"Perlu bantuan?" Ivy menawarkan diri untuk membantu Jonathan yang tengah sibuk memakai dasinya.
"Kita cuma berdua di sini. Kamu nggak perlu pura-pura menjadi istri yang baik."Ivy tulus ingin membantu Jonathan, tapi Jonathan malah menanggapi negatif maksud baiknya, mengira dirinya hanya pura-pura baik."Aku serius mau bantuin. Bukan karena pura-pura. Tapi kalau kamu nya nggak suka, ya udah." Ivy memilih meninggalkan Jonathan yang masih ada di kamar ganti. Ia menunggu suaminya di luar untuk turun sarapan bersama di bawah.Menit berikutnya, Jonathan keluar dan Ivy yang duduk di sofa, berdiri menghampiri Jonathan.Dengan tersenyum, Ivy merangkul lengan Jonathan. Jonathan langsung menatapnya dengan tajam."Kenapa melihatku seperti mau makan orang begitu? Apa karena kamu nggak suka aku rangkul begini? Bukannya kamu bilang, aku harus menunjukan di depan keluargamu hubungan mesra kita? Jadi istri soleha di depan mereka."Jonathan yang tadinya tak sadar dengan perjanjian mereka, akhirnya menghela nafas pelan, mencoba untuk tetap tenang menghadapi sikap Ivy. Karena jujur, Jonathan tidak terbiasa dan tidak suka disentuh oleh wanita lain selain Tavisa, kekasihnya.Jonathan membiarkan Ivy merangkulnya. Ia pun berjalan keluar bersama Ivy, menuruni tangga sembari Ivy merangkulnya layaknya pasangan harmonis. Mereka langsung datang ke ruang makan untuk sarapan bersama keluarga besarnya. Di sana, ada pamannya, Tuan Gandi Graham-adik mendiang ayahnya. Ibu kandungnya, Nyonya Selfia. Adik perempuannya, Salena. Adik sepupunya, Steven, adik tirinya, Cakra dan terakhir Nyonya Rukmana atau Amma Graham, sang nenek yang paling punya kuasa di rumah itu.Ivy yang menghampiri mereka, sedikit kaget melihat keluarga besar Jonathan di sana."Keluargamu banyak juga," bisik Ivy.Jonathan hanya melirik datar pada Ivy. Kemudian duduk bersama keluarganya. Ivy ikut suaminya. Wanita cantik berambut sebahu itu, membungkuk hormat di depan mereka semua. "Selamat pagi semuanya!"Untuk menunjukkan sikapnya sebagai menantu yang baik, Ivy harus menyapa mereka dengan sopan dan hormat. Meski sebenarnya tidak menjadi menantu mereka, Ivy juga harus bersikap sopan pada mereka.Nyonya Rukmana membalas dengan mengangguk tersenyum. "Duduklah!" titahnya kemudian.Meski Nyonya Rukmana pernah menjodohkan cucunya dengan wanita pilihannya tapi ia tetap merestui wanita pilihan Jonathan. Baginya yang penting Jonathan menikah. Berbeda dengan Nyonya Selfia yang melirik tajam pada Ivy karena tak suka."Terima kasih Nenek!" Ivy menarik kursi di samping Jonathan. Namun tiba-tiba saja Aneska datang dan merebut kursinya. Ivy mau membalas Aneska dengan menarik kembali kursinya tapi Ivy tak mau menunjukkan sikap arogannya di depan semua keluarga Jonathan. Akhirnya Ivy memilih duduk di sebelah Aneska, tapi ia sempat melirik tajam Aneska. 