MasukMendengar ucapan Dorothy, Anna langsung menghentikan langkah. Dia berbalik dan menghadap pada gadis itu. Wajahnya dipenuhi kemarahan.
“Siapa yang kau maksud jalang kecil?” Anna menyingsingkan lengan dressnya, siap bertarung. Biasanya dia hanya mengenakan kaus dan jeans. Hari ini dia menggunakan baju ini karena tidak ada pilihan lain. Dia juga tidak sempat menggantinya tadi saat pergi ke apartemennya. Gadis Dorothy ini tidak pernah berhenti mengganggunya. Alasannya terlalu tidak masuk akal. Hanya karena beberapa pria muda mengikuti Anna dan salah satunya adalah Thomas Blake, senior yang paling diminati setengah penghuni universitas berkelamin perempuan. Semua tahu jika Dorothy telah mengikuti Thomas sejak awal semester. Tapi pria muda itu malah mengarahkan pandangan pada Anna. Hal itu tentu saja tidak bisa diterima oleh nona muda yang sombong ini. Dia merasa lebih baik dilihat dari sisi mana pun. Lagi pula, Anna hanyalah seorang mahasiswi yang mengandalkan beasiswa dari universitas, seorang gadis miskin yang tidak memiliki kualifikasi untuk dibandingkan dengan Dorothy. Dorothy tertawa jijik. “Apa perlu diulangi lagi? Tentu saja itu kau. Kau sudah merayu banyak pria di kampus ini. Kau tentu saja melakukannya di luar sana. Kalau tidak, dari mana baju bagus yang kau kenakan? Aku penasaran, seperti apa pria yang sudah membelimu?” Dia sempat melihat mobil SUV yang menurunkan Anna dan temannya. Tidak banyak orang yang bisa memiliki mobil dengan tingkat keamanan secanggih itu. Apakah itu seorang pria kaya berumur? Dorothy penasaran. Suara gadis itu sengaja ditinggikan. Jelas ingin mempermalukan Anna. Beberapa orang segera tertarik. Mereka menghentikan langkah di dekat gadis-gadis itu. “Dan siapa gadis asing ini? Kami tidak pernah melihat sebelumnya. Apa kau mengenalnya di sebuah kelab malam?” Gadis di sebelah Dorothy ikut bicara, mengikut sertakan Silvia dalam perseteruan ini. Mereka adalah sekutu dalam kejahatan yang mungkin dilakukan gadis-gadis kaya pada gadis lainnya yang dianggap rendah. Mereka terbiasa melakukan apa saja untuk kesenangan meski itu berarti dengan menyakiti orang lain. Sebelumnya Anna cukup murah hati untuk tidak menjambak rambut pirang Dorothy karena khawatir dengan beasiswanya. Keluarga Langford telah menjadi salah satu donatur tetap bagi universitas bersama beberapa keluarga lainnya. Anna juga mengetahui jika dua teman Dorothy yang lain memiliki nama keluarga yang cukup berpengaruh di belakang mereka. Dia masih memiliki akal sehat untuk tidak membuat keributan dengan gadis-gadis ini. Namun, kali ini Dorothy telah melewati batas kesabaran yang dimiliki Anna dengan tuduhan kejinya. Tidak bisa dibiarkan. Dia tidak peduli resikonya. “Jadi, kenapa kalau aku merayu pria-pria? Apa kau merasa tersaingi? Ke sini kalau kau berani. Jangan hanya bicara. Ayo bertarung!” Anna merasa sia-sia membantah. Orang-orang seperti ini tidak menggunakan otak sama sekali. Mereka meninggalkannya di toilet saat pergi ke luar rumah. “Nyonya, biarkan aku yang menyelesaikan ini.“ Silvia di sebelah Anna berbicara dengan suara rendah, mencoba menghalangi gadis itu. Jika mereka sampai berkelahi dan nyonya muda ini terluka, dia akan dibunuh oleh tuannya. “Ah, benar. Apa kau akan membunuh mereka untukku?” Karena emosi, Anna melupakan Silvia sebagai pengawalnya. Tentu saja gadis ini akan melakukan segala cara untuk melindunginya. Wajah Silvia tampak datar saat berkata, “Jika situasinya mengharuskan, saya akan melindungi Nyonya dengan taruhan nyawa.” “Itu bagus!” Anna melangkah mundur. “Bunuh mereka untukku. Aku kesal harus melihat mereka setiap hari di kampus ini.” Saat Anna mengatakan itu, tiga gadis yang menjadi