Share

Bab 6

“Ayo cepat masuk!”

Jonathan datang menjemput Ivy di hotel dengan mobil mewahnya. Ivy pikir, setelah pria itu meninggalkannya, tidak akan datang untuk menjemputnya dan mengira akan mengutus Danny lagi. Namun, Ivy tidak menyangka jika Jonathan datang sendiri, bahkan menunggunya di depan hotel sampai dirinya keluar dari sana.

“Terima kasih karena sudah datang menjemput saya!” kata Ivy yang sudah duduk di mobil, tepat di samping Jonathan.

“Mulai hari ini kau adalah istriku. Ubahlah caramu bicara padaku. Jangan bicara terlalu formal seolah aku adalah atasanmu.” Jonathan tampak kesal dengan Ivy yang tidak bisa membiasakan dirinya bicara santai di depannya. Padahal ia sudah pernah mengingatkan Ivy untuk apa adanya.

“Sory, aku selalu lupa kalau aku tidak seharusnya bicara terlalu formal padamu.”

Jonathan tidak bicara lagi. Matanya pun kini memandang jalanan luar dibalik jendela. Sementara Ivy malah curi-curi pandang pada Jonathan. Tampang Jonathan yang dingin tak bersahabat, tak membuat Ivy membencinya. Sebab, meski Jonathan bermuka dingin seperti itu, Jonathan pernah membelanya. Ivy tak pernah melupakan kejadian ketika Jonathan datang ke butik menolongnya dan membawanya pergi dari tempat itu.

Jujur hatinya tergerak tapi itu hanya sekedar kekaguman semata pada Jonathan. Ia masih belum bisa melupakan perasaan cintanya pada Reno meski sudah dikhianati tapi itu tidak akan mengubah keputusannya untuk balas dendam. ‘Tunggu saja Reno. Aku akan membalasmu dan membuatmu menyesal karena membuangku.’

Mobil sampai di Kediaman Keluarga Graham. Pagar besi otomatis yang terbuka setelah bunyi klakson mobil serta rumah yang begitu mewah nan luas bagaikan istana, mampu membuat Ivy terkagum-kagum dengan istana kediaman Jonathan. ‘Pria ini memang benar-benar sangat kaya.’

Mobil berhenti di depan rumah, yang berjarak sekitar dua puluh langkah dari pintu rumah. Ivy dan Jonathan turun dari sana. Ada tiga pelayan yang berdiri menyambut kedatangan mereka. Salah satunya adalah kepala pelayan di sana.

“Selamat datang di rumah Tuan, Nyonya Muda!”

Merasa begitu dihormati, membuat Ivy tersenyum senang. Ia pun mengangguk kepada para pelayan itu sebelum kemudian masuk ke rumah.

“Kak Jo!” Seorang perempuan tiba-tiba berlari menghampiri Jonathan ketika Jonathan dan Ivy baru saja melewati pintu. Perempuan itu langsung memeluk Jonathan yang membuat Jonathan dan Ivy terkejut. Bahkan mata Ivy terbuka lebar melihat perempuan itu memeluk erat suaminya tapi Ivy sama sekali tak mengeluh ataupun menyingkirkan perempuan itu dari Jonathan. Padahal, Jonathan tampak risih.

Jonathan menoleh ke Ivy dan memberi kode pada Ivy untuk menarik perempuan itu pergi darinya. Ivy yang paham, lantas menarik paksa tubuh perempuan itu menjauh darinya. Dengan anggun, Ivy merangkul lengan Jonathan. Kemudian mengulurkan tangannya di depan perempuan itu.

“Hai Nona! Saya Ivy, istrinya Jonathan.”

Perempuan yang bernama Aneska itu sama sekali tak menerima perkenalan Ivy. Bahkan ia memalingkan wajahnya yang tak senang dengan Ivy. Ivy yang diabaikan merasa canggung hingga ia menarik kembali tangannya sembari tersenyum paksa.

‘Tidak apa-apa Ivy. Ini tidak ada apa-apanya dibanding yang sudah kulalui,’ batin Ivy.

Jonathan tidak ingin membuang waktunya dengan meladeni Aneska, kembali melangkah dan menaiki tangga bersama Ivy yang masih setia merangkulnya.

“Jadi Anda menikahiku untuk menjadikanku tameng?” tanya Ivy dengan suaranya yang pelan.

Jonathan tidak mengatakan apapun. Pria itu hanya melirik tajam pada Ivy yang malah tersenyum kepadanya. Sampai di kamar, Jonathan menyingkirkan tangan Ivy dari lengannya.

