Share

Sebuah Rencana

Author: Erna Azura
last update Huling Na-update: 2025-01-19 16:27:29

“Sekali enggak! Tetap enggak, Nitha! Papi enggak akan menikahkan kamu dengan saingan bisnis Papi!”

Zanitha menoleh lagi menatap Ananta meminta pria itu setidaknya sedikit saja bicara untuk meyakinkan papi namun malah smirk yang menambah ketampanannya yang Zanitha dapatkan.

Dia tidak tahu harus bagaimana lagi meyakinkan papi, dia salah perkiraan tadi—tidak tahu kalau calon suami yang dikenalkannya adalah pria yang paling sang papi benci di dunia ini.

“Nitha hamil, Pi ….,” kata Zanitha yang akhirnya harus menambah dosis dustanya agar Damar Wiranata berubah pikiran.

Ananta menatap takjub dengan kedua alis terangkat. Akting Zanitha sempurna sekali.

Tolong siapapun, berikan Zanitha piala Oscar.

“Apa?”

Plak!

Tanpa segan Damar Wiranata menampar Zanitha hingga gadis itu tersungkur ke samping dan terhempas ke lantai.

Air mata jatuh bersamaan dengan sisi bokong Zanitha menghantam lantai berkarpet.

Sedingin-dinginnya hati Ananta, pria itu refleks bergerak mendekat membantu Zanitha bangun dengan menarik tangannya.

“Kasar sekali Anda, Tuan Damar … saya pikir Anda hanya tega menyabotase pesaing bisnis Anda saja tapi aku tidak menduga kalau Anda juga berani menampar seorang gadis … darah daging Anda sendiri.” Ananta terkekeh meledek Damar Wiranata.

Zanitha menghempaskan tangan Ananta setelah berhasil berdiri.

Kesal juga kepada pria itu yang ternyata memanfaatkannya dua kali lipat.

“Sekalinya bersuara malah ngeledek papi, dasar calon suami lucknut! Ya papi pasti semakin enggak mau kasih restu.” Zanitha misuh-misuh di dalam hati.

“Saya tidak memiliki beban, Tuan Damar … kalau Anda tidak memberi restu pun saya akan pergi.” Ananta mengancam dengan nada suara santai yang sangat menyebalkan di telinga Damar Wiranata.

“Pi, restui kami ya … Papi nanti pasti malu kalau orang-orang tahu anak Papi hamil di luar nikah.” Meski sudah dibentak dan ditampar, Zanitha masih memohon restu Damar.

Damar Wiranata mengusap wajahnya kasar, dia menundukan kepala sembari menekan satu telapak tangannya ke meja sebagai tumpuan.

“Kenapa kamu tega, Nitha … Kamu ingin menghancurkan Papi?” Pertanyaan itu terlontar lagi namun dengan lirihan pelan.

Zanitha mendekat sembari berderai air mata.

“Enggak sama sekali, Pi … Nitha enggak mau menghancurkan Papi … Nitha sayang Papi itu kenapa Nitha tetap meminta restu Papi meski Nitha tahu dengan status Nitha ini, Papi enggak bisa menikahkan Nitha ….” Zanitha bicara sambil menangis.

Ananta semakin senang melihat drama menyedihkan antara Damar Wiranata dengan putrinya itu, tidak sedikitpun muncul perasaan iba di hatinya.

Damar Wiranata tampak berpikir sebentar.

“Baiklah … tapi enggak perlu pesta, Papi enggak mau orang-orang menghitung tanggal pernikahan kamu dengan tanggal kelahiran anak kamu dan kalau semua orang tahu kalau Papi menikahkan putri Papi dengan saingan bisnis Papi pasti semua orang akan menertawakan Papi … dan mulai sekarang kamu berhenti bekerja di perusahaan Papi,” putus Papi yang sebenarnya tidak ingin terlihat lemah di hadapan Ananta.

