Home / Romansa / Pengantin Miskin Milik CEO Dingin / Chapter 5 | Rumor Mengejutkan

Share

Chapter 5 | Rumor Mengejutkan

Author: MJeona
last update Last Updated: 2025-06-27 07:39:22

Sementara itu, di Distrik Madeleine, malam belum benar-benar tenang. Lampu redup menggantung di langit-langit ruang tamu rumah keluarga Valery yang usang. Di balik tirai jendela yang menguning, Vioneta tampak mondar-mandir gelisah.

Wanita itu menggerutu kesal karena hingga larut malam belum juga ada kabar dari Joana, putri angkat yang sedari bayi sudah menjadi beban baginya. “Apa pernikahan Joana dan Tuan Roland berjalan lancar? Apa anak itu membuat masalah lagi?”

Namun, sebelum pikirannya melayang lebih jauh, ketukan keras membuyarkan segalanya. Pintu kayu rapuh itu nyaris roboh karena digedor bertubi-tubi. Vioneta membukanya cepat dan kini wajahnya pucat pasi ketika melihat siapa yang berdiri di bibir pintu.

Roland, lelaki tambun berjas mahal, penguasa di Distrik Madeleine, menyelonong masuk tanpa izin. Wajahnya merah padam, matanya membelalak, dan tangannya mengepal. Napasnya mendengus berat, seperti binatang buas yang menahan amarah.

"Di mana dia?" bentak Roland. "Di mana si berengsek kecil itu bersembunyi, hah? Berani sekali dia kabur dari pernikahan mewah yang saya siapkan dari jauh hari!"

Vioneta buru-buru menutup pintu. Tangannya gemetar. "Apa? Joana kabur? Astaga. Tuan Roland, saya juga tidak tahu! Dia tidak ada di sini—."

Sebuah tamparan keras langsung mendarat di pipi Vioneta. Perempuan itu terhuyung, lalu menabrak kursi rotan tua di belakangnya. Kini, air mata menetes cepat dari sudut kedua matanya.

"Kamu pikir saya peduli dengan penjelasanmu? Saya menghabiskan puluhan ribu dolar untuk pesta malam ini! Catering, gedung, dekorasi, jas, dan gaun pengantin! Kamu tahu apa yang saya dapat? Penghinaan!" Roland menggeram dengan amarah memuncak. "Saya ditinggalkan oleh gadis kampung itu! Putrimu Vioneta!"

Vioneta merangkak perlahan, mencoba mendekati lelaki itu, lalu mengatupkan kedua tangannya untuk mengiba. "Maaf, Tuan. Tapi itu bukan salah saya, sungguh! Saya tidak tahu-menahu tentang ini. Sejak kecil, dia memang keras kepala, seperti tidak tahu diri. Saya sudah membesarkannya, memberi makan—."

"Memberi makan? Bukannya kamu sering menyiksanya tanpa memberi makan?" Roland menatapnya jijik. "Tapi itu urusanmu! Sekarang, dengarkan saya baik-baik, Vioneta. Karena ulahmu, saya jadi bahan tertawaan pejabat seluruh distrik dan juga para kolega bisnis!"

Ia menghentikan langkahnya, menatap wanita yang kini bersimpuh di lantai dengan tatapan menghujam pasrah.

"Janji saya untuk memberimu lima puluh ribu dolar sebagai maskawin … lupakan! Bahkan, saya bisa saja menuntutmu atas kerugian dan pencemaran nama baik. Tapi, saya masih bermurah hati malam ini."

Vioneta menelan salivanya. Suaranya nyaris tercekat. "A-apa maksud Tuan?"

Roland mendekat, membungkuk sejajar dengan wajah Vioneta. "Kalau dalam waktu tiga hari, kamu bisa membawa Joana kembali pada saya, mungkin saya akan mempertimbangkan untuk tidak menuntutmu secara hukum. Tapi kalau kamu gagal, siapkan dirimu untuk membayar seluruh kerugian saya malam ini! Paham?"

Setelah melontarkan ancamannya, Roland membalikkan badan. Derap pantofel hitamnya menghantam ubin kusam di ruang tamu yang dingin. Ia membuka pintu kasar dan melangkah pergi, meninggalkan udara pekat ketakutan pun kebencian di rumah tua itu.

Vioneta tidak bergerak untuk waktu yang lama. Pipinya masih berdenyut perih, bukan hanya karena tamparan, tetapi karena ketakutan yang kini menjalar hingga ke tulang-belulang.

Tiga hari?

