Share

Pengantin Bayaran
Pengantin Bayaran
Penulis: Avengelisha24

Detik-detik menuju pesta pernikahan

Pagi itu harusnya aku bergembira, mengeluarkan tetes air mata bahagia namun mengapa tetes-tetes kepedihan yang sedang menyayat-nyayat hatiku sekarang. Tak dapat lagi ku tahan batin yang meronta, ingin segera didengar ataukah hati yang sakit meminta untuk diobati. Seperti teriris-iris di dalam sana. Kehidupan ku, terpaksa harus menelan pil pahit demi menyelamatkan nama besar keluargaku.

Hari ini adalah sejarah terbesar dalam hidupku dimana sebentar lagi aku akan melepas masa lajang. Melepas semua mimpi-mimpi yang belum sempat ku wujudkan. Dan kini aku harus berani mengawali kehidupan yang belum pernah aku jalani sebelumnya. Kehidupan tentang bagaimana menjadi istri yang baik dalam status Pengantin bayaran. Namun, jangan tanya diriku bahagia meghadapi semua ini, yang ada hanyalah rasa sakit di hari bahagia menurut perkataan orang-orang.

***

Di dalam Ruang Pengantin

“Alea,” Suara lembut Naura membuyarkan lamunan Alea. “Nak, jika kamu belum siap akhiri saja.. Mama mendukungmu sayang,” Suara Mama memberat di akhir kalimat.

Aku yang sedari tadi duduk menghadap ke depan kaca, kini mulai memutar badanku ke arah Mama, “Maa, ngakk apa-apa aku senang kok,” Ucapku tersenyum

“Mama, tau kamu bohong nak. Kamu ngak bisa menipu Mama. Mama tau senyum itu. Itu bukan senyum bahagia Nak. Mama tau apa yang hati kamu rasaiin.” Ucap Mama yang mulai mengusap pelan wajahku.

Aku yang sedari tadi mendengar ucapan mama pun tak bisa menahan lagi. Tangis yang kubendung ketika harus menghadapi kenyataan pahit ini. Aku memeluk mama dan menangis sejadi-jadinya di bahu mama, dan mama hanya mengusap puncak kepalaku. Aku tau mama juga sedih namun Mama akan lebih sedih lagi jika mama harus menangis di hadapanku. Perlahan Mama menepuk bahuku dan memandangku, sementara tangan mama sibuk menghapus air mataku dan berkata kepadaku yang masih menitikan air mata.  

“ Jadi gimana sayang mau diputuskan atau dilanjutkan.,” Ucap Mama tersenyum kecil.

“Ngak Ma. Semua ini sudah ku pilih Maa, mau tak mau akan tetap kulanjutkan,” Ucapku menyakinkan Mama. Tapi, Syukurlah Mama gak tau, kalo sebenarnya ada sebuah perjanjian di balik pernikahan ini.

Mama mengehela nafas panjang yang terdengar berat itu sambil mengengam erat tanganku, Mama berkata. “ Sayang… Mama hormati keputusanmu namun- ( Suara mama terhenti), kamu harus ingat kalo ada masalah yang gak bisa kamu selesaikan sendiri, segera kasih tau Mama yah Nak. Karena bagaimanapun Mama juga punya hak atas kebahagiaan kamu.”

“Iya Maa.” Tanganku merangkul pinggang Mama yang ramping.

“Ya sudah. Mama tunggu kamu di luar yah. Harus cantik yah, anak Mama.” Tukas Mama sembari menepuk pundaku.

“Ia Maa. Mama juga cantik kok” Ucapku di sela-sela tangisan. 

***

Dalam ruangan pengantin sebesar ini, aku hanya terpaku membisu di depan kaca sambil menepuk-nepuk wajah yang masih membengkak akibat tangis tadi. 

Sementara periasnya sudah menunggu di belakangku untuk merias wajahku. Aku meliriknya dan mempersilahkan dia merias wajah mungilku ini.

“Tara” Ucap Mbak berambut pirang yang tidak lain adalah Mbak keket. Mbak keket sangat antusias merias wajahku. Menurutnya aku mempunyai wajah yang unik, seperti orang-orang Belanda. Namun aku yang mendengar semua gurauannya pun hanya tersenyum padanya. Lantas tak punya minat untuk membalas satu-satu perkataanya. Nyatanya Mbak Keket ini memang pandai bersosial. Contohnya aku yang baru dikenal sudah diajak Haha Hihihi bareng. Dasar Mbak Keket-Mbak Keket.

***

Setelah sejam berlalu, Mbak keket berhasil meriasku. Jujur, sejak awal aku tak minat namun karena dia merias dengan sangat rapi juga menarik membuatku sangat puas. Tak ada kesan menor namun yang Mbak keket berikan adalah sentuhan yang sangat minimalis namun begitu memukau. Ku pandang wajahku di kaca. Melihat kesana-kemari garis wajahku yang nyaris tak terlihat. Bahkan jerawat-jerawat kecil pun seolah menghilang.