Damar Wiranata tidak bodoh, dia berpikir kalau pasti ada maksud terselubung kenapa Ananta sampai bisa menghamili putrinya.

Kalau Ananta ingin menjadikan putrinya sebagai senjata untuk melawannya, maka pria itu salah.

Zanitha hanya anak haram yang tidak akan mendapat warisannya dan benar kata gadis itu tadi, dia hanya pegawai rendahan di bagian HRD meski lulusan S2 Managemen Bisnis karena Damar Wiranata memang tidak mungkin memberikan jatah perusahaan kepada Zanitha selama istrinya masih hidup.

Sungguh malang nasib Zanitha, entah apa yang Tuhan janjikan kepadanya sampai dia setuju untuk dilahirkan.

Zanitha bahkan tidak mengenal ibunya, memiliki papi yang tidak menyayanginya dan hidup selama dua puluh lima tahun bersama ibu tiri dan dua kakak tiri yang jahat yang tidak pernah sehari pun tidak membuat fisik dan hatinya terluka.

Lalu sekarang, dia harus menikah dan hidup dengan pria dingin yang tidak mencintai dan dicintainya.

“Makasih, Pi.” Zanitha melirih, dia lega karena restu sudah dikantonginya tidak seperti Ananta yang tampak belum puas melihat Damar Wiranata terpuruk.

Damar Wiranata juga tampak lega setelah memberikan restu.

“Segitu saja?” Ananta bersuara.

Damar Wiranata dan Zanita menatap Ananta bingung.

“Memangnya kamu mengharapkan apa Tuan Ananta?” Damar balas tersenyum meledek.

Ananta menggelengkan kepala sembari mendengkus geli.

“Baiklah, kita menikah besok!” serunya menatap tajam Zanitha lalu melengos pergi tanpa basa-basi.

Ryan yang sedari tadi duduk di sofa ruang tunggu sambil dihujani tatapan skeptis Anton langsung bangkit saat melihat sang tuan menderapkan langkah keluar dari sana lalu mengikutinya ke lift tanpa berbasa-basi kepada Anton yang telah menyuguhkannya kopi.

“Gadis itu anak haram, Damar Wiranata sepertinya juga enggak menginginkannya … aku salah menduga, padahal aku pikir bisa menghancurkan hati pria tua bangka licik itu!” Ananta menggeram.

Hanya ada dia dan Ryan di dalam lift sehingga Ananta bisa mengumpat sesuka hati.

“Tapi bisa jadi kalau itu adalah cara dia untuk bisa mendapatkan rahasia perusahaan Helvion Group.” Ryan berkomentar membuat Ananta melirkan mata menatapnya.

Kenapa hal tersebut tidak terpikirkan olehnya?

“Jadi, gimana menurut kamu?” Ananta bertanya.

“Kalau Tuan jadi menikahinya, Tuan bawa nona Zanitha ke Swiss bertukar posisi dengan ayah Tuan … kebetulan tuan Mathias juga pernah mencetuskan hal tersebut beberapa waktu lalu karena beliau kewalahan memimpin Helvion Group di sana yang tumbuh sangat pesat.” Ryan memberikan solusi.

“Dengan begitu Zanitha tidak bisa dijadikan alat oleh ayahnya dan pak Damar pasti akan sedih … enggak mungkin kalau dia enggak mencintai putrinya,” sambung Ryan saat mereka menyebrangi lobby setelah pintu lift terbuka.

Ananta tampak berpikir, selama perjalanan ke kantor pun dia diam saja antara tengah memikirkan sesuatu atau merencanakan sesuatu.

Namun yang pasti, dibalik meninggalnya pengantin kontrak itu mendatangkan hal yang lebih menarik baginya.

Dia bisa mendapatkan posisi kakek dengan memiliki keturunan dari Zanita sekaligus menghancurkan Damar Arif Wiranata.

“Jadwalkan conference call dengan ayahku meski di sini sudah tengah malam … aku akan bicara banyak dengan beliau,” titah Ananta kepada Ryan ketika mereka baru sampai di gedung kantor Helvion Group.

