“Ayo cepat masuk!”
Jonathan datang menjemput Ivy di hotel dengan mobil mewahnya. Ivy pikir, setelah pria itu meninggalkannya, tidak akan datang untuk menjemputnya dan mengira akan mengutus Danny lagi. Namun, Ivy tidak menyangka jika Jonathan datang sendiri, bahkan menunggunya di depan hotel sampai dirinya keluar dari sana.
“Terima kasih karena sudah datang menjemput saya!” kata Ivy yang sudah duduk di mobil, tepat di samping Jonathan.
“Mulai hari ini kau adalah istriku. Ubahlah caramu bicara padaku. Jangan bicara terlalu formal seolah aku adalah atasanmu.” Jonathan tampak kesal dengan Ivy yang tidak bisa membiasakan dirinya bicara santai di depannya. Padahal ia sudah pernah mengingatkan Ivy untuk apa adanya.
“Sory, aku selalu lupa kalau aku tidak seharusnya bicara terlalu formal padamu.”
Jonathan tidak bicara lagi. Matanya pun kini memandang jalanan luar dibalik jendela. Sementara Ivy malah curi-curi pandang pada Jonathan. Tampang Jonathan yang dingin tak bersahabat, tak membuat Ivy membencinya. Sebab, meski Jonathan bermuka dingin seperti itu, Jonathan pernah membelanya. Ivy tak pernah melupakan kejadian ketika Jonathan datang ke butik menolongnya dan membawanya pergi dari tempat itu.
Jujur hatinya tergerak tapi itu hanya sekedar kekaguman semata pada Jonathan. Ia masih belum bisa melupakan perasaan cintanya pada Reno meski sudah dikhianati tapi itu tidak akan mengubah keputusannya untuk balas dendam. ‘Tunggu saja Reno. Aku akan membalasmu dan membuatmu menyesal karena membuangku.’
Mobil sampai di Kediaman Keluarga Graham. Pagar besi otomatis yang terbuka setelah bunyi klakson mobil serta rumah yang begitu mewah nan luas bagaikan istana, mampu membuat Ivy terkagum-kagum dengan istana kediaman Jonathan. ‘Pria ini memang benar-benar sangat kaya.’
Mobil berhenti di depan rumah, yang berjarak sekitar dua puluh langkah dari pintu rumah. Ivy dan Jonathan turun dari sana. Ada tiga pelayan yang berdiri menyambut kedatangan mereka. Salah satunya adalah kepala pelayan di sana.
“Selamat datang di rumah Tuan, Nyonya Muda!”
Merasa begitu dihormati, membuat Ivy tersenyum senang. Ia pun mengangguk kepada para pelayan itu sebelum kemudian masuk ke rumah.
“Kak Jo!” Seorang perempuan tiba-tiba berlari menghampiri Jonathan ketika Jonathan dan Ivy baru saja melewati pintu. Perempuan itu langsung memeluk Jonathan yang membuat Jonathan dan Ivy terkejut. Bahkan mata Ivy terbuka lebar melihat perempuan itu memeluk erat suaminya tapi Ivy sama sekali tak mengeluh ataupun menyingkirkan perempuan itu dari Jonathan. Padahal, Jonathan tampak risih.
Jonathan menoleh ke Ivy dan memberi kode pada Ivy untuk menarik perempuan itu pergi darinya. Ivy yang paham, lantas menarik paksa tubuh perempuan itu menjauh darinya. Dengan anggun, Ivy merangkul lengan Jonathan. Kemudian mengulurkan tangannya di depan perempuan itu.
“Hai Nona! Saya Ivy, istrinya Jonathan.”
Perempuan yang bernama Aneska itu sama sekali tak menerima perkenalan Ivy. Bahkan ia memalingkan wajahnya yang tak senang dengan Ivy. Ivy yang diabaikan merasa canggung hingga ia menarik kembali tangannya sembari tersenyum paksa.
‘Tidak apa-apa Ivy. Ini tidak ada apa-apanya dibanding yang sudah kulalui,’ batin Ivy.
Jonathan tidak ingin membuang waktunya dengan meladeni Aneska, kembali melangkah dan menaiki tangga bersama Ivy yang masih setia merangkulnya.
“Jadi Anda menikahiku untuk menjadikanku tameng?” tanya Ivy dengan suaranya yang pelan.
Jonathan tidak mengatakan apapun. Pria itu hanya melirik tajam pada Ivy yang malah tersenyum kepadanya. Sampai di kamar, Jonathan menyingkirkan tangan Ivy dari lengannya.
“Ini kamarku dan kamu akan tinggal di sini mulai hari ini tapi jangan sekali-kali menyentuh barang-barangku di kamar ini.” Setelah memperingati Ivy, Jonathan masuk ke kamar mandi karena sudah tak tahan untuk membersihkan tubuhnya. Semalam ia menemani Tavisa dan merasa lelah. Berendam di kamar mandi bisa mengembalikkan tenaganya lagi.
