Share

Chapter 4 | Protektif

Penulis: MJeona
last update Terakhir Diperbarui: 2025-06-25 11:25:12

Tiba di basement Shangri-La Hotel yang terletak tak jauh dari Menara Eiffel, suasana semakin sunyi, menyisakan jejak malam yang menyejukkan. Edmund turun dengan sigap dari kursi kemudi. Sementara itu, di jok belakang, Joana masih sibuk menenangkan jantungnya yang berdetak tak karuan. Pernikahan itu terjadi begitu cepat tanpa ia prediksi.

“Turun,” ujar Kennard dari sampingnya. Suaranya tak bernada, tetapi jelas tidak bisa dibantah.

Joana mengangguk ragu. Namun, kala hendak membuka pintu, Kennard terlebih dahulu keluar dan mengitari bodi mobil, lalu tanpa aba-aba membuka pintu sebelah Joana dan mengangkat tubuh istri dadakannya ke dalam gendongan lagi.

“Tu-Tuan! Aku bisa jalan sendiri!” pekik Joana tertahan. Terkejut.

“Lantai marmer ini dingin dan tajam. Kamu tidak memakai alas kaki, dan saya tidak mau menanggung biaya rumah sakit karena kakimu lecet,” gumam Kennard dingin, tetapi ada sedikit nada protektif yang tak bisa disangkal.

Edmund hanya terkekeh kecil dari belakang mereka, lalu mengikuti sambil menyeret koper kecil miliknya dan juga milik sang tuan muda, lantas langsung menuju lobi. Tak butuh waktu lama bagi asisten pribadi berdedikasi itu untuk menyelesaikan proses check-in di meja resepsionis. Dua kartu kunci digital kamar pun didapatkan.

Elevator membawa mereka ke lantai tujuh tempat kamar suite dengan pemandangan langsung menara Eiffel berada. Kennard menunggu Edmund menempelkan kartu akses sebelum pintu terbuka. Kamar itu mewah, dengan pencahayaan hangat dan interior elegan khas Paris.

Setelah sang asisten pribadi mengantarkan koper ke dalam kamar lalu pergi, Joana diturunkan oleh suaminya itu hati-hati di atas ranjang king size. Membuat gadis tersebut semakin gugup.

Kini, Kennard menatapnya lekat meski wajahnya datar. Joana sampai kesusahan menelan ludah. Apakah mereka akan melewati malam pertama sungguhan walau hanya terikat pernikahan kontrak? Pikirannya benar-benar kacau.

Kennard tiba-tiba mencondongkan tubuhnya. Napas Joana tercekat, matanya membulat, dan tubuhnya menegang. Ia refleks memejamkan mata, bersiap untuk kemungkinan terburuk.

Namun, di luar dugaan bukan ciuman yang mendarat, melainkan sebuah sentilan kecil di kening.

"Argh," gumam Joana yang segera membuka matanya sambil meringis. Padahal, tidak benar-benar sakit. Hanya nyalinya yang menciut karena wajah Kennard berada tepat di depannya sekarang.

Lelaki bermata biru ocean itu mengernyit. Tangannya dengan hati-hati menyentuh pelipis Joana. “Apa ini?” tanyanya pelan, menunjuk bekas luka dan memar samar di balik riasan tipis Joana.

Joana menepis tangan itu pelan. “Bukan apa-apa,” jawabnya cepat.

“Jelas ini tidak mungkin luka karena kecelakaan besar. Ini juga bukan luka biasa akibat terantuk. Apa ada yang dengan sengaja mendorongmu atau ... menyakitimu?”

Joana tetap bungkam. Tatapannya beralih ke pintu balkon yang ditutupi tirai cokelat pastel. Jelas ia tidak ingin membahasnya lagi. Terlalu sakit hati.

Kennard menatapnya dalam-dalam sebelum akhirnya berdiri, melonggarkan dasinya.

“Kalau kamu tidak mau cerita, saya tidak akan memaksa. Tapi, luka seperti ini bukan sesuatu yang biasa, bisa infeksi kalau tidak dirawat dengan baik.” Suaranya terdengar lebih lembut dari biasanya meski tetap tegas. Ia lalu berbalik menuju kamar mandi. “Saya mandi dulu. Jangan pergi ke mana-mana.”