Hanya tiga hari untuk menemukan Joana. Gadis itu sudah lama menjadi duri di hatinya, dan kini benar-benar menghancurkan segalanya.

"Dasar anak pembawa sial," desisnya getir sambil mencengkeram kain rok lusuhnya. "Kamu harus kembali, Joana! Dengan caramu atau dengan cara Ibu! Kamu akan membayar semuanya, Joana. Semuanya!"

Di luar rumah, hujan mulai turun rintik-rintik. Suara air menetes dari genting rusak, menambah pilu malam yang baru saja mengawali badai besar bagi kehidupan Joana Leshia Valery.

***

Keesokan paginya, cahaya keemasan menelusup lembut dari jendela besar restoran La Bauhinia di dalam Shangri-La Hotel, Distrik ke-16 Kota Paris. Restoran yang terkenal dengan interior bernuansa kolonial Asia itu tengah dipenuhi tamu-tamu kelas atas yang menikmati sarapan khas Prancis, seperti croissant renyah, pain au chocolat, jus jeruk segar, kopi hangat, dan olahan daging mentega truffle.

Di salah satu meja bundar dekat jendela, sepasang pengantin baru tengah menikmati hidangan mereka dalam hening yang nyaris sakral. Kennard, seperti biasa, tampak elegan dengan kemeja putih lengan panjang yang digulung rapi sampai siku, sementara Joana mengenakan dress kasual warna pastel muda yang dibelikan Edmund pagi-pagi buta, sebelum lelaki itu pergi entah ke mana.

“Ada yang tidak kamu suka dari sarapannya?” tanya Kennard tanpa menatap langsung, menyendok potongan telur dadar khas Lyon ke piringnya.

Joana buru-buru menggeleng. “Tidak. Semuanya lezat, Tuan.” Ia tidak mengungkapkan jika begitu kesulitan memakai pisau dan garpu saat makan, belum terbiasa.

“Panggil saya Kennard atau Ken saja kalau kita sedang berdua,” timpalnya dingin. “Dan makanlah pelan-pelan. Kamu terlihat seperti akan kabur lagi.”

Joana langsung menunduk seraya meringis. Ia tahu itu sindiran halus.

Mereka kembali sibuk dengan sarapan masing-masing. Di atas meja, hanya terdengar suara alat makan yang saling bersentuhan dengan piring. Setelah dua belas menit, Kennard mengangkat cangkir dan meneguk kopi hitamnya. Kemudian ia berdiri.

“Saya ke toilet sebentar,” katanya singkat.

Joana mengangguk. “Baik, Tuan—eh, Ken.”

Kennard tidak merespons selain segera berjalan menjauh, menyelip di antara meja-meja tamu lain. Joana akhirnya menarik napas lega. Ia kembali menyuapkan sisa croissant ke mulut, tetapi pandangannya teralihkan ketika suara dari televisi di sudut restoran tiba-tiba memendar kuat.

Layar 65 inci tersebut menampilkan cuplikan wajah seorang pria yang tak asing lagi. Rahang tegas, hidung mancung, dan mata ocean blue yang sangat ia kenal, yaitu wajah suaminya sendiri, Kennard Reagan Darriston.

Joana meletakkan garpu dan pisaunya perlahan, lalu memusatkan perhatian ke televisi. Seorang penyiar berita bergaya flamboyan menyampaikan berita dengan penuh semangat.

"Rumor baru kembali menyeruak dari Kennard Reagan Darriston, CEO tampan Darriston Couture. Setelah sebelumnya sempat viral karena menepis kasar tangan calon istrinya, Alexa Lin, yang mencoba bermanja di depan publik, kini muncul lagi jejak digital sang CEO yang diunggah oleh akun yuta_ren di X. Sebuah cuplikan video yang memperlihatkan momen sang CEO sedang bercengkerama dekat dengan seorang pria Jepang misterius."

Joana sontak memekik pelan, “Itu ... itu Mister Ryu!”

Ia mengenal betul lelaki itu. Ryuzaki Hazen Tanaka, dosen sastra internasional di Université Madeleine tempat Joana kuliah. Pria itu dikenal karismatik, humoris, cukup tegas di dalam kelas, tetapi sangat ramah pada Joana.

Ia pun mengerjap beberapa kali. “Pantas saja semalam Tuan Ken bersedia tidur seranjang denganku, tapi tidak menyentuhku sedikit pun. Apa benar dia memang ... tidak tertarik pada wanita seperti yang diberitakan?”

Pikirannya berputar semakin liar.

