Apa yang kaupikirkan, Anna? Gadis itu menggerutu di dalam hati.Silvia yang duduk di sebelahnya telah beberapa kali melirik sang nyonya. Dia bahkan telah hapal mantra yang telah diucapkan Anna berulang kali. Rasanya kalimat demi kalimat itu sekarang menempel di otaknya seperti selebaran yang disebar di tiang-tiang listrik sepanjang jalan kota.Perubahan warna di wajah Anna jelas terlihat, antara marah, malu dan ekspresi tidak dikenal lainnya. Silvia mengamati dengan seksama bagaimana alis nyonya muda itu berkerut, kemudian mengendur, lalu berkerut lagi dalam beberapa detik. Dia jelas sedang memikirkan sesuatu.Menurut Silvia, tuan dan nyonya memang memiliki pribadi yang bertolak belakang. Satunya ceria, yang lain kerap menyerupai patung es. Anna meledak-ledak, sedangkan Felix memiliki ketenangan mematikan. Tapi keduanya, entah kenapa, terlihat serasi bagi Silvia.Tiba di depan universitas, hari masih terlalu pagi. Tidak banyak mahasiswa yang berseliweran. Hanya beberapa penjaga keaman
Semua menunggu Felix mengatakan sesuatu. Keheningan menegangkan menyelimuti ruang makan.Adam tidak mengerti bagaimana keberanian bisa tumbuh sangat cepat pada diri Anna. Awal bertemu dengan gadis ini, meski dia mengatakan sesuatu yang konyol, Anna masih terlihat takut pada Felix. Dia bahkan menghindari bertatapan mata dengan cucunya. Hari ini dia tampaknya tidak takut mati saat berbicara tentang Felix langsung di depan hidungnya.“Kau harus bekerja lebih keras lagi untuk membuatku bangkrut.” Felix meraih cangkir kopinya lalu meneguk isinya hingga tandas. Gerakannya terlihat santai.Itu sama sekali bukan respon yang diharapkan Anna. Dia tersenyum dalam kebingungan, mencoba memahami maksud di balik kata-kata datar itu. “Sayang, apa maksudmu?”“Notifikasi bank, sangat kekanak-kanakan. Kau mempermalukanku dengan banyak transaksi murah itu.” Mata gelap Felix bertemu mata cerah Anna. Seperti ada magnet yang membuatnya tak bisa menarik diri. Pandangan itu berlangsung lebih lama dari yang se
Anna baru terbangun keesokan harinya. Dia tertidur pulas sepanjang malam tanpa mandi dan melupakan Garret yang menunggunya di ruang makan. Begitu membuka mata,dia menemukan langit-langit kamar yang tinggi dan masih merasa asing. Sinar matahari pagi sudah menerobos masuk melalui tirai tebal yang tidak sempat dia tutup rapat semalam.Dia tidak di kamar sempitnya lagi. Ranjang ini terlalu besar untuk tubuhnya yang kecil. Bahkan jika dia merentangkan kedua tangannya, ujung jarinya tidak akan mencapai tepi kasur.Kali ini otaknya bekerja lebih cepat dari kemarin. Dia ingat kalau sekarang dirinya adalah nyonya Harrington, istri dari orang terkaya di kota Lumora.Dan dia mengabaikan beberapa peringatan Felix. Dia tidak sempat mandi semalam. Dia juga naik ke ranjang pria itu. Anna merasa malu karena tidur di tempat tidur seorang pria meski status pria itu sekarang adalah suaminya. Mereka masih orang asing. Tapi Anna terlalu mengantuk semalam untuk memikirkan hal seperti itu.Ternyata kelelah
Setelah diingatkan, Anna baru menyadari kalau perutnya belum diisi. Rasa lapar yang ditahannya sejak siang tadi tiba-tiba menyerang dengan hebat. Dia langsung melupakan apa yang ingin dia katakan kepada Adam.“Kau benar, aku belum makan malam.” Anna bangkit dari kursinya dengan gerakan yang agak terhuyung. Tubuhnya terasa berat setelah setengah hari berburu barang murah. “Aku akan pergi mandi sebentar. Kakek, kita akan melanjutkan pembicaraannya besok. Kau bisa berbagi rahasia apa pun denganku.”Begitu Anna meninggalkan mereka, Adam langsung merasa lega. Napasnya yang tertahan sejak tadi akhirnya bisa dia keluarkan dengan bebas. Dia sempat gugup sebentar tadi ketika gadis itu mulai menanyakan hal-hal yang sulit dijawab. Kini, dia harus memikirkan jawaban yang akan diberikannya nanti kalau-kalau gadis itu kembali mengungkitnya.“Tuan, kau baik-baik saja?” Garret bertanya dengan nada khawatir, memastikan perasaan tuannya. Dia telah memperhatikan perubahan raut wajah Adam sejak pembicar
Setelah proses pembayaran selesai, Anna melenggang pergi dari Cloud diikuti dua orang, Silvia dan Erick. Tangan mereka bertiga dipenuhi tas belanjaan. Erick bahkan harus memanggil supir untuk ikut membantu membawakan.Silvia bersyukur pada Tuhan, Anna tidak melanjutkan perburuannya ke toko lain. Ini sudah lewat waktu makan malam. Semua orang merasa lelah dan kelaparan. Tapi dia tidak berani memberi ide untuk pergi ke restoran karena khawatir Anna akan tergoda untuk masuk ke toko lainnya dan hanya akan pergi ketika mall benar-benar tutup."Nyonya, haruskah kita pulang sekarang?" Silvia bertanya dengan nada penuh harap."Tentu saja. Aku sudah selesai berbelanja." Anna menjawab sambil terus melangkah ke arah pintu keluar.Beberapa barang dijejalkan ke mobil Erick setelah berdebat selama beberapa menit. Anna khawatir Erick akan membuang barang-barang belanjaan itu atas perintah Felix. Tapi akhirnya mereka sepakat untuk membagi dua barang belanjaan tersebut. Meski ada rasa tidak puas, Anna
Felix sudah tiba di restoran dengan seorang supir dan pengawalnya yang lain saat notifikasi dari bank terus berbunyi tanpa henti. Suara ting yang berulang-ulang membuat dia mengeluarkan ponsel dari saku mantelnya dengan sedikit kesal.Ada sekitar lima puluh lebih transaksi dalam jumlah kecil yang masuk. Semua ditampilkan dalam deretan daftar yang panjang Yang lebih memusingkan, semuanya berasal dari toko yang sama.“Tiga puluh lima dollar, tujuh puluh sembilan dollar, seratus dua puluh dollar...” Felix membaca satu per satu sambil menaikkan alis.Apakah gadis itu bermaksud mengerjainya? Dia sudah bersiap-siap untuk marah, tapi kemudian melihat total keseluruhan transaksi tidak lebih dari lima ribu dollar.Felix terkekeh sendiri. Ini sangat menarik. Gadis itu bersusah payah melakukan ini hanya untuk membuatnya kesal. Tapi entah kenapa justru membuatnya tertawa. Seperti sedang menonton permainan anak kecil yang berusaha membuat orang tuanya kesal dengan membeli permen terlalu banyak.