Pengantin Kecil Tuan Xavier BAB 6
Suara seorang pria menggelegar di dalam sebuah rumah memanggil gadis yang baru saja di akunya sebagai budaknya. Budak untuk membayar kesalahan keluarganya. Kejam ya memang Xavier seperti itu. Dia tidak akan pernah perduli jika apa yang di lakukannya itu membuat orang lain susah bahkan terluka. Berbeda dengan sang kakak. Yang baik juga ramah. Sikap mereka sangat berbanding jauh. Sifat Xavier turunan sang ayah. Yang dingin, arogan dan kejam. Sedang sikap sang kakak menurun dari sang ibu. Seorang gadis berlari tergopoh-gopoh kala namanya. "Maaf, tadi aku masih membersihkan gudang. Yang kata anda akan menjadi tempat tinggalku!" ucap Nandini pelan. Xavier menatap tajam gadis di depannya itu. Nandini menundukkan kepalanya, tidak berani menatap wajah pria itu. Wajahnya sangat menakutkan bagi Nandini. "Sudah aku bilang, jika waktunya aku pulang kau harus berada di depan pintu utama," ucap Xavier dingin. "Maaf," cicit Nandini. Hanya itu yang bisa dia ucapkan. Nandini bukannya takut untuk melawan. Hanya saja dia masih menyayangi dirinya karena dia tidak tahu apa yang akan Xavier lakukan jika dia melakukan suatu kesalahan. Bayangan ketika masih hidup di rumahnya saja sudah membuat Nandini bergidik. Meskipun sudah biasa di siksa. Tentu akan beda rasanya, karena yang menyiksa dirinya adalah suaminya sendiri. "Siapkan air hangat, dan juga baju gantiku!" ucap Xavier datar. Gadis itu pun berlalu dari hadapan Xavier. Sedang pria itu hanya menatap datar perempuan yang berlalu begitu saja. Sedetik kemudian, Nandini kembali lagi. "Maaf, kamarnya sebelah mana?" tanya Nandini pelan. "Dasar bodoh!" ucap Xavier lalu pria itu memanggil salah satu pelayan yang ada di sana menyuruhnya untuk mengantarkan gadis itu menuju kamarnya. Kedua perempuan berbeda usia itu pun berjalan menuju tangga yang akan membawanya ke kamar utama rumah itu. Xavier melarangnya naik lift. Jadilah mereka menaiki tangga yang jumlahnya banyak. Di tengah jalan, pelayan itu bertanya pada Nandini. Gadis itu pun menceritakan awal mula dia bisa berada di sana. Iba tentu saja, wanita paruh baya itu tidak menyangka jika gadis cantik tersebut menjadi korban keegoisan keluarganya. "Silahkan Non, ini kamar Tuan Muda," ucap wanita itu dan berlalu dari sana setelah mendengar ucapan terimakasih yang di ucapkan oleh Nandini. Gadis itu pun memasuki kamar yang bahkan luasnya saja sudah seperti rumahnya. Kamar yang dominan dengan ciri seorang laki-laki, Nandini menatap takjub kamar yang seperti istana itu. Gadis itu menatap kagum kamar itu. "Indah sekali, ini sih bukan kamar tapi istana. Kapan aku akan merasakan tinggal di kamar yang persis istana ini," lirih Nandini, dia terus melihat-lihat kamar itu dan melupakan tugasnya. "Sudah puas kau memperhatikan kamarku hmm, sampai kau melupakan tugasmu!" suara dingin itu menyapa telinga Nandini hingga membuatnya terdiam kaku. Laki-laki itu mendekati Nandini yang berdiri di tepat di dekat pintu kamar mandi. Gadis itu menunduk takut, bahkan tubuhnya sudah bergetar. Xavier puas ketika melihat ekspresi ketakutan yang di perlihatkan oleh wanita yang berstatus istrinya itu. Sebuah kesenangan tersendiri, dia bisa menyiksa gadis itu. Dia akan membuat, hidupnya serasa di neraka. Hingga membuatnya putus asa. "Perempuan tidak tahu di untung. Kau melupakan tugasmu, dan ingatlah hukuman menantimu!" bisik Xavier tepat di telinga Nandini. Lalu tanpa belas kasihan dia menarik tubuh Nandini. Pria itu menyiram tubuh itu di bawah shower. Membuat tubuhnya basah. Gadis itu hanya bisa menangis mendapat perlakuan seperti itu. "Bodoh."Pengantin Kecil Tuan Xavier - BAB 7 "Bodoh!" ucap Xavier pedas dan kejam."Kamu tahu, tadi kakakmu menanyakanmu! Dan sudah aku tegaskan jika dia tidak perlu lagi mengurusi hidupmu! Karena