Share

Beruang Teddy Kecil

Warning.!

Masih ada banyak bawang yah gaes🤧

Mataku tidak bisa berhenti menatap wanita ber-syal merah ini. Ucapan-ucapanku sepertinya tidak terdengar olehnya ataukah ia sengaja tidak mendegarnya. Dia hanya terus menangis disampingku, bersama meratapi Adelia.

Mataku terus menatapnya keheranan sedangkan nafasku terus memburu dan tangis yang masih terus mengalir. Tatapan menyelidik ku berhenti saat melihat Boneka teddy yang telah turut bersimbah darah Adelia yang wanita ini gengam di tangan kirinya. Dengan cepat, aku menarik Boneka itu dari tangan wanita ber-syal merah ini dan dengan nada ketus aku bertanya sekali lagi kepadanya.

“Siapa kamu sebenarnya?” Ucapku di sela-sela tangisan.

“Maafkan saya Pak. Ini semua salah saya pak.” Ujarnya dengan wajah yang menunduk?

“Apa maksutmu. Jangan-jangan ka-,” Perkataan ku harus terhenti sebentar ketika mendengar mobil polisi yang melaju ke arah cepat kea rah kami.

Aku yang masih terus menatap wanita ini dengan wajah kesal pun membuang muka ketika beberapa orang polisi yang datang. 

“Permisi Mbak, kami boleh minta  keterangannya sebentar di kantor polisi.” Tanya seorang polisi berbadan gemuk kepada wanita ber-syal merah ini.

Sementara aku yang duduk pun langsung berdiri dan seorang polisi kembali bertanya kepadaku.

“Permisi Pak, Bapak juga boleh kami minta keterangannya di kantor polisi?” Tanya nya kepadaku yang mematung begitu saja.

“Tapi Pak, tolong bawa calon tunangan saya dulu pak,” Ucapku  penuh asa sambil menunjuk ke arah Adelia yang sudah tertidur kaku.

Baru selesai aku menyelesaikan ucapanku, mobil ambulans datang dengan cepat dan membawa tubuh Adelia ke dalam ambulans. Aku yang berdiri pun mencoba masuk ke dalam Mobil bersama Adelia. Namun, saat aku hendak masuk ke dalam, ada sebuah tangan yang menarik ku keluar.

“Mohon maaf Pak, anda harus ikut kami sebentar” Ucap lelaki berbadan gemuk berseragam cokelat.

“Bapak buta! Ini calon tunangan saya! Setelah membawanya ke Rumah Sakit saya akan menemui Bapak, tenang saja! Saya akan pergi ke sana dan memastikan semua yang terjadi.” Ucapku dengan nada tinggi dan kemudia menepis tangan Polisi yang memegang tangan kiriku.

Polisi itu rupanya hanya menganguk saja dan membiarkan aku pergi. Aku masuk ke dalam mobil dan duduk tepat disamping kanan dimana Adelia berbaring kaku. Mata ku kembali sembab karena pemandangan memilukan yang menyayat hatiku. 

Jas silver yang aku kenakan pun aku  lepas perlahan. Jas itu perlahan ku tutupi dada Adelia dengan tangan yang gementaran. Jujur aku sangat shock. Ini rasanya seperti mimpi panjang yang tidak tau kapan berakhirnya.

Perlahan ku jatuhkan wajahku di depan Adelia dan menagis sekencang-kencangya. Perlahan kukumpulkan semua kenagan pahit dan manis yang aku lalui bersama Adelia. Dan kini, pil pahit itu harus siap ku telah.

Drtt..drtt

Gawaiku bergetar namun aku  hiraukan. Beberapa menit lagi gawaiku kembali bergetar. Ku ambil gawaiku di saku celana dan mencoba memfokuskan pandanganku pada layar handphone. Disana bertuliskan “Papa”. 

Huuhh, aku menarik nafas panjang kemudian bermonolog sendirian. Kenapa pula Papa harus menelfonku di saat seperti ini. Akan kesulitan jika Papa tau kejadian ini. Aku yang telah lelah pun mencoba menetalkan situasi dan mencoba berbicara dengan Papa se-alami mungkin.

“Hallo..” Ucapku ketika mengangkat telefon.

“Kamu dimana sekarang?” Tanya Papa di seberang sana.

“Aku..Aku lagi di bandara Pa,” Jawabku dengan nafas yang masih memburu.

“Kamu ngak lupa sama janji kamu kan, Nak.” Ucap Papa perlahan namun penuh tanda tanya

“Ia-ia Pa. Aku ngaak lupa.?

“Yasudah, Papa tunggu kamu petang nanti. Nanty Papa kirim alamatya. Tapi ingat, jika kamu tidak datang bersama wanita kamu, Papa yang akan memilih untuk kami. Ingat itu” Tegas Papa.

“ia-ia ia Pak” Jawabku singkat dan dengan segera mengahkiri percakapan singkat itu.

Nafasku pun tersengal-sengal ketika mendengar ucapan Papa. Ku coba hebmbuskan nafas dengan perlahan namun, terasa sesak di dalam dada. Tangan ku kembali ku kepal dan perlahan ku cengkram kepaku yang terasa sakit hingga ke tulang.

Setelah beberapa menit perjalan akhirnya kami sampai di rumah sakit. Para perawat dan suster telah sigap menungu kami. Mereka menarik tempat tidur dan segera berlari ke IGD kemudia mereka masuk ke Icu. Aku pun melangkah cepat dan mengikuti mereka di samping Adelia. Namun saat mereka akan masuk ke ICU aku disuruh berhenti. Pandangan ku terus mengiringi mereka hingga mereka hilang satu-satu di balik pintu ICU. Sekarang aku hanya bisa memandang dari balik jendela kaca dan sesekali aku berdoa agar Tuhan sudi memberikan ku pertolongan. Setelah lama aku menanti tampaknya ada seorang Dokter menghampiri ku dan bertanya kepadaku.