Sambil menunggu Jonathan selesai mandi, Ivy melihat-lihat ruangan di kamar itu. Kamarnya begitu rapi tapi tidak begitu banyak benda di sana. Puas melihat-lihat, Ivy duduk menunggu di sofa untuk bicara lagi pada Jonathan.
Sekitar dua puluh menit, Jonathan keluar dengan jubah mandinya. Ivy segera berdiri dari tempatnya dan langsung melihat Jonathan yang berdiri di depan kamar mandi sembari mengusap rambut basahnya.
“Kamu bilang, aku bakal tinggal di kamar ini tapi kamu melarangku untuk menyentuh barang-barangmu di sini. Kalau begitu, di mana harusnya aku meletakkan barang-barangku.” Ivy menunjuk kopernya yang ada di dekat pintu.
Jonathan melirik koper itu sebentar lalu beralih melihat Ivy. “Aku sudah menyediakan tempat untuk pakaianmu.”
Kemudian Jonathan melangkah masuk ke kamar gantinya. “Bawalah kemari pakaianmu!”
Dengan cepat, Ivy menarik kopernya ke ruang ganti pakaian. Di sana, ia melihat Jonathan berdiri di depan lemari putih yang begitu besar.
“Ini lemari yang sudah aku siapkan untukmu. Letakkan saja pakaianmu di sini!”
“Baik, terima kasih!” Buru-buru Ivy berjalan mendekat ke sana sembari menarik kopernya. Namun karena tidak hati-hati, Ivy sampai tersandung. Reflex Ivy menarik jubah mandi Jonathan hingga ia dan Jonathan pun sama-sama jatuh ke lantai.
Jonathan yang berbaring di bawah Ivy, terkejut dengan mata terbuka lebar ketika merasakan tangan Ivy meremas miliknya.
“Apa yang kau lakukan? Minggir!”
“Apa?” Saking kagetnya, Ivy sampai tak sadar dengan sesuatu yang ia lakukan pada Jonathan.
“Kau menekanku, brengsek!” Sungguh Jonathan kesal karena Ivy tidak cepat menyingkir darinya.
Ivy kaget mendengar teriakan Jonathan hingga ia cepat menyingkir dengan tangannya yang semakin menekan milik Jonathan.
“Ivy!” teriakan Jonathan semakin membuat Ivy terkejut, bahkan tampak ketakutan.
Dan melihat Jonathan memegang miliknya, membuat Ivy sadar dengan apa yang sudah dilakukannya pada Jonathan. Buru-buru Ivy berdiri dengan raut wajahnya yang merasa bersalah dan tak enak hati pada Jonathan. “Maaf! Aku nggak sengaja menyentuh itumu!”
Jonathan kesakitan gara-gara Ivy hingga ia tampak semakin marah melihat Ivy. Ditambah Ivy malah menunjuk miliknya dengan santai. Dengan berusaha menahan emosinya karena Ivy, Jonathan berdiri dari sana sembari memegang miliknya. “Kalau kau bukan perempuan, aku sudah membunuhmu. Dasar brengsek!”
Baru kali ini, Ivy melihat amarah Jonathan. Itu berarti Jonathan sungguh sangat marah gara-gara dirinya. Cepat-cepat Ivy menyusul Jonathan yang keluar dari ruangan itu untuk meminta maaf. “Jonathan, maafkan aku!”
Jonathan seketika menghentikan langkahnya lalu menoleh melihat Ivy dengan tajam, dan itu membuat Ivy makin takut hingga menelan salivanya. “A-aku minta maaf!”
“Jangan memanggilku dengan sebutan Jonathan! Perbaiki caramu bicara kepadaku, Ivy! Kau harus ingat, aku adalah suamimu. Paham!”
Ivy mangguk-mangguk. “Lain kali tidak lagi. Itu karena aku reflex. Aku …,”
Jonathan menghela nafas kasar mendengar Ivy bicara terus di depannya. Ia pun melangkah masuk ke kamar mandi, dan itu membuat Ivy semakin tak enak pada suaminya.
“Kenapa dia masuk lagi ke kamar mandi? Apa itunya berdiri karena aku? Ya ampun Ivy! Apa yang sudah kamu lakukan sih?”
