Argan terbangun di pagi hari. Saat ia melihat tempat di sisinya kosong, seketika ia merasa panik. Argan meloncat turun dari ranjang dan mencari keberadaan istrinya.“Aliya!”“Aliya!”Argan merasa takut akan kehilangan peerempuannya lagi. Padahal ia baru saja menikah degan perempuan itu.“Aliya!”“Ada apa?”Suara itu membuat Argan menoleh. Ia melihat Aliya berada di dapur memegang semangkok malt dengan ekspresi kesal.“Pagi-pagi begini kamu sudah berteriak,” gerutunya.Helaan napas lega keluar dari mulut Argan. Ia berjalan mendekati istrinya itu, dan memeluknya erat.Syukurlah ia masih menemukan perempuan itu di rumahnya. Ia kira, Aliya akan melakukan hal yang sama seperti Alison. Untuk kali ini, Argan merasa tidak rela jika Aliya benar-benar meninggalkannya.Aliya merasa bingung dengan sikap aneh Argan. Ada apa dengan pria itu sebenarnya? Apa dia baru saja bermimpi buruk?“Lepaskan,” pinta Aliya. Dia mencoba melepaskan Argan, tapi pria itu bersikeras memeluknya.“Tidak. Biarkan sepert
Addy menenangkan Kirana yang masih terlihat begitu emosi. Tidak lama, perempuan itu pun menangis. Kirana menumpahkan tangisnya sambil memeluknya. Dia mungkin sadar dengan apa yang baru saja terjadi padanya.“Tenanglah, Kirana.” Addy mengusap kepala istrinya itu. Dia tahu bagaimana perasaan istirnya.Orang tua mana yang tidak sakit hati saat posisi mereka disepelekan oleh putri mereka sendiri? Merasa tidak dianggap, tidak dihormati. Beranggapan bahwa setiap kesalahan yang ia lakukan tidak berarti apa-apa.Meski mereka bisa menjadi manusia yang pemaaf untuk anak mereka, tapi jika sudah keterlaluan, mereka juga bisa marah dan merasakan sakit. Sampai kapan sebagai orang tua mereka akan terus mendapatkan sikap seperti ini? Alison hanya tahu menuntut orang tua untuk mengabulkan semua yang ia inginkan, tanpa tahu kesulitan orang tua saat melewati itu semua.“Aku lelah dengan sikapnya, Addy,” ucap Kirana di tengah tangisnya yang belum mere
Siang ini terasa sangat membosankan karena tidak ada kegiatan sama sekali. Biasanya Aliya akan disibukkan dengan pekerjaan, atau setidaknya ia akan keluar menghabiskan waktu dengan teman-temannya. Tapi, kini ia justru terkurung di rumah ini tanpa bisa melakukan apapun.Aliya melirik Argan yang berada tidak jauh darinya. Pria itu tampak sibuk dengan laptopnya. Ia mungkin tengah mengurus pekerjaannya.“Argan.”“Hm?” Argan menyahut tanpa menoleh. Dia terlihat sangat fokus.“Boleh aku keluar bersama teman-temanku?”Argan bergeming.Aliya yang menunggu jawabannya hingga beberapa detik pun dengus kesal.“Argan!” Dia menggoyangkan lengan pria yang kini telah menjadi suaminya itu.Argan berdecak kecil. “Ada apa, Ay?”“Kamu belum menjawab pertanyaanku?” Aliya memberengut. Padahal dia menunggu jawaban dari pria itu, tapi dia terlihat mengabaikannya.“Iya. Iya.” Argan mengangguk dengan enggan.Seketika, kedua mata Aliya berbinar. Senyumnya merekah sempurna.“Benarkah?”“Tentu.”“Yeay!”Aliya bers
Alison mengendap-endap keluar dari rumahnya. Meski sedang dalam masa hukuman, Alison menolak untuk dikurung di kamarnya seharian. Ia tahu orang tuanya marah, tapi tidak harus dengan cara itu mereka melakukannya.“Sial.” Alison menginjak batang rokok yang sudah ia hisap hingga tersisa pendek. Dia meluapkan emosinya dengan menginjak sampah itu. “Aku tidak menyangka keadaan akan jadi seperti ini.”Perempuan itu menyugar rambutnya ke belakang. Tidak banyak yang mengetahui sisinya yang seperti ini. Bahkan Argan pun tidak. Alison, adalah gadis yang menyukai kebebasan. Tapi kebebasan yang dimaksud tentu tidak sama dengan Aliya. Kebebasan Alison lebih ke arah semua hal yang menyenangkan. Dia bahkan tidak peduli jika hal itu akan merugikannya.Alison setia pada Argan. Dia mencintai pria itu. Hanya saja, terkadang ia juga bermain dengan pria lain, tanpa menggunakan hati. Hanya sebuah permainan yang membuatnya senang dan dimanjakan.“Aku harus mencari Argan,” ucap Alison. Dia mengambil handphone
Alison kembali ke rumah, dan dia mendapat teguran dari orang tuanya. Dia harus duduk di ruang tamu selama hampir satu jam untuk mendengar ceramahan mereka. Tapi, apakah Aliso mendengarkan? Tentu saja tidak. Dia hanya diam, berpura-pura menyesal. Padahal, dalam hati dia sangat bosan mendengarkan ocehan mereka. Alison masih banyak memerankan drama anak baik karena ia masih membutuhkan dukungan orang tuanya.“Jangan lagi ulangi kesalahanmu ini, Alison. Ayah dan Ibu sudah lelah menghadapi masalah yang kamu buat.” Addy memijit pelipisnya. Kepalanya terasa sakit akibat menghadapi sikap putrinya yang susah diatur. Addy sendiri merasa heran, Alison terlihat patuh, namun dia begitu banyak membuat masalah. Tidak seperti Aliya yang memang pembangkang, tapi Addy tidak pernah mendengarnya membuat ulah.“Cobalah seperti Aliya, dia tidak sepertimu yang hobi menyulitkan orang tua,” ucap Kirana dengan nada datar.Tangan Alison diam-diam terkepal saat dirinya dibandingkan dengan saudara kembarnya itu.