nasibmu berada dalam genggaman tanganku!" Desis Xavier sambil mencengkram kuat kedua pipi Nandini. Nandini meringis merasakan sakit di kedua pipinya. Di tambah dengan air dingin yang mengguyur tubuh mungilnya. Seketika membuat tubuh kecil itu menggigil, tapi sayang Xavier tidak memperdulikan Nandini. Air itu terus mengguyur tubuh mungilnya. Sungguh kasihan Nandini, sudah di paksa menjadi pengganti. Kini ia di siksa tanpa ampun oleh pria yang berstatus suaminya. "A--apa s--salahku? M-mengapa n--nasibku s--seperti ini! M-mengapa a--anda melimpahkan kemarahan anda padaku? Padahal aku sama sekali tidak tahu apa-apa! Bukankah seharusnya anda berterima kasih. Karena saya sudah menyelamatkan anda dari rasa malu!" Jawab Nandini dengan terbata. Bibir gadis itu bergetar, menahan r
Pengantin Kecil Tuan Xavier - Bab 8 Xavier menggila, ia membantingkan barang-barang yang ada di kamarnya. Kamar yang tadinya rapi dan bersih kini berantakan. Pecahan kaca berhamburan di mana-mana, bahkan ranjang pun tak luput dari kemarahannya. Xavier menggeram. Sungguh ia marah, bukan karena Jordhan membawa Nandini. Tapi, ia marah pada diri sendiri apalagi perkataan Nandini terngiang di telinganya. Para maid yang ada di Mansion mewah itu tidak berani menghentikan kegilaan majikannya. "Sial! Mengapa perkataan gadis itu selalu terngiang di kepalaku! Enyah kau dari kepalaku sialan!" Maki Xavier dan melemparkan sebuah vas bunga yang ada di dekat sofa meja ke arah kaca meja rias yang ada di kamarnya. Prangg Hancur sudah, semuanya tak luput dari kemarahan seorang Xavier. Sementara itu, Jordhan kini sudah berada di pelataran rumah sakit. Pria paruh baya itu langsung pergi menuju ruang gawat darurat. Ia bahkan berteriak pada perawat yang berada di sa
Pengantin Kecil Tuan Xavier - BAB 9 Jordhan masih dengan setia menunggu Nandini di periksa. Ia berjalan mondar mandir di depan pintu ruang UGD. Khawatir yang ia rasakan saat ini, sama dengan ketika ia harus kehilangan sang putri. Tentu dirinya tidak mau jika sampai itu kembali terjadi untuk yang kedua kalinya. Kematian sang putri bagaikan cambuk di dalam hidupnya. Membuat hidup pria itu menjadi sebatang kara, tapi semua itu terasa berbeda semenjak kedatangan Nandini. "Tolong bertahanlah, Nak! Pria tua ini memintamu untuk berjuang, Nak!" Lirihnya. Laki-laki itu berdoa, memohon keselamatan pada yang Maha Kuasa. Semoga ia berkenan untuk memberikan kehidupan untuk Nandini. Lama ia menunggu, hingga akhirnya dokter pun keluar. "Bagaimana dok, keadaan putri saya!" Tanyanya khawatir. Sang dokter tersenyum lembut, "Alhamdulillah keadaannya tidak semengkhawatirkan seperti tadi. Keadaan putri bapak sudah membaik, dia hanya kelelahan dan juga perutnya kos
Pengantin Kecil Tuan Xavier -Bab 10 "Ahhhh, terus lebih dalam lagi!" Suara desahan dan erangan seorang perempuan menggema di sebuah kamar temaram. Seorang pria memacu tubuhnya, di atas tubuh perempuan itu. Peluh mereka sudah bercampur, nafas mereka pun memburu. Saling mengejar kepuasan nafsu semata. "Ahh yess, seperti itu! Lebih kencang dan lebih dalam sayang," racau wanita itu. Sungguh tidak tahu malu. Mereka berdua sudah jauh dari norma yang ada. Bagi mereka berdua, sex bebas adalah hal biasa. Itu sudah lumrah terjadi. Sang pria terus memompa jagoan kecilnya di lembah sang wanita. Kepuasan terlihat dari raut muka mereka berdua. Tak seberapa lama, keduanya mengerang panjang. "Arghh!" Erang si pria. "Nikmat dan puas!" Ucapnya kemudian. Si wanita pun tersenyum dan mengangguk. Hal seperti ini lah yang ia inginkan. Tapi sayang, sang kekasih enggan memberikannya kepuasan. Hanya sebatas ciuman mana puas. Pikir wanita itu. "Ya sayang, aku pun sangat puas! Sesuatu yang tidak p