lawannya bisa mendengar. Mereka terdiam sebentar untuk mencerna ucapan Anna. Tapi meski mereka memikirkannya seribu kali pun, tetap saja itu terdengar tidak masuk akal. Serentak mereka tertawa terbahak-bahak. “Jangan konyol. Kau bicara seperti mafia saja. Bunuh apa? Kau bahkan tidak akan bisa merusak sehelai rambutku pun.” Dorothy mendengus penuh penghinaan. “Sedikit saja kau menyentuh kami, aku pastikan kau akan mendekam di penjara selama mungkin.” Teman Dorothy yang lainnya kini juga bicara. Silvia maju hingga berjarak hanya tiga langkah dari Dorothy. “Nona, sebaiknya kalian pergi jika tidak ingin menyesal. Asal kalian tahu, dia sekarang adalah nyo—“ Ucapan Silvia langsung dibungkam oleh Anna yang membekap mulutnya dengan tangan. Tampaknya Silvia bukan pembicara yang bisa diandalkan. Siapa yang akan percaya jika Anna sekarang adalah isteri dari Felix Harrington yang terkenal? Walaupun mereka percaya, Anna juga tidak ingin dihubungkan dengan pria menakutkan itu. Dia menghadapi gadis-gadis itu setelah mendorong Silvia ke belakangnya. Rupanya dia harus turun tangan sendiri. “Jangan main-main dengannya. Dia adalah nyonya muda Harrington, isteri Felix Harrington. Sebaiknya khawatirkan diri dan keluarga kalian jika berani mengusiknya.” Anna memberitahu Dorothy dan kawan-kawan tentang identitas Silvia. Dia melemparkan identitasnya pada sang pengawal.Felix berdehem pelan sebelum melanjutkan kalimatnya. Nada suaranya terdengar santai namun cukup keras untuk didengar beberapa meja di sekitar mereka."Hari ini kita kedatangan tamu seorang aktor dari luar negeri. Dia akan membayar semua tagihan makan malam ini. Jadi, jangan menahan diri." Setelah mengatakan itu dengan sangat tenang, dia tidak memedulikan tatapan terkejut yang mulai bermunculan di sekitarnya. Dia mengangkat gelas wine-nya dan menyesap dengan ekspresi puas, seolah baru saja mengumumkan sesuatu yang luar biasa.Caleb yang hendak memasukkan potongan daging ke mulutnya langsung membeku. Mulutnya terbuka sedikit, ingin mengatakan sesuatu tetapi tidak ada kata yang keluar. Dia tidak percaya dengan pendengarannya.Apakah pria menjengkelkan ini telah ketularan penyakit istrinya? Caleb dipenuhi keluhan. Bukankah ini sama persis yang dilakukan Anna padanya tempo hari?Dua pengawal yang duduk di meja sebelah nyaris tersedak. Bukankah tuan sudah meniru nyonya dan menjadi tidak
"Sayang, aku kehilangan nafsu makan di rumah. Jadi, kupikir lebih baik menyusul ke sini. Mungkin makan gratis bisa mengembalikan selera makanku." Felix berkata tenang tanpa rasa bersalah sedikit pun. Anna hanya bisa tercengang melihat kehadiran pria itu yang tiba-tiba. Butuh beberapa saat baginya untuk memproses situasi ini. "Kau, bagaimana kau bisa tahu aku di sini?" tanyanya dengan nada tidak percaya.Lalu dia teringat dua gadis di meja sebelah. Tentu saja, ini pasti ada hubungannya dengan mereka. Pasti salah satu dari mereka yang mengirim pesan pada Felix. Anna menghela napas panjang. Tidak ada yang bisa dirahasiakan dari pria ini.Caleb sendiri tidak mengira jika Felix akan datang. Wajahnya sempat menunjukkan ekspresi terkejut sebelum kembali tersenyum. Pria ini sangat membencinya dan selalu menolak bertemu. Dan kini, di tengah makan malam yang tidak direncanakan ini, Felix justru muncul dengan sendirinya."Felix, kebetulan sekali. Akhirnya kita bisa makan malam bersama." Caleb