Belum sempat ia menyentuh kembali croissant di piringnya, tiba-tiba sebuah tangan kekar menepuk bahunya pelan dari samping.

“Maaf, permisi.” Sebuah suara maskulin berlogat Jepang yang akrab menyapanya. “Joana, ya?”

Joana menoleh cepat dan berakhir terbelalak lebar. Lelaki Jepang di berita tadi muncul tepat di depannya seraya menguar senyum.

To be continued ….

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (39)
goodnovel comment avatar
Shafeeya Humairoh
itu rumor yg beredar, iyalah ngga ada deket sama cewek sih makanya di gosssifin gitu
goodnovel comment avatar
Shafeeya Humairoh
niat hati mau lepas dr masalah dg menjual joana ehhh nalah nambahin masalah, bahkan masalah datang lebih besar. licik sih kamu vioneta
goodnovel comment avatar
Nining Mulyaningsi
roland padahal kamu gak usah capek-capek nyariin c Joana kamu nikahi Ajja c vioneta biar gak ribet juga kan .hahaha
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Pengantin Miskin Milik CEO Dingin   Chapter 24 | Posesif

    Waktu sudah menyentuh pukul lima pagi. Cahaya lembut dari lampu tidur di atas nakas menyinari sebagian wajah Kennard yang mulai menggeliat pelan di atas ranjang. Aroma rambut Joana yang menguar halus dan semanis vanila membuat napasnya lebih teratur dari biasanya. Kala membuka mata, hal pertama yang ia lihat adalah kepala gadis itu yang masih bersandar di dadanya, dan kedua tangan Joana yang melingkar erat di tubuhnya.Kennard terdiam. Hatinya seolah-olah diremas oleh perasaan asing yang tidak bisa ia namai. Ia tidak ingin bergerak. Namun, ketika dada bidangnya naik turun perlahan, Joana tampak menggeliat kecil dalam tidurnya. Tangannya malah semakin erat memeluk Kennard.Tanpa sadar, sudut bibir Kennard melengkung naik. Sebuah senyum tipis yang sangat jarang ia berikan pada siapa pun. Ia mengecup kening Joana, lama dan lembut, seakan-akan waktu sedang berhenti untuknya.Namun, begitu Joana menggeliat, Kennard buru-buru memejamkan mata kembali, pura-pura tertidur.Joana menyibak kelop

  • Pengantin Miskin Milik CEO Dingin   Chapter 23 | Dua Luka

    Kini, kepala Kennard tergeletak berat di atas pangkuan Joana. Gadis itu duduk bersandar pada kaki ranjang, memeluk dan menggenggam tangan suaminya yang dingin dan lunglai. Jantungnya berdetak tak beraturan, matanya sembap oleh air mata yang tak bisa dibendungnya sejak Kennard pingsan."Ken, kenapa kamu jadi begini? Kenapa kamu mabuk berat begini, Ken?" tanyanya parau meski ia tahu tetap tak akan ada jawaban. Joana tak tahu lagi harus berbuat apa. Ia tak mungkin memanggil Arley atau pelayan yang lain, apalagi kalau Grandpa Lionel atau Daniella sampai tahu Kennard pulang dalam keadaan mabuk berat seperti ini. Yang bisa ia lakukan hanyalah menunggu Edmund. Sesekali tangan lentiknya membelai rambut kusut dan lembab milik suaminya, lalu kembali mencium tangan dingin lelaki itu sambil menangis tanpa suara.Tak sampai sepuluh menit kemudian, terdengar ketukan panik di pintu kamar."Nyonya muda! Ini saya, Edmund. Boleh saya masuk?"Joana buru-buru menjawab, "Masuk saja, Tuan Edmund! Tidak di

  • Pengantin Miskin Milik CEO Dingin   Chapter 22 | Malam Tanpa Jawaban

    Gedung Darriston Couture mulai lengang ketika jam kantor menunjukkan pukul lima lewat dua puluh tiga menit. Cahaya jingga dari senja Paris membias pelan di antara gedung-gedung tinggi, menyiratkan akhir dari hiruk pikuk pekerjaan hari itu. Di ruangannya, Kennard tengah berdiri membelakangi jendela besar yang menghadap ke jalan utama. Jas navy-nya sudah ia lepas, digantungkan rapi di kursi kebesarannya itu, menyisakan kemeja putih dengan kancing atas terbuka dan dasi yang digulung longgar di leher.Joana mengetuk pintu sebelum masuk. Wajahnya masih segar meski sedikit kelelahan. "Ken, Edmund bilang kamu memanggilku?"Kennard menoleh, tatapannya tampak kusut meski berusaha tetap tenang. "Joana, saya akan pergi sebentar. Pulanglah dengan Edmund. Jangan tunggu saya."Joana menatapnya bingung sekaligus tidak tenang. "Ke mana? Perlu aku temani?""Tidak," potong Kennard. "Saya hanya ada urusan pribadi. Tidak bisa ditunda."Joana ingin bertanya lebih, tetapi sorot mata biru Kennard memintanya