"Perlu bantuan?" Ivy menawarkan diri untuk membantu Jonathan yang tengah sibuk memakai dasinya."Kita cuma berdua di sini. Kamu nggak perlu pura-pura menjadi istri yang baik."Ivy tulus ingin membantu Jonathan, tapi Jonathan malah menanggapi negatif maksud baiknya, mengira dirinya hanya pura-pura baik."Aku serius mau bantuin. Bukan karena pura-pura. Tapi kalau kamu nya nggak suka, ya udah." Ivy memilih meninggalkan Jonathan yang masih ada di kamar ganti. Ia menunggu suaminya di luar untuk turun sarapan bersama di bawah.Menit berikutnya, Jonathan keluar dan Ivy yang duduk di sofa, berdiri menghampiri Jonathan.Dengan tersenyum, Ivy merangkul lengan Jonathan. Jonathan langsung menatapnya dengan tajam."Kenapa melihatku seperti mau makan orang begitu? Apa karena kamu nggak suka aku rangkul begini? Bukannya kamu bilang, aku harus menunjukan di depan keluargamu hubungan mesra kita? Jadi istri soleha di depan mereka."Jonathan yang tadinya tak sadar dengan perjanjian mereka, akhirnya mengh
Ivy dan Jonathan sudah keluar dari rumah. Keduanya kini berada di mobil yang dikendarai oleh Danny."Ke mana kita akan pergi?" tanya Ivy yang tak tahu ke mana Jonathan akan membawanya."Besok malam kamu harus menemaniku ke pesta. Jadi hari ini kita akan ke butik untuk mencoba gaun untukmu. Setelah itu, aku akan mengantarmu ke lokasi syuting," jelas Jonathan datar."Lokasi syuting?" Kening Ivy mengerut bingung melihat Jonathan.Jonathan mengulurkan tangannya ke depan kantong kursi belakang yang diduduki Danny. Ia mengambil naskah yang ia simpan di sana. Lalu, naskah itu ia sodorkan pada Ivy. "Ini naskah film untukmu!"Ivy mengambilnya tapi ia masih bingung maksud Jonathan memberikannya naskah film. "Kenapa kamu kasih naskah film? Untuk apa?""Aku sudah janji padamu untuk membuatmu masuk ke dunia entertainment, dan membantumu menjadi artis terkenal seperti yang kamu inginkan."Ivy tidak terlalu fokus mendengarkan Jonathan bicara. Ia malah fokus membaca naskah yang diberikan Jonathan. Iv
Naomi tersenyum miring dengan ekspresi meremehkan Ivy. "Kayaknya kamu benar-benar sudah tidak waras Ivy. Sampai-sampai kau datang kemari dan mengaku sebagai peran utama kedua. Kau tahu, Sutradara Wong sudah punya orang untuk peran utama kedua dan itu jelas bukan kamu.""Nona Ivy!" seru Sutradara Wong yang berjalan menghampiri Ivy.Ivy tersenyum melihat Sutradara Wong. Dengan santainya, Ivy mendorong Naomi ke samping, menyingkirkan Naomi dari pandangannya, dan datang menyapa Sutradara Wong. Ivy pun langsung mengulurkan tangannya di depan Sutradara Wong. "Halo Tuan Wong!"Dengan ramah tanpa mengurangi senyumnya, Sutradara Wong ikut mengulurkan tangannya, berjabat tangan dengan Ivy. "Selamat bergabung Nona Ivy! Senang bertemu Anda dan saya menantikan pertunjukkan Anda."Walaupun Sutradara Wong ramah pada Ivy tapi Sutradara Wong adalah orang yang sangat tegas dan disiplin pada semua aktris dan aktornya. Ivy tahu itu."Saya yang paling senang bisa bekerja sama dengan Tuan Wong. Mohon bantu
Syuting berjalan lancar hingga selesai. Ivy yang memprediksi Naomi akan cari masalah dengannya, ternyata saudara tirinya itu menjadi kalem. Naomi hanya duduk santai di tempatnya jika bukan gilirannya. Namun, Naomi tetap mengabaikannya dan hanya mengobrol baik dengan kru di sana.Setelah pamit pada semua orang, Ivy keluar menunggu taksi di pinggir jalan. Namun, baru saja berdiri di sana, tiba-tiba sebuah mobil mewah berwarna putih, berhenti tepat di depannya. Ivy mengerutkan keningnya, heran dan penasaran melihat sosok pria asing keluar dari mobil. Bahkan Ivy kaget ketika pria itu membungkuk hormat di depannya."Selamat sore Nyonya. Saya Edy. Mulai hari ini, saya akan menjadi manajer Anda, juga sekaligus supir pribadi Anda. Apapun yang Anda butuhkan, bisa katakan pada saya. Saya bisa melakukan semua perintah nyonya.""Jonathan yang suruh kamu?" Ivy menebak bahwa yang mengutus orang ini untuk berada disisinya adalah Jonathan tapi ia bertanya karena hanya ingin memastikan tebakannya bena