Begitu pintu kamar mandi tertutup, Joana mengembuskan napas berat. Ia beringsut turun dari ranjang lalu menatap pantulan dirinya di cermin rias besar. Gaun pengantin itu benar-benar sudah kusut dan bernoda.

Ia melangkah ke arah walk-in closet, kagum sejenak karena wardrobe di sana begitu lengkap. Gantungan berisi gaun malam, piama satin, juga kimono mandi hotel. Semua tampak mahal. Ia memilih untuk mengenakan piama putih dengan aksen renda tipis.

Namun, sebelum itu, begitu mencoba membuka ritsleting belakang gaun pengantinnya, Joana mengalami kendala. Ritsletingnya tersangkut.

“Astaga ...!” ucapnya panik sambil terus mencoba menjangkau ke belakang tubuhnya.

Saat sedang berjuang sendiri, suara langkah kaki terdengar mendekat. Lalu tanpa diduga, sebuah tangan kekar dingin menyentuh bagian belakangnya. Ritsletingnya pun diturunkan perlahan.

Joana menoleh cepat. “Tu-Tuan Ken?”

Kennard berdiri di belakangnya, baru selesai mandi, dibalut bathrobe berwarna putih. Wangi maskulin yang hangat dari tubuh lelaki itu menguar.

“Saya tidak bermaksud mengintip. Kamu tadi kesulitan, jadi saya bantu,” ujarnya dengan suara rendah, lalu cepat-cepat berbalik setelah ritsleting selesai diturunkan.

Joana berdiri membeku. Telinga Kennard memerah.

Tanpa berkata apa-apa lagi, Kennard melangkah keluar dan menutup pintu walk-in closet dengan hati-hati. Sesaat kemudian, ia meninggalkan kamar dan berdiri di depan kamar Edmund seraya mengetuk pintu.

Edmund membukanya sambil tersenyum geli karena penampakan sang tuan muda dalam balutan kimono mandi tersebut. “Akhirnya, Tuan muda bisa melewati malam pengantin baru juga. Ah, saya jadi tidak sabar lahirnya pewaris keluarga Darriston dari cucu kesayangan Grandpa Lionel.”

“Sudahi leluconmu, Ed.” Kennard menggeram kecil.

Edmund tergelak puas, lalu membiarkan sang CEO dingin itu masuk.

“Saya ingin kamu selidiki latar belakang Joana. Keluarganya, siapa orang tuanya, kenapa dia sampai melarikan diri dari pernikahan itu malam ini. Ada yang janggal. Bekas luka di pelipisnya ... itu bukan dari kecelakaan biasa. Apa selama ini dia mendapatkan perlakuan tidak pantas di keluarganya?”

Edmund akhirnya mengangguk, kali ini serius. “Baik, Tuan muda. Saya akan mulai malam ini juga.”

Kennard mengangguk dan tak menunggu lama segera melangkah keluar, tetapi masih sempat berkata dingin, “Dan satu hal lagi. Jangan pernah ganggu Joana. Perlakukan dia dengan baik. Meskipun pernikahan ini hanya kontrak, dia tetap istri sah saya.”

Edmund menyentuh dada sambil membungkuk hormat, senyumnya sedikit mengembang penuh arti. “Baik, Tuan muda.”

Kennard pun berjalan kembali ke kamarnya. Dalam diam, pikirannya masih terus memutar ekspresi takut Joana dan luka samar di pelipisnya itu.

Siapa sebenarnya gadis yang saya nikahi itu?

To be continued ….