'Lain kali aku nggak akan mengalah padamu Nona,' batin Ivy.Aneska yang senang duduk di sebelah Jonathan, membantu Jonathan mengambil nasi ke piring pria itu."Hanya cantik, tapi tidak bisa melayani suami dengan baik, untuk apa? Hanya jadi benalu di keluarga ini." Tiba-tiba saja, Nyonya Selfia menyahut tapi wanita paruh baya itu tak memandang siapapun. Beliau bicara sambil asyik menikmati makanannya.Meski begitu, Ivy tahu siapa yang dimaksud Nyonya Selfia. Dengan sikap anggunnya, Ivy berdiri dari tempatnya lalu mendatangi suaminya. Di sana, ia mengambil lauk yang diberikan Aneska ke piring Jonathan lalu meletakkan lauk itu ke piring Aneska."Maaf Nona! Suamiku nggak boleh makan nasi kalau pagi begini. Dia cuma boleh makan sayuran aja. Lebih baik kamu yang memakannya." Walau kata-katanya menyinggung Aneska tapi Ivy tetap tersenyum ramah melihat Aneska.Jonathan tidak terbiasa makan sayuran sup jika pagi-pagi. Apalagi jika ada wortelnya. Pria itu hanya makan roti tawar saja. Ia pun melirik tajam ke Ivy. Namun karena harus menunjukkan keharmonisan hubungannya dengan Ivy di depan keluarga agar mereka semua percaya tentang pernikahannya, terutama sang nenek hingga Jonathan terpaksa menerima makanan pemberian Ivy."Terima kasih sayang!" Bahkan Jonathan tersenyum manis pada Ivy yang berdiri di sebelahnya.Ivy kaget melihat sikap romantis Jonathan. Yang sesaat lalu di kamar memarahinya dengan arogan dan menatapnya dengan dingin, kini pria itu malah tersenyum. Namun detik berikutnya Ivy sadar bahwa suami diatas kertasnya itu hanya berpura-pura."Sama-sama sayang!" Untuk mendukung keharmonisan mereka, Ivy ikut memanggil mesra Jonathan lalu duduk di tempatnya.Aneska hanya diam saja tapi tampak jelas diwajahnya yang tak senang melihat keromantisan kedua pengantin baru itu. Bibirnya cemberut, bahkan Aneska tak punya nafsu makan dan hanya mengaduk-ngaduk makanan di piringnya.Sementara Nyonya Selfia heran melihat anaknyaakan sayur. "Jo, tumben kamu mau makan sayuran. Itu kan bukan kebiasaan kamu di pagi hari?"Ivy kaget mendengar ucapan Nyonya Selfia. 'Gawat, aku nggak mikirin itu sebelum bertindak.'Jonathan malah tampak biasa saja. "Aku makan Ma."Ivy dan Jonathan sudah keluar dari rumah. Keduanya kini berada di mobil yang dikendarai oleh Danny."Ke mana kita akan pergi?" tanya Ivy yang tak tahu ke mana Jonathan akan membawanya."Besok malam kamu harus menemaniku ke pesta. Jadi hari ini kita akan ke butik untuk mencoba gaun untukmu. Setelah itu, aku akan mengantarmu ke lokasi syuting," jelas Jonathan datar."Lokasi syuting?" Kening Ivy mengerut bingung melihat Jonathan.Jonathan mengulurkan tangannya ke depan kantong kursi belakang yang diduduki Danny. Ia mengambil naskah yang ia simpan di sana. Lalu, naskah itu ia sodorkan pada Ivy. "Ini naskah film untukmu!"Ivy mengambilnya tapi ia masih bingung maksud Jonathan memberikannya naskah film. "Kenapa kamu kasih naskah film? Untuk apa?""Aku sudah janji padamu untuk membuatmu masuk ke dunia entertainment, dan membantumu menjadi artis terkenal seperti yang kamu inginkan."Ivy tidak terlalu fokus mendengarkan Jonathan bicara. Ia malah fokus membaca naskah yang diberikan Jonathan. Iv
Naomi tersenyum miring dengan ekspresi meremehkan Ivy. "Kayaknya kamu benar-benar sudah tidak waras Ivy. Sampai-sampai kau datang kemari dan mengaku sebagai peran utama kedua. Kau tahu, Sutradara Wong sudah punya orang untuk peran utama kedua dan itu jelas bukan kamu.""Nona Ivy!" seru Sutradara Wong yang berjalan menghampiri Ivy.Ivy tersenyum melihat Sutradara Wong. Dengan santainya, Ivy mendorong Naomi ke samping, menyingkirkan Naomi dari pandangannya, dan datang menyapa Sutradara Wong. Ivy pun