“ Wah, ini sempurna Mbak.” Ucapku bersemangat.

“Hehehe. Syukurlah kalo Si Neng Cantik sukak.” Jawab Mbak Keket.

Sambil tersenyum Alea berkata “Iya Mbak aku puas banget.” 

“Wah. Akhirnya Neng cantik senyum juga. Dari tadi Mbak keket hanya lihat Mbak dengan tatapan sedih ajah. Syukurlah Keket udah berhasil, tinggal laporin ajah deh.” Tukas Mbak Keket dengan senyuman kemenangan.

“Apasih Mbak. Kalo tadi mau lihat aku senyum, Mbak tinggal ngomong ajah tadi. Dasar Mbak Keket.” Jawab Alea.

“Iya..Iya Neng. Yaudah Neng siap-siap yah. Mbak juga mau siap-siap mau ikut acara Neng cantik, semangat yah.”   Ucap Mbak Keket, sambil pergi meninggalkan aku sendirian.

***

Gini yah caranya. Atau dimasukin seperti ini yah. Mungkin kaya gini, Batin Alea. Sementara  Alea merlirk Ball down Dress berwarna putih dengan motif bunga Daisy yang telah berbalut di tubuh rampingnya. Seharusnya di ikat seperti ini sih, tapi kok kenapa tali-tali ini gelantungan keluar yah? Pikir Alea. Huuh…, Kalo aku tau serumit ini’'.., aku pasti akan minta bantuan Mbak keket. Duhh gimana yah.

Alea semakin bingung dengan situasi yang sedang dialaminya sekarang ini. Dress yang sudah dikenakannya membuat kepalanya makin pusing. Lantas, dua buah tali dari dress yang ia kenankan ini, tak tau harus diletakan dimana. Sementara Alea mondar-mandir, terdengar suara ketukan dari balik pintu.

Tokk..tok

“Permisi.” Ucap suara bariton dari balik pintu sambil tangganya membuka pintu dengan perlahan.

Alea hanya bengong, saat mengetahui Zean masuk ke dalam kamarnya. Wajah Alea yang terlihat bingung mulai kembali ke keadaan semula. Alea meneguk air liur perlahan-lahan karena terkesima dengan pemandangan yang baru saja ia lihat. 

Yah Zean. Zean Mark Maximillian, laki-laki dingin yang akan menjadi suaminya dalam beberapa jam kedepan. Kali ini Zean sangatlah memukau, apalagi dia terlihat sangat tampan dan juga keren ketika menggunakan Jas putih design khusus dari Korea. Jas yang zean kenakan itu sanggatlah pas di tubuhnya, sehingga tubuh kekar Zean terlihat. Pemandangan itu membuat mata Alea tak berkedip beberapa detik.

“Ehem.” Zean berdehem.

Seketika suasana kembali menjadi kikuk. Alea yang sedari tadi menatap Zean kini mulai tertunduk malu. Tak ada inisiatif dari Zean maupun Alea untuk membuka percakapan. Kini Alea hanya tertunduk sambil memainkan jari tangganya, sedangkan Zean hanya berjalan-jalan disekeliling ruangan sambil melihat-lihat. Setelah beberapa menit berlalu, Zean akhirnya membuka suara.

“Apakah kamu sudah siap?” Tanya Zean tanpa memandang Alea.

“E-hhm, seharusnya sudah siap dari tadi tapi-“ Ucap Alea yang di potong Zean.

“Tapi apa maksutmu?” Tanya Zean kembali pada Alea dengan tatapan menyelidik.

“Tapi ini,” Tangan Alea mengangkat Ke dua tali dan menyodorkan ke arah Zean.

“Kenapa memangnya?” Tanya Zean lagi.

“Ini, aku gak tau harus letakan dimana lagi?” Ucap Alea dengan Wajah tertunduk

“Ya sudah biar aku saja. Aku tau dimana harus diletakan.” Kata Zean sembari berjalan mendekati Alea.

“Ahh biar saya saja. Kamu cukup kasih tau ajah.”Ucap Alea tergesa-gesa.

Namun sayang, perkataan Alea tak dihiraukan oleh Zean. Kini Zean sudah berdiri tepat di hadapan Alea yang sedang mematung. 

“Permisi.” Ucap Zean yang kemudian tangannya mulai mengambil ke dua tali lalu mulai mengamati, dimana kira-kira ia harus meletakan tali tersebut di posisi yang tepat. Setelah beberapa menit Zean berpikir akhirnya zean mendapat Ide. Zean yang sedari tadi berdiri kini, mulai membungkuk dan tangannya perlahan melingkar di pinggang Alea. 