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (50)
goodnovel comment avatar
Lova Lovia
eciee belum apa-apa udah perhatian gitu babang Ken. Joana meskipun menikah dadakan dg pria asing tapi kamu diperlukan dengan baik loh. nginjek marmer aja gak boleh apalagi nginjek tanah coba
goodnovel comment avatar
Lova Lovia
ya ampyun Edmund kamu mau menyelidiki kehidupan Joana dr malam ini... tidur weh tidur .........
goodnovel comment avatar
Ika Dewi Fatma J
oh yang biasanya dingin tak tersentuh sekarang ada kepedulian pada orang lain nih
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Pengantin Miskin Milik CEO Dingin   Chapter 96 | Ikatan Darah dan Dendam

    “Kamu pikir saya akan berhenti hanya karena ancamanmu, Daniella?” bentak Kennard lantang, matanya menyala penuh kebencian. Suara beratnya pecah di ruangan itu, menggema bagaikan petir yang menghantam dinding marmer mewah mansion Darriston. Tangannya masih mencekal leher Arley dengan wajah semakin memerah menahan amarah yang menggelegak. Daniella malah tidak gentar sedikit pun. Ia berdiri tegak dengan senyum miring penuh kesombongan. “Apa kamu benar-benar tega membunuh lelaki yang bahkan masih punya hubungan darah denganmu, Ken? Lelaki yang sebenarnya adalah … paman kandungmu sendiri!” Hening. Mata Kennard terbelalak lebar kali ini. Yang lain pun saling melempar pandang. Ruangan megah itu mendadak membeku. Semua orang yang berada di sana tersentak kaget, seolah-olah waktu berhenti seketika. Ivana melirik Aaron, tetapi tak didapatkan jawaban memuaskan. Joana sendiri menegang, tubuhnya bergetar, dan bulir air mata tanpa sadar jatuh membasahi pipinya. “Kasihan, Ken. Masalah ini

  • Pengantin Miskin Milik CEO Dingin   Chapter 95 | Pengkhianatan Kejam

    Tidak ada yang menduga bahwa suara tembakan yang baru saja menggetarkan ruangan tengah megah dan luas itu ternyata bukan berasal dari pihak musuh, melainkan dari Vernon Moreau. Lelaki tegap berjas hitam itu berdiri di bibir pintu utama mansion empat lantai Darriston, dengan pistol masih teracung ke langit-langit. Wajahnya dingin, tetapi sorot matanya penuh amarah. Di sisinya berdiri Agnesia, yang terlihat pucat, tetapi berusaha tegar. Beberapa langkah di belakang, tampak Ryuzaki bersama Leah, dan di antara mereka, Joana ikut masuk, tubuh rampingnya yang sedang berbadan dua gemetar menyaksikan situasi kacau balau di hadapannya.“Cukup!” suara Vernon menggelegar, menguasai ruangan. “Tidak seorang pun bergerak sampai semua kebenaran diungkapkan di sini!”Semua atensi berpusat kepadanya. Aaron langsung melangkah cepat, meraih Joana ke dalam pelukannya, melindungi putri kandungnya itu. “Joana!” serunya dengan suara tercekat. Ivana ikut memeluk, matanya basah karena haru bercampur panik.J

  • Pengantin Miskin Milik CEO Dingin   Chapter 94 | Rahasia Vioneta

    Sore itu, suasana di dalam mansion Darriston dipenuhi ketegangan. Meskipun lampu kristal di langit-langit utama masih menyala terang, tetapi hawa di dalam ruangan itu begitu berat, seolah-olah udara enggan bergerak bebas.Kennard Reagan Darriston berdiri tegak di tengah ruang tamu megah itu. Tatapannya dingin, penuh wibawa, seperti seorang hakim yang hendak memulai sidang. Di hadapannya, Daniella Victory masih berdiri dengan tubuh sedikit gemetar meskipun ia berusaha keras menyamarkan ketakutannya dengan senyum palsu itu. Aura putra sambungnya terlalu menusuk hingga membuatnya nyaris tak bisa menguasai keadaan.Di sofa panjang berlapis kain beludru cokelat, Vioneta duduk dengan tenang. Sorot matanya tajam, wajahnya sedikit pucat, tetapi jelas memancarkan keteguhan hati. Ia tidak lagi tampak seperti wanita lusuh yang siang tadi ditemukan di jalanan. Kali ini, ia tampak berbeda, seakan-akan membawa kebenaran besar yang sudah lama dikubur waktu.Aaron Lin dan Ivana berdiri tak jauh dari