langsung mengulurkan tangannya di depan Sutradara Wong. "Halo Tuan Wong!"Dengan ramah tanpa mengurangi senyumnya, Sutradara Wong ikut mengulurkan tangannya, berjabat tangan dengan Ivy. "Selamat bergabung Nona Ivy! Senang bertemu Anda dan saya menantikan pertunjukkan Anda."Walaupun Sutradara Wong ramah pada Ivy tapi Sutradara Wong adalah orang yang sangat tegas dan disiplin pada semua aktris dan aktornya. Ivy tahu itu."Saya yang paling senang bisa bekerja sama dengan Tuan Wong. Mohon bantu
Syuting berjalan lancar hingga selesai. Ivy yang memprediksi Naomi akan cari masalah dengannya, ternyata saudara tirinya itu menjadi kalem. Naomi hanya duduk santai di tempatnya jika bukan gilirannya. Namun, Naomi tetap mengabaikannya dan hanya mengobrol baik dengan kru di sana.Setelah pamit pada semua orang, Ivy keluar menunggu taksi di pinggir jalan. Namun, baru saja berdiri di sana, tiba-tiba sebuah mobil mewah berwarna putih, berhenti tepat di depannya. Ivy mengerutkan keningnya, heran dan penasaran melihat sosok pria asing keluar dari mobil. Bahkan Ivy kaget ketika pria itu membungkuk hormat di depannya."Selamat sore Nyonya. Saya Edy. Mulai hari ini, saya akan menjadi manajer Anda, juga sekaligus supir pribadi Anda. Apapun yang Anda butuhkan, bisa katakan pada saya. Saya bisa melakukan semua perintah nyonya.""Jonathan yang suruh kamu?" Ivy menebak bahwa yang mengutus orang ini untuk berada disisinya adalah Jonathan tapi ia bertanya karena hanya ingin memastikan tebakannya bena
Ivy yang baru saja dari kamar mandi, tak sengaja melihat Jonathan dibawa oleh perempuan asing. Ivy tidak ingin peduli karena menganggap bahwa perempuan itu adalah kenalan Jonathan. Terlebih lagi, ia dan Jonathan punya perjanjian untuk tidak saling ikut campur urusan pribadi. Namun, Jonathan pernah mengatakan padanya bahwa alasan ia menikah bukan hanya untuk menggantikan posisi tunangannya sementara. Melainkan salah satunya untuk menjadikannya tameng. Mengingat itu, membuat Ivy tak bisa menutup mata. Dengan tuntutan itulah, Ivy membalikkan badannya mendatangi Jonathan yang baru saja masuk ke sebuah kamar. "Aku nggak bisa diam aja," gumam Ivy sembari berjalan mendekati Jonathan.Sementara Jonathan kini berada di kamar. Namun, pria itu sadar bahwa ia dibawa oleh perempuan asing. Dengan kasar, Jonathan mendorong perempuan itu. "Brengsek! Menjauhlah dariku! Jangan sentuh aku!"Perempuan itu tidak mau menyerah. Ia kembali berdiri dan mengejar Jonathan yang berjalan keluar dari kamar itu da
Jonathan bangun lebih dulu. Ia duduk di pinggir kasur dengan kedua kakinya sudah menginjak lantai. Ia memegang kepalanya yang terasa begitu berat kemudian mengibas-ngibas kepalanya itu untuk meringankan sakit di kepalanya.Kemudian, Jonathan menoleh melihat Ivy yang masih tidur di belakangnya. "Ternyata dia masih perawan. Cih, pantas saja tunangannya mengkhianatinya."Bagi Jonathan, berhubungan intim ketika berpacaran adalah hal yang harus dilakukan untuk mempererat hubungan cinta keduanya. Jika tidak melakukan hubungan intim, bisa membuat hubungan mereka nantinya menjadi hancur seperti yang dialami Ivy.Itu menurut Jonathan yang berbeda prinsip dengan Ivy.Jonathan pun berdiri sembari memungut pakaiannya. Dengan langkah pelan, Jonathan masuk ke kamar mandi.Sekitar lima belas menit, Jonathan keluar dari sana dengan handuk yang melingkar dipinggangnya. Dan matanya langsung tertuju pada Ivy yang duduk di kasur dengan tangan menahan selimut yang menutupi hingga dadanya."Baru bangun?" t