“Baik Tuan,” ujar Ryan kemudian menekan tombol lift yang akan membawa mereka ke lantai di mana ruangan CEO berada.

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Pengantin Dari Sebuah Tragedi   The End

    Dari balik rindangnya pepohonan di luar pagar mansion, sesosok wanita berdiri memperhatikan jalannya pesta kecil itu. Winna, mantan istri Rafael, hadir tanpa seorang pun menyadari. Ia sengaja bersembunyi di kejauhan, cukup untuk melihat siluet keluarga bahagia itu di bawah temaram cahaya lampu taman. Jantung Winna terasa ngilu setiap kali tawa bahagia terdengar samar sampai ke telinganya. Matanya terpaku pada pemandangan di pelaminan: Rafael duduk merangkul Nayla dengan penuh kasih, dikelilingi tiga anak mereka. Jonas tampak tertawa lepas di pangkuan Rafael, Jenny bertepuk tangan riang di dekat Nayla, sementara bayi Divico tidur pulas di pelukan wanita itu. Pemandangan yang sempurna layaknya lukisan keluarga bahagia. Winna menggigit bibir bawahnya, berusaha menahan air mata yang menggenang. Dadanya sesak menyaksikan kedekatan Jonas dan Jenny dengan Nayla. Dari tempatnya berdiri, ia bahkan sempat mendengar samar-samar Jonas memanggil Nayla dengan sebutan “Mommy” tadi. Kat

  • Pengantin Dari Sebuah Tragedi   Kehangatan Keluarga

    Enam bulan berlalu sejak kelahiran Divico. Pada suatu senja yang cerah di penghujung musim panas, sebuah acara pernikahan sederhana namun khidmat digelar di taman belakang mansion keluarga Rafael.Bunga mawar putih dan lili menghiasi altar kecil di bawah lengkungan pohon ek tua, menciptakan suasana elegan nan intim.Hanya keluarga dekat dan sahabat karib yang hadir sore itu; berbeda jauh dengan pesta pernikahan pertama Rafael dahulu yang konon dihadiri ratusan tamu undangan kaum sosialita. Kali ini, segalanya ditata lebih personal. Tanpa sorotan gemerlap media, tanpa hingar-bingar kemewahan berlebihan—hanya ada kehangatan orang-orang terkasih yang tulus mendoakan.Nayla berdiri di ujung lorong taman, mengenakan gaun pengantin berpotongan sederhana berwarna gading lembut. Gaun itu berhiaskan renda halus di tepian lengan dan leher, memancarkan kesan anggun tanpa berlebihan.Rambutnya disanggul rendah dengan beberapa helai ikal menjuntai membingkai wajahnya yang ber

  • Pengantin Dari Sebuah Tragedi   Lengkap

    Beberapa minggu kemudian, Nayla akhirnya diperbolehkan pulang ke rumah. Pagi itu, mentari menerobos masuk melalui jendela-jendela besar di mansion keluarga Von Rotchschild, memberikan cahaya hangat ke seluruh ruang keluarga yang megah. Suasana rumah yang dahulu terasa dingin dan sepi kini berubah ceria oleh tawa anak-anak.Di atas sofa panjang berlapis beludru, Nayla duduk dengan nyaman sambil menggendong Divico yang terlelap di pelukannya. Wajah bayi berusia sebulan itu tampak damai, jari-jemari mungilnya sesekali bergerak menggenggam udara. Nayla menatap putranya dengan penuh cinta, sesekali mengecup keningnya yang harum bayi.Di samping Nayla, Jonas dan Jenny duduk merapat, seakan tak ingin jauh dari sosok wanita yang mereka rindukan.Jonas, bocah tujuh tahun yang cerdas, menatap adik bayinya dengan mata berbinar. Sementara Jenny, si kecil berusia tiga tahun, bersandar manja pada lengan Nayla sambil memegangi ujung syal tipis yang menutupi bahu Nayla.“Aunty N