  • Pengantin Miskin Milik CEO Dingin   Chapter 93 | Patah Hati

    Sore itu, langit Paris tampak berwarna kelabu. Dari balik kaca rumah sakit, Daniella Victory menatap kosong ke luar jendela ruang IGD. Pelipisnya masih berbalut perban putih, sesekali terasa nyeri akibat lemparan batu yang tadi siang menghantam kepalanya.Namun, bukan luka fisik yang membuatnya gelisah, melainkan kabar yang baru saja masuk melalui telepon rahasia dari anak buahnya."Madame, kami gagal. Vioneta sudah dibawa kabur oleh seseorang. Kami tidak bisa mencegahnya."Daniella menghela napas panjang, matanya memerah. Bibirnya bergerak pelan, mengeluarkan makian tertahan.“Bodoh! Kalian memang tidak berguna!”Ia cepat-cepat menutup panggilan, melirik sekeliling. Ada dua perawat yang sedang sibuk mencatat di meja jaga. Daniella langsung menegakkan tubuhnya, merapikan gaun krem elegannya, dan pura-pura tenang. Namun, di dalam dadanya, badai amarah bergemuruh.Setelah perbannya diperiksa sebentar, Daniella menandatangani formulir pulang. Ia menolak tawaran perawat untuk menunggu sop

  • Pengantin Miskin Milik CEO Dingin   Chapter 92 | Vioneta versus Daniella

    Daniella menunduk cepat, berusaha meraih belanjaannya yang jatuh. Namun, tubuhnya gemetar ketika melihat sorot mata lusuh yang menatapnya tajam penuh dendam. "Vi-Vioneta …?" Bibir Daniella sukses bergetar, seakan-akan melihat hantu dari masa lalu.Seketika ia berbalik hendak lari ke mobil mewahnya yang terparkir tak jauh. Tumit stiletto-nya berdetak panik di trotoar. Akan tetapi, suara serak penuh dendam itu mengejarnya.“Nyonya Daniella! Wanita biadab! Kamu tidak bisa kabur dariku!”Suara itu membuat beberapa orang menoleh. Daniella berlari semakin cepat, membuka pintu mobilnya dengan panik. Ia berhasil duduk di kursi pengemudi, dan langsung melajukan kendaraan mewahnya itu. Akan tetapi, sebelum ia mengemudi terlalu jauh, sebuah batu besar yang dilempar Vioneta dengan segenap tenaga, segera menghantam kaca samping mobil. Kaca itu pun pecah berserakan. Batu itu melesat tepat menghantam pelipis Daniella. Darah segar langsung merembes, membuat wajah cantik tak dimakan usia karena selal

  • Pengantin Miskin Milik CEO Dingin   Chapter 91 | Sosok di Masa Lalu

    Suasana rumah sakit dekat Grand Palais siang itu terasa berbeda dari biasanya. Udara dingin dari mesin pendingin bercampur dengan aroma disinfektan membuat setiap orang yang melangkah di lorongnya seolah-olah membawa beban rahasia. Di salah satu ruangan laboratorium yang terkunci rapat, tiga orang berdiri di depan sebuah meja kerja.Aaron, dengan jas hitam rapi dan sorot mata penuh api, duduk di kursi utama. Di kursi sampingnya ada Ivana, dengan gaun pastel elegan sebetis, dan menggenggam tas branded kecilnya erat-erat. Jacob berdiri sedikit ke belakang, tubuhnya tegap, wajahnya menegang. Tak beda jauh dengan tuan besarnya.Dua buah amplop putih sudah diletakkan di atas meja oleh perawat penjaga laboratorium. Logo rumah sakit tercetak di sudut kiri atasnya.Aaron menatap Ivana sejenak. “Kamu siap, Sayang?”Ivana mengangguk meski tangannya bergetar. “Rasanya saya sudah menunggu terlalu lama untuk kebenaran ini, Sayang,” balasnya. “Oke, mari kita lihat hasilnya,” timpal Aaron kemudian.

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status