“Permisi Pak, Bapak siapa nya korban jika kami boleh tau? Jawab dokter yang berdiri di hadapanku dengan memakai pakian pelindung lengkap.

“Saya Tunangannya Dok, gimana keadaannya Dok? Jawabku dengan mata berbinar-binar

“Sebelumnya saya mohon maaf. Tunangan Bapak telah meninggal dunia 30 menit yang lalu karena pendarahan yang hebat di bagian kepala, pak.” Tukas sang Dokter kepadaku

Aku yang telah mendengar perkataan D okter pun kaget dan seketika itu juga aku hilang kesadaran. Yah aku pingsan tepat setelah mendengar perkataan itu.

***

Kepalaku terasa memberat dengan denyut dimana-mana. Ku pijat perlahan pelipis dan mencoba memfokuskan pandangan di ruangan yang serba putih ini. 

Mataku membulat dan aku bangun ketika aku mengetahui diriku tidur nyenyak di salah satu kamar rumah sakit.

Aku segera turun dari ranjang dan menyibakan selimut yang membungkus tubuhku. Saat aku hendak membuka pintu, tiba-tiba seorang Mantri mnghampiri ku.

“Bapak mau kemana?” Tanya lelaki ini

“Dimana tunangan ku sekarang berada?” Tanyaku dengan wajah pucat pasi dan bibir mongering.

“Calon tunangan Bapak sudah kami mandikan dan siap untuk dikuburkan. Dan saya mau bertanya kepada Bapak tentang Tunangan Bapak harus dikebumikan dimana yah Pak? Dan apakah ada keluarga inti dari Almarhumah?” Tanya lelaki ini dengan lembut.

Aku yang mendengar pertanyaannya satu-satu pun mulai mencoba menjawab nya namun tangis ku telah terlebih dahulu keluar dengan sesukanya. Aku membalikan wajahku ke tembok dan menangis sejadi-jadinya dan memukul tembok dengan pelan. Nafasku memburu dengan cepat namun kembali lelaki itu bertanya padaku.

“Bapak..Pak,” Ucapnya sambil memukul pelan pundaku. Seketika juga aku tersadar dan kembali menetralkan emosi ku yang sudah menjadi-jadi.

“Ohya..mohon maaf. Sebenarnya calon tunangannya saya hanya memiliki saya artinya di sebatang kara. Orangtuanya telah meninggal 2 tahun lalu dan dia hanya punya saya. Tentang, dimana ia harus dikebumikan biarkan saya yang mengaturnya. Terimakasih Pak.” Jawabku dengan wajah lesu dan dengan nada serak.

***

Aku masih berdiri di samping kubur Adelia yang masih basah dengan isak tangisku. Melati-melati putih aku hamburkan di atas kuburnya dan Se-bucket Mawar tadi aku letakan di samping nisannya. Namun Teddy Bearnya aku sengaja membawanya pulang.

Sebelum pulang aku kembali ke kantor polisi. Mengingat, bahwa aku harus dimintai keteragan sebagai saksi. Sebelum aku masuk  ke kantor polisi. Aku menelfon sekretarisku, Delon. Aku hanya ingin memastikan bahwa sisa-sisa di TKP tadi sudah dibersihkan karena aku takut jika Ayahku mengetahuinya terlebih dahulu.

Tapi, syukurlah Delon sangat cepat bergerak hingga jejak sekalipun tak terlihat.

Setelah meghapus sisa-sisa air mata aku mencoba tegar dan memberanikan diri masuk ke dalam kantor polisi. Saat di dalam aku sengaja berdiri jauh dari pintu karena wanita ber-syal merah ini sedang dimintai keterangan. Dan wanita ini adalah awal mula malapetaka yang di hadapi Adelia hingga berujung maut. 

Wanita inilah yang membuat Adelia mengorbankan dirinya karena harus menolongnya. Seharusnya dia yang mati bukan Adelia,gumaku. 

Setelah lama menyimak perkataan wanita ini, ada yang menarik darinya. Pertama, wanita ini berkata jujur yang ke dua suaranya sama lembutnya dengan suara Adelia dan yang terakhir dia merasa bersalah. 

Aku hanya menghela nafas ketika dia terus menangis saat dimintai keterangan. Anehnya wanita ini siap untuk dituntut namun, polisi memberikan haknya kepadaku.

Menariknya lagi wanita ini terus merasa bersalah namun, aku yang hanya menatapnya pun mulai berpikir sejenak. Saat aku sedang berpikir gawaiku bergetar lagi. Ada sebuah notif pesan yang masuk. Kubuka pesan itu dan disana tertera alamat hotel yang sudah ayah persiapkan sebelumnya.

***

Jika dipikir-pikir wanita ini bisa aku manfaatkan juga sekaligus membalas dendam ku kepadanya dengan beberapa trik-trik kecil, gumamku. Aku harus membalaskan dendam atas kematian Adelia kepadanya bagaimanapun juga dia harus merasakan sakit ketika ditinggal orang yang disayangi. 

Seketika itu juga Zean menatap pundak wanita itu dengan tatapan hina dan senyuman sarkastik yang terlihat jelas dari rahangnya yang mengeras. Tatapan itu menyiratkan penghinaan juga pembalasan akan dendam dari sebuah permainan yang akan segera dimulai.

 

Bersambung*

Apakah yang sedang direncanakan Zean selanjutnya? Dan apakah wanita ber-syal itu turut terperangkap dalam permainan seseorang yang telah memendam dendam? 

Tunggu keseruan konflik berikutnya yah. Thx my readers lovyu.

  

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status