Alea hanya diam saja ketika tangan Zean mengikat ke dua tali dengan membentuk simpul pita. Tangan Zean begitu lincah kesana kemari saat menyentuh pinggang Alea. Alea hanya diam saja sementara ia merasakan geli di bagian pinggangnya karena, ini adalah kali pertamanya disentuh seorang laki-laki.  

“Bagaimana menurutmu? Ucap Zean sambil menuntun tubuh Alea mengarah ke depan cermin.

Alea tidak menjawab pertanyaan Zean malah memilih memandang Zean dari cermin dengan tatapan kosong.

“Oh.. Maaf.” Ucap Zean sambil mengangkat tanganya dari pundak Alea.

Alea hanya menganguk dan memilih diam saja. Sementara Zean yang berbalik kemudian pergi begitu saja tanpa berpamitan kepada Alea.

“Huhhh” Alea membuang nafas kasar. Sambil menutup matanya perlahan dan berharap hari yang melelahkan ini segera berlalu.

***

The white house, gedung termewah di kota Zue menjadi pilihan kedua keluarga besar untuk melangsungkan pernikahan ke dua putra dan putri mereka yaitu Zean dan Alea. Di dalam gedung The white house, Zean dan Alea memilih suasana taman dengan Pemandangan pantai di pesisir kota Zue yang sangat memanjakan mata bagi siapa saja yang datang dan menikmati keindahannya. Mereka berinisiatif agar semua tamu bahkan mereka berdua boleh merasa nyaman saat berada di alam terbuka daripada di dalam gedung yang akan membuat penggap.

Satu jam lagi, pernikahan mereka akan dilangsungkan. Zean dan Alea telah siap dan menunggu waktu untuk  mereka berdua dipanggil.

Di dalam ruangan yang berbeda , Alea hanya duduk sambil menatap cermin sedangkan Zean sedang berdiri menatap cahaya matahari yang akan berubah menjadi cahaya senja. Zean mengingat kekasihnya yaitu Adelia. Seorang wanita yang ia cintai itu ternyata sangatlah menyukai senja.

Masing-masing dari Zean dan Alea sama-sama terbenam dalam hal yang sama. Kehampaan, itulah yang mereka rasakan. Zean merasakan ada yang hilang darinya yaitu rasa cintanya sedangkan Alea kehilangan dirinya yang sebenarnya hanya untuk membahagiakan ke dua orangtuanya.

“Benar-benar terasa hampa” Kata-kata yang di ucapkan Alea. Tidak disangka itu juga adalah kata yang sama yang diucapkan oleh Zean saat ini. Kalimat itu menjadi saksi untuk mewakili perasaannya mereka berdua saat ini.

Tok..tokk

Alea memandang suara ketukan dari balik pintu. Alea masih diam saja ketika seorang wanita membuka pintu dan berkata kepadanya.

“Silahkan Mbak sudah waktunya.”

Hal yang sama juga didapat oleh Zean. Kini Zean sedang menunggu Alea di depan pintu kamarnya dengan tangan yang dimasukan di dalam saku celana.

Alea segera menyadari perihal panggilan dari seorang wanita berbaju putih itu. Kembali Alea menarik nafas panjang sebelum Alea meninggalkan kamarnya.

***

Kleek…

Pintu terbuka dan kini Alea menyadari sosok Zean yang sedang berdiri di samping pintu kamar dengan kaki yang bersilang dan tangan yang dimasukan ke dalam saku celana. Alea hanya menatap Pemandangan yang sangat indah itu namun, Alea kembali menyadari bahwa jauh dari permintaan ke dua orang tua mereka, Alea tetaplah pengantin bayaran di mata Zean.

***

Zean kini mengetahui kehadiran Alea. Hanya lirikan mata Zean saat Alea disampingnya. Tak lama setelah Alea menarik gagang pintu, Zean mulai perlahan bergeser ke arah Alea dan menyodorkan tangan kanannya, mengisyaratkan agar Zean mengandeng tangan Alea. Alea menaruh tangannya dalam gandengan Zean dan berjalan melewati anak tangga tanpa senyuman yang terukir di wajah mereka.

Saat mereka hamper menginjak anak tangga yang terakhir, Zean memilih untuk membuka obrolan singkat dengan Alea.

“Aku harap kamu dapat membantuku, setidaknya dengan senyuman. Boleh?” Ucap Zean berbisik

“Yah..itu pasti. Aku akan membantumu, jangan merasa sungkan” Bisik Alea dengan  nada Suara yang memberat di akhir kalimat.

“Baiklah. Kalau begitu mari kita mainkan peran kita masing-masing tapi ingat jangan melibatkan perasaan.” Ucap Zean dengan senyuman sakrsastik.

 

Bersambung….

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status