“Ini kamarku dan kamu akan tinggal di sini mulai hari ini tapi jangan sekali-kali menyentuh barang-barangku di kamar ini.” Setelah memperingati Ivy, Jonathan masuk ke kamar mandi karena sudah tak tahan untuk membersihkan tubuhnya. Semalam ia menemani Tavisa dan merasa lelah. Berendam di kamar mandi bisa mengembalikkan tenaganya lagi.

Sambil menunggu Jonathan selesai mandi, Ivy melihat-lihat ruangan di kamar itu. Kamarnya begitu rapi tapi tidak begitu banyak benda di sana. Puas melihat-lihat, Ivy duduk menunggu di sofa untuk bicara lagi pada Jonathan.

Sekitar dua puluh menit, Jonathan keluar dengan jubah mandinya. Ivy segera berdiri dari tempatnya dan langsung melihat Jonathan yang berdiri di depan kamar mandi sembari mengusap rambut basahnya.

“Kamu bilang, aku bakal tinggal di kamar ini tapi kamu melarangku untuk menyentuh barang-barangmu di sini. Kalau begitu, di mana harusnya aku meletakkan barang-barangku.” Ivy menunjuk kopernya yang ada di dekat pintu.

Jonathan melirik koper itu sebentar lalu beralih melihat Ivy. “Aku sudah menyediakan tempat untuk pakaianmu.”

Kemudian Jonathan melangkah masuk ke kamar gantinya. “Bawalah kemari pakaianmu!”

Dengan cepat, Ivy menarik kopernya ke ruang ganti pakaian. Di sana, ia melihat Jonathan berdiri di depan lemari putih yang begitu besar.

“Ini lemari yang sudah aku siapkan untukmu. Letakkan saja pakaianmu di sini!”

“Baik, terima kasih!” Buru-buru Ivy berjalan mendekat ke sana sembari menarik kopernya. Namun karena tidak hati-hati, Ivy sampai tersandung. Reflex Ivy menarik jubah mandi Jonathan hingga ia dan Jonathan pun sama-sama jatuh ke lantai.

Jonathan yang berbaring di bawah Ivy, terkejut dengan mata terbuka lebar ketika merasakan tangan Ivy meremas miliknya.

“Apa yang kau lakukan? Minggir!”

“Apa?” Saking kagetnya, Ivy sampai tak sadar dengan sesuatu yang ia lakukan pada Jonathan.

“Kau menekanku, brengsek!” Sungguh Jonathan kesal karena Ivy tidak cepat menyingkir darinya.

Ivy kaget mendengar teriakan Jonathan hingga ia cepat menyingkir dengan tangannya yang semakin menekan milik Jonathan.

“Ivy!” teriakan Jonathan semakin membuat Ivy terkejut, bahkan tampak ketakutan.

Dan melihat Jonathan memegang miliknya, membuat Ivy sadar dengan apa yang sudah dilakukannya pada Jonathan. Buru-buru Ivy berdiri dengan raut wajahnya yang merasa bersalah dan tak enak hati pada Jonathan. “Maaf! Aku nggak sengaja menyentuh itumu!”

Jonathan kesakitan gara-gara Ivy hingga ia tampak semakin marah melihat Ivy. Ditambah Ivy malah menunjuk miliknya dengan santai. Dengan berusaha menahan emosinya karena Ivy, Jonathan berdiri dari sana sembari memegang miliknya. “Kalau kau bukan perempuan, aku sudah membunuhmu. Dasar brengsek!”

Baru kali ini, Ivy melihat amarah Jonathan. Itu berarti Jonathan sungguh sangat marah gara-gara dirinya. Cepat-cepat Ivy menyusul Jonathan yang keluar dari ruangan itu untuk meminta maaf. “Jonathan, maafkan aku!”

Jonathan seketika menghentikan langkahnya lalu menoleh melihat Ivy dengan tajam, dan itu membuat Ivy makin takut hingga menelan salivanya. “A-aku minta maaf!”

“Jangan memanggilku dengan sebutan Jonathan! Perbaiki caramu bicara kepadaku, Ivy! Kau harus ingat, aku adalah suamimu. Paham!”

Ivy mangguk-mangguk. “Lain kali tidak lagi. Itu karena aku reflex. Aku …,”

Jonathan menghela nafas kasar mendengar Ivy bicara terus di depannya. Ia pun melangkah masuk ke kamar mandi, dan itu membuat Ivy semakin tak enak pada suaminya.

“Kenapa dia masuk lagi ke kamar mandi? Apa itunya berdiri karena aku? Ya ampun Ivy! Apa yang sudah kamu lakukan sih?”

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status