  • Pengantin Dari Sebuah Tragedi   Terlahir Kembali

    Dua minggu telah berlalu sejak malam persalinan yang nyaris merenggut nyawa Nayla. Selama itu pula Rafael nyaris tak pernah beranjak dari sisi istrinya di rumah sakit. Di kamar ICU yang dingin, ia habiskan hari-harinya dengan setia menggenggam tangan Nayla yang terkulai lemah. Setiap detik adalah penantian penuh kecemasan; setiap hembusan napas Nayla di balik ventilator menjadi harapan berharga.Keluarga Von Rotchschild datang silih berganti, berharap akan kesembuhan Nayla.Kala fajar menyingsing di hari keempat belas, sinar matahari lembut menyusup melalui celah gorden jendela.Rafael terduduk di kursi samping ranjang, kepalanya tertunduk lelah di sisi lengan Nayla. Ia tertidur dengan tangan tetap menggenggam jemari Nayla yang dingin, takut melepaskannya barang sedetik pun.Wajah tampannya tampak letih; mata cekung dengan lingkaran hitam pertanda kurang tidur dan janggut tipis yang tumbuh tak terurus.Tiba-tiba, terasa ada gerakan pelan di sela genggaman tangannya. Jemari Nayla

  • Pengantin Dari Sebuah Tragedi   Nyaris Merenggut Nyawa

    Nayla berbaring di atas ranjang rumah sakit dengan tubuh bermandikan keringat sementara itu, suara detak monitor jantung berdenting cepat seirama napasnya yang tersengal.Rasa sakit tiada terkira mencengkeram perutnya; kontraksi demi kontraksi menguras tenaganya hingga hampir habis. Jemarinya mencengkeram erat tangan Rafael yang setia di sisinya. “Aku… aku tidak kuat, Rafael…,” erang Nayla lemah, air mata menetes di sudut matanya.Rafael menunduk, mengecup kening Nayla yang basah. “Kamu pasti bisa, Sayang. Tolong bertahan… demi anak kita,” ujarnya serak menahan cemas.Hatinya bagai terperas melihat perempuan yang dicintainya terbaring kesakitan seperti itu. Ia usap rambut Nayla yang menempel di kening, berusaha menenangkan meski dadanya sendiri berdegup kencang tak keruan.Seorang dokter dan dua perawat berdiri siaga di ujung ranjang. “Baik, Nyonya Nayla, sekarang saatnya mendorong lagi. Tarik napas panjang, lalu keluarkan pelan-pelan… ayo, kami tahu Nyonya kuat,” instruksi dokter

  • Pengantin Dari Sebuah Tragedi   Bahagia Yang Sempurna

    Beberapa hari kemudian, di suatu sore cerah, keluarga kecil itu menikmati waktu santai di taman belakang mansion. Langit biru bersih terbentang, angin sepoi-sepoi membawa wangi bunga mawar dari kebun. Di atas rumput hijau yang terpangkas rapi, di bawah rindangnya pohon ara, telah digelar selimut piknik bermotif kotak-kotak.Di sanalah Zanitha duduk, memangku Mayzura yang tertidur pulas dibalut selimut tipis. Ananta duduk di sampingnya, merentangkan kaki sambil sesekali menyeruput teh hangat dari cangkir porselen. Sementara tak jauh, Ares tampak sibuk berlarian mengejar kupu-kupu, tawanya renyah mengisi keheningan sore.Sesekali Zanitha dan Ananta saling pandang sambil tersenyum melihat tingkah laku putra mereka. “Energinya tidak habis-habis,” komentar Zanitha pelan, matanya mengikuti Ares yang kini berpindah bermain dengan sebatang ranting kering yang dijadikannya pedang-pedangan.Ananta mengangguk setuju. “Seandainya kita bisa punya separuh energi Ares, mungkin kita

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status