Share

BAB 4 PELUKAN HANGAT

Penulis: Libra Syafarika
last update Terakhir Diperbarui: 2025-07-07 09:30:41

"Ibu... bangun, Bu..." bisik Elena dalam tidurnya.

Matanya masih terpejam. Namun ia terus memanggil ibunya. Keningnya basah oleh keringat hingga menetes ke lehernya. Elena terus bergerak gelisah, wajahnya berkerut cemas, sampai membuat Meix terbangun.

Pria itu duduk setengah sadar. Ia menggosok matanya perlahan, lalu melempar pandangannya pada Elena.

"Ibu... bangun, Bu. Aku takut. Di sini gelap," bisik Elena terdengar.

Meix memicingkan mata. "Kenapa wanita itu," desisnya. "Hei... bangunlah. Kau berisik sekali."

Tak ada jawaban.

Badan Elena terus bergerak gelisah sembari membisikkan kata-kata yang sama. "Ibu... jangan tinggalkan aku. Bangun, Bu. Aku takut..."

Meix menggaruk kepalanya yang tak gatal. Tangannya terulur menyalakan lampu. Ia menyibak selimutnya kasar, lalu turun dari ranjang dengan raut kesal. 

"Wanita ini menganggu saja."

Ia duduk di samping Elena. Menggoyangkan tubuhnya beberapa kali agar terbangun. "Hei... Apa yang kau lakukan. Bangun..."

"Ibu.. Tidak. Jangan pergi. Ibu..." teriak Elena. Ia tersentak. Seketika bangkit dan memeluk Meix dengan erat.

"Ibu... Jangan tinggalkan aku. Jangan pergi. Aku mohon jangan pergi..."

Air matanya berderai membasahi punggung Meix yang tak mengenakan apapun. Namun anehnya, pria itu tak terlihat marah. Ia justru membeku, membiarkan Elena memeluknya.

'Apa yang terjadi padamu. Siapa kau sebenarnya,' batin Meix. 

Ia merasakan kehangatan tubuh Elena yang menggigil dalam pelukannya. Untuk sesaat, ia seolah teringat sesuatu, sebuah perasaan asing yang menusuk hatinya yang dingin. Entah apa yang mengetuk, namun Meix mengangkat tangannya—membalas pelukan Elena seolah ingin memberinya ketenangan.

Beberapa menit kemudian, Elena tersadar. Ia melonggarkan dekapannya. Menatap dengan jelas wajah pria arogan yang baru dikenalnya.

Mata mereka saling bertaut, menatap dalam seolah ingin menyelami perasaan masing-masing. 

"Tuan..." bisik Elena lirih.

Meix menatap lekat mata Elena yang basah. Seolah pernah merasakan luka yang sama, ia mengusap air mata Elena dengan lembut. Gerakan itu begitu tak terduga, membuat wanita di hadapannya itu terperangah.

Kejadian langka itu hanya terjadi sesaat. Setelah tersadar, Meix langsung bangkit—bergerak tak jelas seolah kebingungan. Ia kembali ke ranjangnya.

'Bodoh! Apa yang aku lakukan?' batinnya.

"Tuan... terima kasih," ucap Elena tulus.

"Tidurlah! Dan jangan coba-coba mengigau lagi. Kalau tidak, aku sumpal mulutmu," ucap Meix sarkas. Nada suaranya dingin, seolah sentuhan lembut tadi tak pernah ada.

Ia merebahkan tubuhnya, memunggungi Elena. "Mungkinkah dia takut kegelapan?" gumamnya. "Ah... Terserahlah. Aku mau tidur."

Elena hanya bisa menelan ludah, menatap punggung Meix yang memunggunginya.

Dan Meix, kembali merajut mimpinya tanpa mematikan lampu.

---

Keesokan paginya. Meix berdiri di depan cermin sembari menyisir rambut hitamnya ke belakang. Sebuah jam tangan mewah klasik bertengger di lengan kanannya. Ia mengenakan jas tailor-made berwarna hitam tanpa dasi, mencerminkan kekayaan yang tak perlu dipamerkan.

Sedetik kemudian, Elena keluar dari toilet. Membuat Meix seketika menghentikkan aktifitasnya. Bola matanya membulat saat melihat pantulan Elena di dalam cermin. Lalu dengan cepat memutar badannya seolah tak sabar menghakimi.

"Apa yang kau pakai?" tanyanya sinis.

Elena menyeringai sembari berusaha menarik ujung kemejanya lebih rendah. "Maaf, Tuan. Aku pinjam bajunya."

Elena mengenakan kemeja putih Meix yang kebesaran, dengan panjang sepaha. Ia menggulung bagian lengannya ke atas lalu membuka sedikit kancing bagian leher—membuat lekuk leher dan tulang selangkanya  terlihat, menambah kesan seksi dan menggoda.

"Kau mau turun ke bawah mengenakan ini?" tanya Meix tak habis pikir.

Elena menggaruk kepalanya kasar—membuat gulungan rambutnya terlepas. Helaian cokelat panjang itu tergerai hingga pinggang. 

