LOGINSosok familier yang kini tak berdaya di depan dua pasang mata lelaki tampan itu, sontak membuat keduanya mundur setapak setelah nyaris kehilangan pijakannya. Sungguh, dunia seakan-akan berhenti berputar bagi Kennard dan Ryuzaki.“Zi-Ziola?” seru Kennard terbata. Tubuh Ziola, karyawati butik yang sejak awal dicurigainya, tengah bersandar di sudut kamar mandi lembab itu dalam keadaan lemah tak berdaya. Rambutnya kusut, wajahnya penuh lebam keunguan, dan darah yang belum kering membasahi sudut bibir, menuruni pelipis, dan juga menganak di sisi kedua pahanya. Seragam kerjanya nyaris koyak seluruhnya hingga menyisakan rasa ngilu di dada siapa pun yang memandanginya. Tentu hal tersebut juga dirasakan Kennard yang kini berdiri mematung. “Bagaimana bisa ini terjadi, Ryu? Saya sebelumnya mencurigainya, tapi sekarang ….” Suami sah Joana itu tak sanggup meneruskan kalimatnya. Jelas bukan karena tidak percaya, melainkan karena rasa bersalah yang tiba-tiba mencekik lehernya. Yang ia curigai, se
Gaun-gaun pengantin di Darriston Boutique itu hancur dengan cara yang kejam. Bukan terlipat rapi di balik kaca butik, seperti biasanya. Bukan pula menunggu sentuhan halus tangan terampil Joana untuk disempurnakan jahitannya. Gaun-gaun itu robek, tergunting, tercabik-cabik, seperti menjadi korban dari amarah yang tak sempat disalurkan lewat kata-kata.Itulah pemandangan pertama yang menyambut Ryuzaki dan calon istrinya, Dokter Leah, ketika pintu kaca Darriston Boutique mereka dorong perlahan siang itu—puluhan menit setelah roda pesawat yang membawa mereka dari Jepang landing di Paris. Dosen berwajah oriental itu sukses membeku di bibir pintu dengan koper kecil di tangan yang nyaris jatuh begitu saja ke lantai marmer butik. Cukup kontras dengan kekacauan yang membentang nyata di hadapannya.Leah sendiri refleks menutup mulut. Kelewat syok. “Ryu … i-ini? Apa yang terjadi?” tanyanya dengan suara bergetar kalut. Butik itu tempat Joana menuangkan jiwanya sejak dua minggu terakhir. Juga tem
Waktu seolah berhenti. Suara gesekan sendok dan garpu perlahan terhenti kala mereka berenam tenggelam dalam keheningan yang janggal. Di tengah meja panjang restoran mewah itu, Kennard, Joana, Vernon, Agnesia, Edmund, dan Ester menatap layar ponsel hitam milik Kennard yang tergeletak di tengah meja.Rekaman CCTV dari Darriston Boutique yang baru saja diputar Kennard, menampilkan sesuatu yang membuat perut siapa pun terasa melilit. Di layar itu, seorang perempuan dengan seragam butik warna pastel muncul. Dialah Ziola, karyawan yang selama ini paling dipercaya Kennard dan baru dikenal Joana sejak satu minggu terakhir. Gerak tubuh itu tertangkap, tidak seperti Ziola yang mereka kenal.Gadis itu berjalan perlahan di lorong butik yang sepi, sesekali menoleh ke kanan dan kiri seperti takut ketahuan. Di tangannya, ada gunting panjang dengan gagang hitam, alat pemotong kain profesional butik itu. Akan tetapi, cara ia memegangnya—dengan posisi tegak, bukan mendatar—cukup untuk membuat Kennard
Dunia Joana yang awalnya terasa damai mendadak tegang kala bayangan gelap itu jatuh di belakangnya. Refleksi samar di kaca besar memperlihatkan sosok perempuan berambut pendek—Ziola, salah satu karyawan butik yang sudah dua tahun terakhir bekerja di sana—berdiri tepat di belakang Joana sambil mengangkat gunting logam besar setinggi kepala. Cahaya lampu memantul di mata pisaunya, berkilat tajam.Waktu seolah-olah melambat. Joana menoleh cepat dengan mata membesar. Napasnya sukses tercekat.“Zi-Ziola?” serunya nyaris bergetar.Akan tetapi, sebelum sempat Ziola menjawab, pintu gudang bahan desain itu terbuka keras. “Joana!”Kennard muncul dengan langkah panjang dan wajah tegang. Matanya langsung menangkap pemandangan tersebut. Yang mana Ziola dengan gunting terangkat tinggi, berdiri di belakang istrinya yang sedang hamil muda.Refleks CEO dingin itu melangkah cepat dan mendorong tubuh Ziola hingga perempuan itu terjerembap ke lantai. Gunting di tangannya terlepas dan meluncur cepat ke uj
Atmosfer tegang belum sepenuhnya lenyap ketika mobil hitam Kennard berhenti di depan sebuah butik megah bergaya modern-klasik yang berdiri di kawasan La Défense. Begitu Kennard turun, ia langsung menoleh ke arah istrinya yang tengah berjuang membuka seatbelt sambil menahan mual ringan.“Pelan-pelan, Sayang,” ucapnya lembut, membungkuk sedikit dan membantu Joana keluar dari mobil.Tangannya menyokong punggung Joana dengan hati-hati. Diffuser yang memendar harum mawar itu menyambut mereka begitu melangkah ke dalam butik. Beberapa pegawai berdiri rapi memberi salam, tetapi pandangan mereka segera tertuju pada dua sosok yang tengah menunggu di area tengah butik. Siapa lagi jika bukan Edmund dan Ester.Ester tampak sangat cantik pagi itu dengan dress krem berpotongan sederhana ditambah blazer biru muda, dan rambutnya terurai indah dengan potongan bob layered. Akan tetapi, yang paling mencolok adalah tatapan canggung di wajahnya setiap melirik Edmund, yang berdiri di sebelahnya dengan poton
Apa yang salah dengan saya? Kenapa kalau disentuh Ester langsung bereaksi seaneh ini?Ester malah beralih memeluk erat hingga Edmund merasakan kepalanya pusing dan berat. Ia tidak biasa dengan reaksi aneh ini. Pernah sekali dipeluk Leah, tetapi tak semeresahkan ini reaksinya. “Aku yakin, hari ini aku semakin mencintaimu, Ed.” Gadis itu mendongak dengan mata berbinar, tetapi tiba-tiba ia merasakan ada pergerakan aneh di bawah sana. “Eh, apa ini? Kok—.”Ester hendak meraba celana Edmund, tetapi dengan cepat lelaki loyal itu menahan pergelangan tangannya. “Katanya mau ke barbershop, ‘kan? Ayo,” ajak Edmund dengan suara kian berat. Demi apa pun, ia bisa gila jika terus bertahan pada posisi ini dengan calon istrinya. Tolong Edmund! “Ya sudah, ayo. Setelah itu, kita ke butik Kak Ken. Aku tidak sabar melihat gaun pengantin rancangan Joana.” Ester kembali berjinjit dan mengecup rahang tegas Edmund, tetapi detik itu … ia membuat Edmund semakin tak mampu mengendalikan diri. Tangannya meraih







