanya tanpa pembuka. Sebastian meletakkan sarung tangannya. “Gudang ini butuh aku.” “Sejak pernikahan itu batal,” lanjut Lady Vareen, suaranya tetap tenang, “kau hampir tidak pernah kembali ke kastil.” Sebastian tidak menjawab. Ia menuang segelas anggur—batch lama, yang masih aman. Gerakannya terukur. “Kau tetap bagian dari keluarga ini,” kata Lady Vareen. “Dan keluarga tidak ditinggalkan saat sedang diawasi.” “Aku tidak meninggalkannya,” jawab Sebastian datar. “Aku menjaga apa yang tersisa.” Lady Vareen menatapnya lebih lama. Lalu, dengan nada yang tampak ringan namun disengaja, ia berkata, “Marcus sudah mulai bergerak.” Sebastian be

  • Pengantin Bangsawan Yang Kubenci   Nama yang Tak Berani Ditatap

    Avelinne masih membelakangi jalan ketika suara langkah sepatu berhenti tak jauh darinya. Tidak tergesa. Tidak ragu. Langkah seseorang yang tahu ke mana ia datang. “Avelinne.” Namanya jatuh di udara, jelas—terlalu jelas untuk pasar yang bising. Tubuh Avelinne menegang seketika. Ia tidak menoleh. Jari-jarinya merapatkan mantel lebih erat di dada, seolah kain itu bisa menyembunyikan sesuatu yang tak boleh terlihat. Nafasnya tertahan setengah detik terlalu lama, lalu dilepaskan perlahan, terkontrol. Sebastian berdiri beberapa langkah di belakangnya. Ia melihat punggung itu. Garis bahu yang ia kenal. Cara tubuh itu diam—bukan tenang, tapi menahan. Ia tidak mendekat. “Pasar ramai hari ini,” katanya datar. “Bagaimana gosip selalu lebih cepat dari kereta anggur.” Avelinne tetap diam. Sebastian melanjutkan, suaranya tertata, seolah ia sedang berbicara di ruang rapat, bukan pada perempuan yang pernah ia kenal lebih dekat dari siapa pun. “Aku diminta menarik batch yan

  • Pengantin Bangsawan Yang Kubenci   Ketika Benang Mulai Bersilangan

    Pagi datang lebih cepat di rumah Avelinne. Cahaya masih pucat ketika Avelinne mengikat rambutnya, sementara Elowen memasukkan keranjang ke dekat pintu. Mereka berencana berangkat lebih awal—sebelum matahari naik dan panas membuat pasar sesak. “Kalau terlambat sedikit saja, anggur segar tinggal sisa,” gumam Elowen. Avelinne mengangguk. Ia meraih mantel tipisnya—lalu berhenti. Ketukan terdengar di pintu. Bukan ketukan tetangga. Terlalu ragu, terlalu terukur. Osric berdiri di ambang pintu, mantel kerjanya belum sempat diganti. Wajahnya menunjukkan malam yang tidak benar-benar usai. “Ada yang terjadi?” tanya Avelinne tanpa basa-basi. “Gudang,” jawab Osric. “Pagi ini.” Itu saja sudah cukup membuat udara berubah. Ia menjelaskan singkat: inspeksi mendadak, segel lilin, keputusan Sebastian menghentikan distribusi. Kata-katanya tenang, tapi jeda-jeda kecil di antaranya berbicara lebih jujur daripada kalimat mana pun. Avelinne mendengarkan tanpa menyela. Seharusnya ia me

  • Pengantin Bangsawan Yang Kubenci   Saat Kekosongan Diperebutkan

    Gudang kembali bergerak, tetapi dengan irama yang pincang. Sebastian berdiri di ruang atas, menghadap halaman gudang yang mulai dipenuhi pekerja. Wajah-wajah yang sama, tangan-tangan yang selama ini ia percayai untuk menjaga nama Devereux—kini menunggu tanpa tahu apa yang akan diputuskan atas hidup mereka. Osric berdiri di sisinya. Tidak bicara. Tidak bertanya. Ia sudah cukup lama mengenal tuannya untuk tahu: saat Sebastian diam seperti ini, keputusan sudah diambil. Sebastian melangkah maju. Tidak ada panggung. Tidak ada upacara. Hanya suara sepatu di lantai kayu dan pagi yang masih setengah dingin. “Mulai hari ini,” katanya, suaranya jelas namun tanpa tekanan, “distribusi untuk batch terakhir dihentikan.” Beberapa kepala terangkat. “Fermentasi akan dikaji ulang. Gudang timur ditutup sementara. Produksi dipersempit sampai audit selesai.” Sunyi menyusul, berat dan kental. Ia melanjutkan, sama tenangnya. “Sebagian dari kalian akan dipulangkan lebih awal. Bukan karena

  • Pengantin Bangsawan Yang Kubenci   Segel yang Membiarkan Runtuh

    Malam telah larut ketika ruang kerja itu kembali sepi. Lampu minyak di sudut ruangan menyala rendah, cahayanya memantul di permukaan meja kayu yang penuh goresan lama. Peta kebun anggur terbentang di hadapan Sebastian, sudut-sudutnya ditahan pemberat besi. Beberapa laporan tergeletak tak beraturan—angka panen, catatan fermentasi, nama-nama pembeli yang kini ditandai tinta merah. Ia belum menyentuhnya sejak Osric pergi. Sebastian berdiri di dekat jendela tinggi. Di luar, halaman gudang tenggelam dalam gelap, hanya diterangi obor penjaga yang bergerak lambat. Bayangan mereka memanjang di tanah, lalu hilang lagi. Anggur busuk. Kata itu bergema di kepalanya—bukan sebagai bunyi, melainkan rasa. Asam. Menggerogoti. Ia tahu dari mana semua ini bermula. Masalah kecil. Terlalu kecil untuk sampai ke pasar bangsawan. Terlalu sempit untuk menjadi gosip kota. Hanya tiga orang yang pernah mengetahui retakan pertama itu. Dirinya. Osric. Dan Avelinne. Jarinya mengepal tanpa sadar.

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status