Meix membeku menatapnya. Waktu seolah berjalan melambat. Pandangan di sekitarnya mengabur dan hanya terfokus pada Elena yang tengah sibuk membenahi rambutnya.

"Biarkan..." gumamnya.

"Hump?" sahut Elena, menghentikan gerakan tangannya.

"Biarkan tetap begitu," ucap Meix datar.

Elena mematung. Tak mengerti maksud perkatannya.

Meix mendekatinya. Tatapannya tajam laksana belati. Ia berdiri tepat di depan Elena. Menyingkirkan tangan wanita itu hingga rambut panjangnya kembali jatuh dan tergerai.

"Kau masih ingat perjanjian kita, kan?"

Elena hanya mengangguk pelan.

Meix menyibak rambut Elena lembut, lalu perlahan mengangkat dagunya.

"Hari ini... sandiwara kita dimulai. Bersikaplah manis di depan kakek." 

Ia mendekatkan wajahnya hingga bibirnya hampir menyentuh milik Elena. "Kita harus bersikap mesra. Sampai tak ada celah yang bisa terlihat."

Elena menelan ludah, lalu mengangguk tanpa suara.

Meix tersenyum puas. Ia mengambil tas kerjanya lalu berjalan keluar kamar.

"Hufh... Dia benar-benar tidak terduga," gumam Elena.

Mereka menuruni tangga melingkar, kemudian terus berjalan menuju ruang makan. Sesaat sebelum memasuki ruangan, Meix menghentikan langkah Elena yang berjalan jauh di depannya, dengan cara yang unik.

"Patung!" teriaknya.

Seketika, Elena berhenti laksana patung. Ia benar-benar tidak bergerak, persis seperti yang Meix harapkan.

Meix berdiri di hadapannya—mengulum senyum. "Bagus. Ternyata ini bekerja," ucapnya puas.

Ia berbalik, lalu kembali memberi perintah. "Hidup."

Elena bergerak seraya menghembuskan napas panjang. "Sial..." bisiknya.

"Apa kau bilang?" tanya Meix penasaran.

"Tidak, Tuan. Aku hanya..." Bola matanya melirik ke atas, mencari alasan. "Bernafas..." dustanya, menyeringai.

"Berhenti panggil aku Tuan. Panggil aku, Meix... Aku tidak mau kakek menceramahiku."

Ia menggandeng tangan Elena mesra, lalu masuk ke dalam ruang makan. 

Di meja panjang itu Kakek Erich sudah menunggunya cukup lama. Ia duduk di ujung meja sembari sibuk memeriksa pekerjaannya di tablet. 

"Selamat pagi, Kakek..." sapa Meix.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Pengantin Pengganti Milioner Mandul   BAB 100 PENGORBANAN YANG MENYAKITKAN

    Elena menyeringai, lalu menarik tangannya kasar. Ia membalikkan badannya—kembali duduk di sofa dengan santai.Ia mengambil gelas jus di meja. Sorot matanya tak ada sedikitpun rasa takut saat menatap Meix, hanya ketenangan yang dingin. "Pastinya bukan anakmu, kan? Bukankah... Kau mandul?"Ia kembali menyeringai seolah meremehkan, lalu menenggak jus itu dengan gerakan pelan.Meix tersulut, tangannya mengepal erat hingga buku-buku jarinya memutih. Matanya memerah, rahangnya mengeras. Ia menarik tangan Elena berdiri hingga gelas itu terjatuh, pecah berkeping-keping di lantai dengan suara keras.Pyar!Tangan kananya menarik pinggang Elena hingga menempel ditubuhnya. Sementara tangan kirinya menarik tengkuk istrinya itu, lalu menyambar bibinya dengan brutal.Pergulatan emosi dan perang bibir pun terjadi. Ciuman yang tadinya penuh amarah, kini ber

  • Pengantin Pengganti Milioner Mandul   BAB 99 ANAK SIAPA ITU?

    Di rumah sakit, Meix terlihat gusar. Pasalnya, sudah dua hari ia dirawat tapi sekalipun Elena tak pernah datang menjenguknya."Jack, apa Elena sangat sibuk?" tanyanya. Ia duduk di atas ranjang rumah sakit sambil memeluk lututnya, seperti anak kecil yang kehilangan ibunya.Jack terdiam, matanya melirik ke kanan dan ke kiri, seolah mencari sebuah alasan. "Tuan, bisakah Anda tidak memikirkan Nona Elena terlebih dahulu? Tolong fokus pada kesehatan Anda."Meix menundukkan wajahnya, matanya terlihat sayu. "Tidak, Jack. Aku tak bisa hidup tanpanya."Di layar televisi yang sedang menyala, sebuah berita tentang Elena muncul. Dalam tayangan itu, terlihat Elena dan Lucien sedang masuk ke dalam mobil hingga ke ruang kandungan di rumah sakit.Pewarta berita menyiarkan...'Elena Vorontsov, istri dari Milioner Meix Dalton yang baru saja mendapat prest