Naomi marah karena rencananya untuk menjebak Jonathan semalam, gagal total. Ia melampiaskan amarahnya pada barang-barangnya di kamar. "Brengsek! Sebenarnya siapa wanita yang mengaku sebagai istri Jonathan dan menggagalkan rencanaku. Sialan!" teriak Naomi sembari melempar vas bunga ke dinding dekat pintu hingga nyaris mengenai Nyonya Sukma yang tengah membuka pintu kamar anaknya. "Astaga! Apa yang terjadi Naomi? Kamu sampai memecahkan vas bunga yang mama simpan di kamarmu!" kata Nyonya Sukma dengan ekspresinya yang terkejut melihat vas bunga miliknya hancur di lantai. Naomi tidak menjawab. Ia malah duduk di tepi kasur dengan amarah yang masih nampak diwajahnya. Melihat itu, membuat Nyonya Sukma khawatir hingga ia mendekati anaknya, lalu duduk di sebelah Naomi. "Kenapa? Apa kau mengalami kesulitan di lokasi syuting? Bukannya itu sudah beres Naomi?" tanya Nyonya Sukma. "Bukan itu Ma. Tapi, ini masalah semalam." "Kenapa dengan semalam? Apa Tuan Jonathan menolakmu sayang? Tidak mungk
Ivy dan Delino melakukan pemotretan bersama. Keduanya tampak kompak melakukan semua yang diperintahkan oleh sang fotografer. Bahkan karena kekompakan mereka berdua, para kru dan yang lainnya, saling berbisik, menganggap mereka adalah pasangan kekasih yang menjalin cinta jarak jauh. Terlebih si makeup artis yang melihat mereka berpelukan tadi di ruang make up, menceritakan semuanya hingga menambah keyakinan mereka tentang hubungan tersembunyi aktris baru dan aktor ternama itu.Selesai pemotretan, mereka bergantia pakaian dengan pakaian mereka sendiri. Di luar ruang ganti Ivy, Delino menunggu sahabatnya itu untuk makan siang bersama. Tak lama, Ivy keluar dengan dandanan sederhananya tapi tetap terlihat cantik dan menawan. Ya, bagi perempuan cantik blasteran seperti Ivy, memakai apapun akan terlihat cantik untuknya."Loh, kamu di sini. Aku pikir, kamu udah pulang." Ivy kaget melihat Delino ternyata menunggunya di luar. Ia pikir, bahwa Delino akan pergi karena kegiatannya yang terlalu sib
"Kamu cepat banget sih Ivy. Padahal baru jam tujuh malam, kamu udah mau balik aja. Biasanya kalau kita ketemu, kamu ngajak nongkrong dulu atau ngajak nonton film di bioskop." Kebiasaan mereka jika bertemu, mereka selalu menghabiskan waktu di cafe, nongkrong di bar atau dugem berdua sekedar untuk senang-senang sebelum kembali ke aktifitas mereka. Bahkan keduanya wajib nonton film dulu, baru pulang. Oleh sebab itu, Delino merasa heran pada Ivy yang tiba-tiba meminta izin untuk pulang. "Nonton filmnya lain kali aja soalnya aku benar-benar nggak bisa nemenin kamu. Aku punya kerjaan yang harus aku selesaikan dan aku nggak bisa kasih tahu kamu sekarang!" Ivy tidak bisa menceritakan pada Delino mengenai statusnya yang sudah menikah. Bukan karena Ivy tidak mau jujur tapi ia tidak punya kesempatan menceritakan semuanya pada Delino. "Nggak apa-apa Ivy. Ketemu kamu dan makan siang berdua sama kamu, udah buat aku bahagia banget. Kita masih punya hari lainnya Ivy karena aku bakal tinggal bebera