  • Pengantin Miskin Milik CEO Dingin   Chapter 21 | Ungkapan Cinta

    Suasana di lobi Darriston Couture diselimuti atmosfer menegangkan. Ryuzaki masih berdiri dengan sebelah tangan melingkar di pinggang Joana, sementara Kennard melangkah perlahan untuk memangkas jaraknya. Manik ocean blue sang CEO tampak tajam kala menatap pemandangan di depannya itu tanpa berucap satu kata pun.Joana langsung menyadari aura gelap dari sosok yang baru muncul dari lift tersebut. Ia segera menarik sedikit tubuhnya, menjauh dari Ryuzaki. Tatapannya tak sengaja bertemu pandang dengan Kennard. Hati kecilnya menyempilkan bisikan, "Apakah dia marah? Atau hanya tidak suka dosenku menyentuhku begitu saja? Kenapa tatapannya begitu, sih?"Tatapan Kennard belum juga dialihkan dari tangan Ryuzaki yang bertengger di pinggang Joana. Namun, lelaki itu tetap dengan sikap dingin dan tidak bereaksi impulsif. Dengan tenang, ia melirik asisten pibadinya yang sedari tadi menunduk, tampak cekikikan sendiri. “Edmund,” panggilnya pelan. Hening. Kennard yang mempunyai kesabaran setipis sayap

  • Pengantin Miskin Milik CEO Dingin   Chapter 20 | Kedatangan Ryuzaki

    Mentari pagi baru saja menembus kaca tinggi kamar utama di mansion Darriston. Udara masih menggigil oleh sisa embun dini hari, tetapi Joana sudah berdiri di depan cermin, mengenakan loose pants warna krem dipadukan dengan blouse model ruffle warna dusty pink. Rambut panjangnya digerai rapi, hanya dibingkai penjepit mutiara kecil di sisi kanan. Wajahnya bersih tanpa riasan tebal, hanya pelembap, lip tint coral peach, dan sapuan bedak tipis yang menyamarkan sisa ruam alergi.Setelah puas memastikan penampilannya, ia melangkah ke sisi ranjang dan membangunkan Kennard."Ken, sudah pagi. Kamu harus bersiap ke kantor. Sudah pukul enam lebih sepuluh menit."Kennard membuka mata perlahan, tampak sedikit heran melihat Joana sudah begitu rapi dan siap pagi itu. Ia tak berkata apa pun, hanya mengangguk kecil sebelum bangkit menuju kamar mandi tanpa sepatah kata pun.Joana menggigit bibir bawahnya. Masih terasa sisa dingin dari pertengkaran mereka tadi malam. Ia menarik napas pelan, lalu memberes

  • Pengantin Miskin Milik CEO Dingin   Chapter 19 | Kesalahpahaman

    Sore itu, cahaya matahari yang menyusup dari balik tirai tipis kamar utama kediaman Darriston memantulkan nuansa hangat yang menghapus kesuraman hari-hari sebelumnya. Joana duduk di tepian tempat tidur, mengenakan gaun santai berwarna sage. Wajahnya tampak lebih tenang meski rona pucat masih melekat di pipinya. Grandpa Lionel duduk di sofa berlapis beludru hijau yang menghadap ke ranjang cucu menantunya. Pandangannya teduh, penuh perhatian, tak lepas dari sosok Joana yang duduk diam, menanti. "Dokter Leah sudah tiba, Tuan," ucap Arley dari luar pintu. "Ya, suruh masuk," jawab Lionel tenang. Tak lama kemudian, Dokter Leah memasuki kamar dengan langkah ringan dan profesional. Rambutnya dikuncir satu di belakang, wajahnya bersih dan penuh ketenangan. Di tangan kirinya tergantung tas jinjing berisi perlengkapan medis. "Selamat sore, Joana. Selamat sore, Tuan Lionel," sapanya ramah. "Selamat sore, Leah. Terima kasih telah meluangkan waktu sore ini," balas Lionel dengan anggukan

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status