  • Pengantin Pengganti Milioner Mandul   BAB 98 DILEMA

    Meix terlihat terkulai di lantai, kemejanya yang terbuka tergeletak di sampingnya. Rupanya, ia berhasil sadar setelah Elena berusaha menggedor pintu, lalu kaget saat melihat wanita yang bersamanya bukan Elena. Dengan tenaga yang masih tersisa, ia berusaha mendorong tubuhnya sendiri hingga terjatuh ke lantai berselimut karpet wool.Sayup-sayup kelopak matanya terbuka saat Elena masuk. Ia berusaha memanggil Elena meski suaranya hampir tak terdengar. "Elena..." bisiknya samar.Viviane turun dari ranjang dengan tergesa. Matanya melotot menatap Elena penuh dengan keangkuhan. "Berani-beraninya kau mendobrak masuk. Keluar!" teriaknya pada Elena.Elena segera menghampiri Viviane lalu menampar wajahnya dengan keras.Tarr!"Wanita tidak tahu malu! Kau mencoba memperkosa suami orang?!" desis Elena.Jack segera menghampiri Meix lalu membantunya untuk naik ke atas ranjang.Viviane meraba pipinya yang terasa panas dan nyeri. Tatapannya

  • Pengantin Pengganti Milioner Mandul   BAB 97 HATI YANG TERCABIK

    Di waktu yang sama di balkon dekat ballroom, ketegangan antara Lucien dan Elena terasa begitu pekat, seolah membelah udara di antara mereka. Tuduhan Elena terhadap ibu Lucien bagai percikan api yang membakar amarah pria itu."Apa kau gila?! Dari mana pikiranmu menuduh Ibuku seperti itu?" sangkal Lucien.Elena mendengus, membuang muka. Bibirnya tersenyum miring, napasnya masih memburu berusaha mengatur emosi. "Hanya karena aku amnesia, tidak berarti kalian bisa cuci tangan. Apa kau pikir... Ingatanku hilang sepenuhnya?!"Tangan Lucien mengepal di sisi tubuh, lalu perlahan ia longgarkan, jemarinya bergetar halus. Bahunya naik-turun pelan, menarik napas panjang seolah mencoba menelan bara dalam dadanya."Elena. Saat itu kau masih sangat kecil. Ditambah lagi kau amnesia. Ingatanmu itu bisa saja salah," bujuknya, suaranya melembut, mencoba menembus pertahanan Elena.Elena memaksakan senyum tipis, tapi garis di sekitar matanya menegang. Senyum itu lebih

  • Pengantin Pengganti Milioner Mandul   BAB 96 TERJERAT AKSI LICIK

    Di sisi lain, jauh dari kesunyian di balkon. Suasana ballroom masih ramai dengan alunan musik dan bincang-bincang dari para tamu yang hadir.Meix menyapu segala area, berjalan melewati beberapa kerumunan berharap menemukan istrinya. Tapi yang ada, ia justru bertemu dengan Viviane."Meix..." Sapa Viviane. Ia menunduk sedikit, lalu mengangkat wajahnya perlahan. Dari balik bulu mata palsunya, tatapannya melirik singkat sebelum tersenyum nakal.Ia memberikan anggur yang sudah dicampur obat perangsang sebelumnya. "Selamat. Perusahaanmu kembali mendapat keuntungan besar."Meix tak langsung mengambilnya, ia melirik gelas itu sebentar lalu kembali menatap Viviane dengan sorot mata dingin. "Apa yang kau inginkan?!" desisnya, matanya menyala penuh amarah."Meix... Berhentilah bersikap kasar padaku. Bagaimanapun juga, aku adalah mantan tunanganmu," ucap Viviane. Nada suaranya sedikit mendesah, penuh godaan.Ia menyodorkan kembali gelas

  • Pengantin Pengganti Milioner Mandul   BAB 95 SINDIRAN TAJAM

    Tangan Emma bersilang dada, matanya memicing menatap Viviane sambil menyeringai dingin. "Kau? Kau masih punya harga diri datang ke pesta ini?"Viviane mengalihkan pandangan, tangannya yang gemetar meremas sisi gaunnya. "E-elena itu saudaraku..." sahutnya gugup."Perhatian semuanya!"Percakapan mereka kemudian terhenti saat suara teriakan Elena terdengar. Suara riuh dentingan gelas, tawa renyah, dan musik biola yang elegan tiba-tiba ikut mereda."Mohon maaf, aku minta perhatian dari kalian sebentar."Semua mata di ruangan besar itu kini menatap satu titik di panggung, ke arah Elena yang memegang mikrofon. Tak ada yang bersuara, semua fokus hanya pada Elena, seolah menunggu pengumuman yang akan memecah kesunyian."Aku mengucapkan terima kasih kepada kalian semua, karena telah menyempatkan hadir di pesta ini," ucapnya dengan wajah berseri."Aku sangat bahagia dan bersyukur telah menikah dengan Meix." Ia melirik Meix, lalu menggengg

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status