Share

BAB 6 MELUMAT LUKA

last update Huling Na-update: 2025-07-07 09:33:22

Meix menatap Elena dalam. Entah bagaimana perasaannya saat ini.

"Kau tidak sedang menyusun rencana kan, Meix?" tanya Erich meyakinkan diri bahwa cucunya ini tak akan berulah lagi.

Meix menyeringai, penuh siasat. "Tentu saja tidak. Aku akan memikirkan tempat terindah untuk bulan madu kami." 

Ia menyuruput kopinya dengan lirikan tajam.

'Aku harus mencari cara agar Kakek tidak ikut,' batinnya.

"Kau sudah tahu aturannya, Meix. Tidak ada cicit, tidak ada warisan. Lebih baik aku memberikan seluruh kekayaanku pada yayasan, dari pada terbuang sia-sia," ancam Erich.

"Salah satu kesalahanku adalah, hanya memiliki satu anak. Dan aku harus kehilangan dia lebih cepat." Nada suara Erich melirih, sebersit kesedihan melintas di wajah tuanya.

Meix menunduk. Ia meremas cangkir kopi dengan keras, membuat urat-urat di tangannya menonjol. Matanya terlihat basah, seolah menahan luka yang mendadak muncul.

Elena yang menyadari hal itu, menggenggam tangan Meix pelan.

"Kakek tenang saja. Kami pasti akan cepat memberi kakek cicit," hibur Elena.

Meix meliriknya. Kehangatan sentuhan Elena sejenak menahan amarah yang bergejolak di dalam dirinya, namun sedetik kemudian, matanya justru terlihat membara. Ia menarik tangannya dari genggaman Elena dengan sentakan kasar, lalu pura-pura membenahi jasnya, seolah ingin menyingkirkan kotoran.

"Aku akan mengantarmu sekarang. Cepatlah!" Ia beranjak dari kursinya dan segera meninggalkan ruangan itu. Seakan ingin segera bebas dari hal yang membelenggu jiwanya.

Elena segera bangkit dan mengikuti langkah cepat Meix. Namun sebelumnya, ia sempat berpamitan pada Erich.

"Kakek... Aku permisi dulu."

Erich mengangguk, tersenyum getir. Raut wajahnya terlihat sama dengan Meix. Seperti menyimpan luka yang sulit diobati.

"Baiklah Elena. Jangan lupa beli gaun yang bagus. Malam ini, ayahmu akan datang berkunjung."

Elena mematung mendengar kabar itu. Mata lembutnya berkaca-kaca. "Ayah..." bisiknya lirih.

"Cepatlah Elena..." teriak Meix.

Ia segera tersadar, lalu berlari kecil menyusul Meix. 

Tepat di sebuah lorong yang sepi, Meix mendadak menghentikan langkahnya. Elena yang tak sadar, membentur dinding kokoh milik Meix.

Pria itu membalikkan badannya. Tatapannya tajam bak bilah pisau. Matanya merah, seolah siap memberi perhitungan. Aura mengancam terpancar jelas di wajahnya.

Pandangan Elena getir. Jantungnya kembali berdegup kencang.

'Apa salahku kali ini. Kenapa dia terlihat sangat marah?' batinnya.

Ia berusaha menjauhi Meix yang mendekatinya, terus melangkah mundur hingga tubuhnya membentur dinding.

Meix memukul keras tembok di belakangnya. Elena tersentak, menjatuhkan pandangannya ke lantai, tak berani menatap mata Meix yang penuh bara.

"Apa maksudmu akan segera memberikan cicit. Siapa yang mengizinkanmu bicara, huh?!" bentak Meix.

"M-maaf. Aku... aku hanya mencoba mendinginkan suasana. Aku tidak bermaksud apapun," ujar Elena dengan suara bergetar.

Meix mengangkat dagu Elena kasar. "Kau tahu? Pernikahan kita tidak lebih dari sebuah transaksi. Lancang sekali kau bicara mendahuluiku."

Tubuh Elena bergetar hebat, hampir merosot. Ia tidak tahu, jika niat baiknya akan membuat Meix semarah ini.

"M-maaf..." bisik Elena lirih.

"Maaf?" Meix menyeringai dingin. "Apa hanya itu yang bisa kau katakan?"

"A-apa yang harus... aku lakukan?"

Meix menatap mata Elena yang mulai basah. Mungkin ia tahu, saat ini Elena tengah terluka. Tapi hati Meix, jauh lebih perih karena teringat orang tuanya. Bukannya melepas, ia justru melumat bibir Elena--keras dan tergesa. Seolah ingin membungkam luka yang meronta dalam dadanya.

Elena tersentak. Ia berusaha mendorong Meix karena shock, tapi tubuh kecilnya tak mampu menggeser Meix yang dikuasai badai emosi. Ciuman itu terus menjalar, menyusuri leher dan telinganya.

Napas Elena mulai terengah, air matanya menetes hingga terjatuh pada bibir Meix yang masih menahannya dalam ciuman kelam, getir dan tak tahu arah.