"Brengsek!" Arshaka begitu geram kala mendengar penjelasan dari salah satu bodyguard Xavier. Ia tidak menyangka jika adiknya akan berlaku seperti itu, pada perempuan yang sudah dengan rela menolongnya menggantikan posisi Meylan. Lalu Arshaka pun melangkah lebar, menghampiri Xavier yang sedang meracau. Kini pria tampan itu berdiri di hadapan adiknya. Xavier tersenyum, ia mengira jika yang berdiri di hadapannya itu adalah Nandini. "Nandini, it's that you?" Tanya Xavier sambil berdiri sempoyongan. Arshaka menahan lengan adiknya itu. Tinggi mereka hampir sama, hanya saja tubuh Xavier sedikit lebih berisi di banding Arshaka. Xavier tersenyum dan hendak mencium kakaknya sendiri. Arshaka merasa geli. Ia pun mendorong kepala Xavier dengan salah satu tangannya yang bebas. Sedang tangan sebelahnya ia gunakan untuk menahan tubuh sang adik agar tidak terjatuh. "Sialan! Ini gue Vier! Sadar woyy!" Teriak Arshaka di depan wajah Xavier. "Kenapa kamu
Seorang gadis yang terbaring di ranjang pasien baru saja siuman. Pria paruh baya yang menunggunya sejak tadi, begitu senang kala gadis cantik nan ayu itu sudah tersadar. Gadis itu tersenyum pada pria paruh baya tersebut. "Apa yang kamu rasakan, Nak? Aku akan memanggilkan dokter untuk memeriksamu!" Ujar Jordhan lalu memencet tombol yang ada di dekat brankar yang di tempati oleh Nandini. Nandini tersenyum. Ia bersyukur karena di tempatnya yang baru, masih ada orang yang baik kepadanya. Dia merasa mempunyai seorang ayah ketika Jordhan memperhatikannya. Jordhan pun merasa bersyukur dengan kedatangan Nandini di rumah majikannya. Setidaknya rasa rindu terhadap putrinya bisa sedikit terobati. Hanya saja, nasib Nandini tidak beruntung karena mendapatkan suami yang seperti Xavier. "Aku tidak apa-apa paman, jangan terlalu khawatir!" Ucap Nandini tersenyum, tak lama ia melanjutkan ucapannya. "Bagaimana aku bisa berada di sini paman? Siapa yang membawaku kemari?"
Xavier beranjak dari duduknya, berjalan dengan sedikit sempoyongan akibat minuman yang ie tenggak. Perkataan kakaknya terus terngiang di dalam otak Xavier. Ada rasa yang menelusup dalam dada ketika Arshaka berbicara seperti itu. Rasa tidak rela membiarkan Nandini bersama pria lain, meskipun pria itu adalah kakaknya sendiri. Namun, Xavier tidak bisa menjabarkan perasaannya saat ini. Dia merasa tenang kala melihat mata hazel itu menatapnya. Tapi ada rasa marah juga kala teringat dia adik dari Meylan. Perempuan yang sudah menorehkan luka yang begitu dalam di hatinya. Pria itu melangkah tegap menuju mobilnya yang terparkir tak jauh dari pintu taman. Para bodyguard mengangguk kala bos mereka menghampiri. "Siapa yang sudah memberitahukan keberadaanku di sini!" Ucap Xavier dingin. Para bodyguard itu hanya terdiam dan menunduk. Mereka tidak berani walau hanya sekedar menatap bos mereka. Xavier menjelma bak seekor singa ketika ia sedang marah. Sama seperti saat ini, ia se
Pintu di buka dengan sangat kasar dan keras. Membuat orang yang di dalam ruangan berjingkat kaget. Seorang pria yang berwajah dingin tampak memasuki ruangan tempat Nandini di rawat. Jordhan langsung berdiri dari duduknya. Xavier menatap tajam pada Jordhan. Ya pria yang memasuki ruangan Nandini itu adalah Xavier. Ia mendapatkan kabar jika istrinya di rawat di rumah sakit x dan berada di ruangan VVIP. Tentu bukan hal sulit bagi seorang Xavier masuk ke dalam rumah sakit itu meski waktu besuk sudah habis. "Beraninya kau paman! Membawa gadis sialan itu ke mari!" Desis Xavier. Lalu pria itu melangkah mendekati brangkar yang di mana Nandini sedang tertidur tenang. Xavier memindai wajah itu dan berusaha menyimpannya di dalam memori otaknya. Nandini yang masih tertidur akibat pengaruh obat tidur pun tidak terganggu kala pintu di dorong dengan keras oleh Xavier. Pria itu dengan tidak berperasaan mencabut jarum yang menancap di tangan Nandini. "Tuan!" Teriak Jordhan. Ia