Ivy yang baru saja dari kamar mandi, tak sengaja melihat Jonathan dibawa oleh perempuan asing. Ivy tidak ingin peduli karena menganggap bahwa perempuan itu adalah kenalan Jonathan. Terlebih lagi, ia dan Jonathan punya perjanjian untuk tidak saling ikut campur urusan pribadi. Namun, Jonathan pernah mengatakan padanya bahwa alasan ia menikah bukan hanya untuk menggantikan posisi tunangannya sementara. Melainkan salah satunya untuk menjadikannya tameng. Mengingat itu, membuat Ivy tak bisa menutup mata. Dengan tuntutan itulah, Ivy membalikkan badannya mendatangi Jonathan yang baru saja masuk ke sebuah kamar. "Aku nggak bisa diam aja," gumam Ivy sembari berjalan mendekati Jonathan.Sementara Jonathan kini berada di kamar. Namun, pria itu sadar bahwa ia dibawa oleh perempuan asing. Dengan kasar, Jonathan mendorong perempuan itu. "Brengsek! Menjauhlah dariku! Jangan sentuh aku!"Perempuan itu tidak mau menyerah. Ia kembali berdiri dan mengejar Jonathan yang berjalan keluar dari kamar itu da
Jonathan bangun lebih dulu. Ia duduk di pinggir kasur dengan kedua kakinya sudah menginjak lantai. Ia memegang kepalanya yang terasa begitu berat kemudian mengibas-ngibas kepalanya itu untuk meringankan sakit di kepalanya.Kemudian, Jonathan menoleh melihat Ivy yang masih tidur di belakangnya. "Ternyata dia masih perawan. Cih, pantas saja tunangannya mengkhianatinya."Bagi Jonathan, berhubungan intim ketika berpacaran adalah hal yang harus dilakukan untuk mempererat hubungan cinta keduanya. Jika tidak melakukan hubungan intim, bisa membuat hubungan mereka nantinya menjadi hancur seperti yang dialami Ivy.Itu menurut Jonathan yang berbeda prinsip dengan Ivy.Jonathan pun berdiri sembari memungut pakaiannya. Dengan langkah pelan, Jonathan masuk ke kamar mandi.Sekitar lima belas menit, Jonathan keluar dari sana dengan handuk yang melingkar dipinggangnya. Dan matanya langsung tertuju pada Ivy yang duduk di kasur dengan tangan menahan selimut yang menutupi hingga dadanya."Baru bangun?" t
Naomi marah karena rencananya untuk menjebak Jonathan semalam, gagal total. Ia melampiaskan amarahnya pada barang-barangnya di kamar. "Brengsek! Sebenarnya siapa wanita yang mengaku sebagai istri Jonathan dan menggagalkan rencanaku. Sialan!" teriak Naomi sembari melempar vas bunga ke dinding dekat pintu hingga nyaris mengenai Nyonya Sukma yang tengah membuka pintu kamar anaknya. "Astaga! Apa yang terjadi Naomi? Kamu sampai memecahkan vas bunga yang mama simpan di kamarmu!" kata Nyonya Sukma dengan ekspresinya yang terkejut melihat vas bunga miliknya hancur di lantai. Naomi tidak menjawab. Ia malah duduk di tepi kasur dengan amarah yang masih nampak diwajahnya. Melihat itu, membuat Nyonya Sukma khawatir hingga ia mendekati anaknya, lalu duduk di sebelah Naomi. "Kenapa? Apa kau mengalami kesulitan di lokasi syuting? Bukannya itu sudah beres Naomi?" tanya Nyonya Sukma. "Bukan itu Ma. Tapi, ini masalah semalam." "Kenapa dengan semalam? Apa Tuan Jonathan menolakmu sayang? Tidak mungk
Ivy dan Delino melakukan pemotretan bersama. Keduanya tampak kompak melakukan semua yang diperintahkan oleh sang fotografer. Bahkan karena kekompakan mereka berdua, para kru dan yang lainnya, saling berbisik, menganggap mereka adalah pasangan kekasih yang menjalin cinta jarak jauh. Terlebih si makeup artis yang melihat mereka berpelukan tadi di ruang make up, menceritakan semuanya hingga menambah keyakinan mereka tentang hubungan tersembunyi aktris baru dan aktor ternama itu.Selesai pemotretan, mereka bergantia pakaian dengan pakaian mereka sendiri. Di luar ruang ganti Ivy, Delino menunggu sahabatnya itu untuk makan siang bersama. Tak lama, Ivy keluar dengan dandanan sederhananya tapi tetap terlihat cantik dan menawan. Ya, bagi perempuan cantik blasteran seperti Ivy, memakai apapun akan terlihat cantik untuknya."Loh, kamu di sini. Aku pikir, kamu udah pulang." Ivy kaget melihat Delino ternyata menunggunya di luar. Ia pikir, bahwa Delino akan pergi karena kegiatannya yang terlalu sib