Meix akhirnya menghentikan gerakannya. Ia terdiam sejenak, lalu perlahan melepas cengkeramannya dari tubuh Elena.

Namun napasnya masih memburu. "Apa kau tadi dengar apa yang kakek bilang? Ayahmu... akan berkunjung. Mereka bertemu untuk membicarakan kerjasama bisnis. Seperti yang mereka sepakati dari pernikahan kita. Kau... tidak lebih dari alat transaksi. Dan keluargamu itu, hanya memanfaatkan kekayanku untuk membesarkan perusahaannya."

Meix terbahak. "Apa kau bilang? Akan segera memberi cicit? Kau kemaren bersikap seolah-olah tak menginginkan pernikahan ini. Tapi nyatanya, kau sama saja dengan mereka."

Meix melepas cengkeramannya, lalu meninggalkan Elena begitu saja.

"Mungkinkah aku bisa punya anak?" teriak Elena dari kejauhan.

Meix menghentikan langkahnya.

Elena menatap punggung Meix. Air matanya berderai. "Meski aku bicara begitu, mungkinkah aku bisa memberikan Kakek cicit?"

Meix membalikkan badannya. Menatap Elena dalam, dan penuh tanda tanya.

"Kau menganggapku sama dengan mereka. Menurutmu, apa aku masih bisa tinggal di rumah ini tanpa anak?" isaknya.

Ia perlahan berjalan mendekati Meix. Lalu berhenti tepat di hadapannya. Dengan air mata yang terus jatuh, ia menatap Meix penuh keyakinan. "Itu tidak akan pernah terjadi. Karena menjadi istrimu, tak akan pernah membuatku menjadi ibu."

Elena pergi meninggalkan Meix dalam kekalutan. Baginya tuduhan Meix tadi benar-benar membuat hidupnya semakin terluka.

"Jahat sekali kau menuduhku menikah demi harta," bisiknya. Ia menghentikan langkahnya lalu menoleh ke belakang—masih melihat punggung Meix yang mematung.

"Aku hanya alat transaksi. Iya. Tapi aku juga tidak pernah mau dijadikan sebagai alat." Napas Elena bergetar, tangannya meremas ujung kemeja.

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Pengantin Pengganti Milioner Mandul   BAB 19 MELUNAK PADA TAKDIR

    Elena terperanjat, ia segera menutup mulut—terkejut dengan perintah refleksnya sendiri. 'Ups... Apa yang aku katakan? Kenapa aku malah melarangnya pergi?' batinnya.Bola matanya berputar ke segala arah, mencoba mencari alasan. Jangan sampai Meix sadar dengan pikiran-pikiran konyolnya."Emm.... M-maksudku... Aku mau mengobati lukamu. Iya... Itu. Aku mau mengobati lukamu," katanya gugup, pipinya kembali merona.Meix tersenyum simpul, sebuah senyum kecil yang berhasil ia sembunyikan. "Oke," jawabnya singkat.Ia duduk di sofa, menunggu Elena mengambil kotak pengobatan.Tak lama kemudian, Elena kembali dengan kotak obat di tangannya. Ia mengeluarkan sebuah salep untuk luka memar, mengambil kapas, lalu mengoleskannya pada memar di lengan Meix."Terima kasih..." kata Elena lirih, suaranya nyaris berbisik."Untuk apa?" tanya Meix, tatpannya lurus ke depan."Karena kau sudah menyelamatkanku," jawab Elena, sembari meniup luka Meix.

  • Pengantin Pengganti Milioner Mandul   BAB 18 MENAHAN HASRAT

    Elena mengangguk, ragu. "I-iya, Kek."Suara pintu ditutup, dan keheningan yang menyesakkan segera menyelimuti ruangan. Elena menunduk, menggaruk kepalanya yang tak gatal, berbagai ilusi kotor beterbangan di benaknya.Meix menghela napas panjang, tatapannya menyapu sekeliling sebelum akhirnya beranjak dari sofa, lalu berjalan pelan menuju Elena. Ia berdiri tepat di depan istrinya, memperpendek jarak di antara mereka.Elena mengangkat wajahnya perlahan. Matanya meneliti tubuh Meix yang masih basah bermandikan keringat, otot-ototnya yang terbentuk sempurna terlihat jelas.Pandangannya kemudian menyentuh bibir Meix, dan seketika, rona merah menyebar di pipinya. Ia buru-buru membuang muka, jantungnya berdebar kencang."Kau tidak dengar apa yang Kakek bilang?" ucap Meix akhirnya, suaranya datar, namun ada nada tuntutan yang tak terbantahkan."Dengar," jawab Elena singkat, masih enggan menatap Meix."Kalau begitu kenapa diam saja