“Argan!”Saat Argan baru tiba dikantornya untuk kembali bekerja setelah libur beberapa hari, ia dikejutkan oleh kedatangan Alison yang tiba-tiba memeluknya.Argan dengan segera melepaskan pelukan perempuan itu. Selain ia memang tidak suka, sikapAlison yang seperti ini juga bisa menimbulkan kesalahpahaman.“Apa yang kamu lakukan?” tanya Argan terdengar tak senang.“Aku ingin menjelaskan semuanya.” Alison memelas. Ini kesempatan baginya, karena ia bisa bertemu Argan secara langsung. Sejak kemarin yang ingin ia lakukan adalah bertemu dengan pria itu, tapi hal itu sangat sulit. Karena Argan baru saja menikah, ia tidak lagi tinggal di rumahnya. Dan menghubungi Argan juga percuma, yang selalu menjawab panggilan darinya selalu Aliya. “Argan ku mohon dengarkan aku.”“Aku tidak ingin mendengar apapun.” Alasan yang diberikan Aliosn tidak akan bisa mengubah apapun. Karena kini semua sudah berubah. Argan sudah terikat dengan Aliya, jadi dia tidak ingin lagi berhubungan dengan Alison. Biarkan pere
Untuk Aliya yang sering bergaul dengan siapa pun, ia tidak akan mudah jatuh cinta. Dan juga, tidak mudah menerima seseorang yang menyatakan perasaan padanya.Lalu, bagaimana saat dia mendengar salah satu teman terdekatnya justru memendam perasaan padanya?“Nial?” Aliya mengernyit. Dia merasa tidak percaya dengan apa yang teman-temannya katakan. “Tidak mungkin.”“Bagaimana itu tidak mungkin? Apa kamu tidak sadar semua sikap Nial padamu itu berbeda?”Terkadang sikap Aliya yang sangat tidak peka itu membuat orang lain gemas ingin memukul kepalanya. Saat diberitahukan pun ia tidak mudah percaya dengan omongan mereka.“Dia terlalu buta,” cibir Liora. “Percuma saja bicara dengannya, Gina. Hanya membuang tenaga saja.”“Kamu bicara seakan aku ini bodoh.” Aliya terkadang kesal dengan perkataan Liora yang sering mengejeknya. Tapi, Aliya tidak mudah mengalah. Jika sudah keterlaluan, ia akan membalas Liora tanpa mau kalah.“Memang kamu bodoh,” tukas Liora. Ia menjulurkan lidahnya ke arah Aliya.A
Nial meletakkan tasnya dengan kasar. Ia lalu mendudukkan diri tepat di samping teman-temannya. Ekspresi wajah Nial yang tidak bersahabat membuat mereka bertanya-tanya, ada apa dengan pria itu?“Apa ada sesuatu yang terjadi? Kenapa wajahmu kusut sekali?” tanya Zico.“Ini tentang Aliya,” ucap Nial menjelaskan. Rasanya tidak rela saat ia mengetahui kebenaran yang menyakitkan ini. “Dia … sudah menikah.”“Menikah?!” Teman-teman Nial pun tampak sangat terkejut mendengarnya.“Bagaimana mungkin? Kita bahkan tidak mendengar kabar apapun sebelumnya,” ucap Kelvin tidak percaya.“Aku mendengar sendiri dari Aliya. Bahkan aku baru saja bertemu dengan suaminya,” jelas Nial dengan kesal. Rasanya dia ingin memukul seseorang demi melampiaskan amarahnya saat ini.“Siapa memangnya?” tanya Zico penasaran. Setahunya, Aliya gadis yang cukup sulit didapatkan. Itu karena dia terlalu friendly, dia tidak mudah menaruh perasaan pada orang lain. Ia memang berteman dengan siapa saja, tapi ia memandang semua orang