Caleb tersenyum pahit. Alisnya terangkat sedikit.Gadis ini menebak tepat bahkan tanpa melihat. Dia memang sedang berpikir tentang Anna. Bagaimana dia tahu?"Kau terlihat cantik malam ini." Dia mencoba memberikan pujian. Semua orang menyukai pujian, bukan? Itu adalah pengetahuan dasar dalam berinteraksi dengan orang-orang."Aku selalu terlihat cantik kapan pun. Kau tidak perlu bersusah payah mengatakannya." Anna sama sekali tidak terpengaruh oleh ucapan Caleb. Bahkan dia tidak mengangkat wajahnya dari ponsel untuk menatap pria itu.Wajah Caleb langsung menjadi masam. Gadis ini kenarsisannya mengalahkan dia sendiri. Dan itu adalah pencapaian yang tidak mudah, mengingat Caleb sendiri tidak kekurangan kepercayaan diri.Suara ponsel Anna terdengar kontras dengan suasana sekeliling. Di meja-meja lain, percakapan berlangsung dengan volume yang sopan, diselingi dentingan peralatan makan yang halus. Sementara dari meja mereka, terdengar teriakan karakter game dan efek suara pertempuran. Cal
Ketika pelayan datang membawakan buku menu, Anna tidak lagi mau bersusah payah membacanya. Huruf-huruf yang tercetak di atas kertas berkualitas tinggi itu terasa melelahkan untuk dipandang. Lagi pula, dia sudah cukup lelah memperhatikan semua detail mewah di restoran ini."Berikan kami semua hidangan terbaik dan termahal di tempat ini." Anna memesan tanpa sedikit pun melirik buku menu. Tangannya melambai ringan, seolah memesan hidangan termahal adalah hal yang biasa dilakukannya setiap hari.Pelayan wanita itu terdiam sejenak, matanya berkedip beberapa kali. Dia melirik ke arah Caleb, mencari konfirmasi. Pesanan seperti ini jarang datang dari meja biasa. Biasanya, tamu yang memesan dengan cara demikian adalah mereka yang duduk di ruang VIP.Pelayan hendak menanyakan hal lainnya, tapi Caleb segera memberi isyarat agar sang pelayan membawakan saja yang dipesan gadis itu. Tangannya terangkat sedikit, gerakannya halus namun tegas. Pesannya jelas: lakukan saja apa yang diminta.Sambil mela
Caleb menunggu Anna di dekat pintu masuk restoran dengan gelisah. Tangannya sesekali merapikan dasi sutra yang melingkar di lehernya, memastikan semuanya sempurna. Ketika sosok Anna akhirnya muncul dari balik pintu kaca besar, napasnya hampir terhenti.Dia menatap dengan terpesona pada nyonya muda itu. Meski hanya mengenakan gaun putih selutut yang sederhana dan riasan wajah tipis, Anna terlihat seperti peri yang turun dari lukisan kuno. Gaun itu mengalir lembut mengikuti setiap gerakannya, dan cahaya lampu restoran memantul lembut pada kulit putihnya yang bersih. Rambutnya yang panjang dibiarkan terurai natural, hanya diikat sebagian di belakang dengan jepit sederhana.Caleb menelan ludah. Jika saja dia tidak tahu identitas dan menyelidiki tentang gadis ini, dia pasti akan tertipu dan mengira kalau Anna hanyalah seorang gadis SMU yang lemah dan polos. Penampilannya yang lembut dan tak berdosa benar-benar menipu. Dia dengar gadis ini suka berkelahi dan sedikit tahu bela diri. Bahkan a
Hari berikutnya, kelas terakhir berlangsung tepat seusai makan siang. Anna mengemas bukunya dengan tergesa-gesa. Dia hampir tidak sabar untuk meninggalkan ruangan yang pengap ini. Beberapa teman sekelasnya melirik dengan penasaran, tapi Anna tidak peduli. Dia melangkah keluar dengan cepat, diikuti oleh dua pengawal yang setia berjalan beberapa langkah di belakang.Saat tiba di tempat parkir, Anna menemukan sosok itu lagi. Pria itu berdiri dengan santai di samping mobilnya yang mengkilap, dan begitu Anna melihat penampilannya, gadis itu langsung terbahak keras tanpa bisa menahan diri."Kakak, kupikir tadi aku sedang melihat wortel sebesar manusia," ujar Anna di sela tawanya yang pecah tanpa terkendali. Tangannya bahkan memegang perutnya yang sakit karena menahan gelak tawa.Dua gadis pengawal yang mengikuti Anna nyaris ikut tertawa juga. Bahu mereka bergetar menahan keinginan untuk ikut tertawa lepas. Kalau saja mereka tidak khawatir dengan nama belakang Caleb dan posisi mereka yang ha