  • Pengantin Pengganti Milioner Mandul   BAB 17 PERASAAN TERSEMBUNYI

    Dokter itu mengangguk. "Ya... Tentu saja. Saya melihatnya sendiri. Bahkan, dia menolak diobati bahunya yang memar, karena mengutamakan keselamatan Elena."Erich terperanjat, tangan tuanya mencengkeram lengan dokter. Ia menatap lekat-lekat, seolah ingin menarik lebih banyak detail dari setiap kata. "Meix memar? Kenapa? Apa yang terjadi padanya?""Itu... Dia bilang harus mendobrak pintu kamar mandi untuk menyelamatkan Nona Elena," jelas sang dokter.Erich membeku, matanya berkedip lambat. Ia menelan ludah, seolah berusaha mencerna setiap kata yang baru saja didengarnya.Tangan keriputnya menyentuh dada, napasnya terasa sesak. Ia menatap kosong ke arah pintu, seolah bisa melihat Meix yang baru saja dibentaknya di balik sana. Penyesalan menggerogoti hatinya. "Meix... Kakek sudah salah menilaimu," gumamnya, suaranya parau.Elena menunduk dalam, bahunya merosot seolah menahan beban. 'Meix menolongku? Tapi bukankah dia yang mengunciku di kamar mandi?' bat

  • Pengantin Pengganti Milioner Mandul   BAB 16 KEPEDULIAN YANG TAK TERLIHAT

    Meix berlari dengan napas tersengal. "Dokter... tolong Elena."Dokter mengambil stetoskop dari meja, lalu segera berlari menuju ranjang Elena. "Tuan Meix. Silahkan tunggu di luar."Meix mengangguk, lalu melangkah lemas ke luar ruangan. Ia berjalan mondar-mandir dengan gelisah, sambil sesekali melirik ke dalam IGD lewat kaca kecil di pintu.Tak lama kemudian, dokter keluar memanggilnya. "Tuan Meix. Pasien sudah sadar."Mata Meix berbinar. "Benarkah, Dok? Apa aku boleh menemuinya?"Dokter mengangguk seraya tersenyum hangat. "Tentu... Silahkan, Tuan..."Meix tersenyum lebar, lalu segera berlari menuju Elena. "Elena..." panggilnya lirih.Namun di luar dugaan. Elena membuang muka—tak mau melihatnya.Ujung alis Meix sedikit terangkat. Ia tersenyum tipis, lalu duduk di dekat Elena. Tangannya menggenggam hangat jemari istrinya itu. "Elena... Bagaimana keadannmu?"Elena menarik tangannya kasar. Raut wajahnya datar, ta

  • Pengantin Pengganti Milioner Mandul   BAB 15 MIMPI BURUK

    Di dalam ruang IGD, selang infus tertancap ke pembuluh darah Elena. Ia belum sadar sejak delapan jam yang lalu, tubuhnya demam dan sesekali kejang hebat, akibat syok berat setelah terkurung dalam kegelapan.Bibirnya terlihat kering, matanya sembab. Keringat dingin menetes di pelipisnya, seolah kegelapan masa lalu itu kembali mencekiknya.Malam itu, saat tubuhnya berjuang melawan syok, pikiran Elena kembali diseret paksa dalam memori kelam. Mimpi buruk kembali datang, memenjarakannya dalam kegelapan yang ia takuti lebih dari apapun."Kau harus hitung yang benar, ya... Aku akan bersembunyi."Teriak Elena menjauh dari dua temannya. Ia berlari mencari tempat bersembunyi."Baiklah... Cepat sembunyi. Kalau tidak, aku akan segera menemukanmu," sahut teman prianya."Jangan intip, ya!" teriak Elena sambil tertawa kecil. Ia berlari menunduk ke kolong meja, berharap teman-temannya tak menemukannya terlalu cepat.Lalu tiba-tiba, seluruh cah

  • Pengantin Pengganti Milioner Mandul   BAB 14 PERASAAN BERSALAH

    Jack berlari terengah-engah, masuk ke dalam kerumunan pesta. Matanya menyapu seluruh ruangan, berharap segera menemukan tuannya."Jack, ada apa?" Suara Meix tiba-tiba terdengar di belakangnya. "Kenapa kau terburu-buru. Apa kau mencariku?""Elena, Tuan. Elena..." ujarnya, dengan napas tersengal. Ia menunjukkan ponselnya pada Meix.Kening Meix berkerut, lalu mengambil ponsel Jack. "Ada apa dengan Elena? Dia meneleponmu?""Iya, Tuan. Tapi tidak ada suara. Saya khawatir terjadi sesuatu padanya," ujar Jack.Meix mencoba mendengarkan ponsel Jack. Dan benar saja. Panggilannya terhubung, namun tak ada suara. Bersama dengan itu, Meix melihat Lucien yang tiba-tiba berlari ke arah toilet.Ia mengembalikan ponsel Jack ke dadanya, matanya membelalak tajam ke arah bayangan Lucien. "Ah... sial! Aku lupa Elena sedang di toilet." Nada suaranya terdengar khawatir, ia segera berlari menyusul Lucien menuju toilet.Sesampainya di sana, Meix sudah me

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status