Home / Urban / Pengantin Pengganti Milioner Mandul / BAB 7 DINGIN TAPI DIMANJA

Share

BAB 7 DINGIN TAPI DIMANJA

last update Huling Na-update: 2025-07-07 09:37:43

Tak ada satu katapun terucap di sepanjang perjalanan. Elena dan Meix masih membisu. Mungkin, mereka enggan berdamai dengan keadaan.

Setibanya di pusat perbelanjaan, Meix berjalan menjauh dari Elena. Sesuai kesepakatan mereka di awal. Di luar rumah, Elena bukanlah siapa-siapa bagi Meix.

"Tuan Meix. Ada yang bisa saya bantu?" tanya seorang pelayan mendekat.

Meix melirik Elena yang berdiri di belakangnya. "Beri semua yang dia mau. Pastikan hanya kualitas terbaik," perintahnya.

"Baik, Tuan..."

Pelayan itu mendekati Elena, lalu mengajaknya melihat-lihat. "Mari, Nona. Kami akan carikan baju-baju yang cocok di sebelah sana."

Elena mengangguk, lalu mengikuti pelayan itu. Namun sebelum itu, ia melirik Meix yang duduk di sofa. Tangannya sibuk mengecek tablet. Raut wajahnya kaku, seperti menyimpan amarah yang belum sirna.

'Padahal tadi dia terlihat begitu jahat. Kenapa sekarang malah ingin membelikanku baju terbaik. Ah... Kau sangat membingungkan, Meix,' batinnya.

"Silahkan, Nona. Ini adalah koleksi gaun terbaru kami."

Pelayan itu menunjukkan sebuah gaun hitam berwarna hitam pekat. Desainnya minimalis, namun terlihat sangat berkelas.

Elena menyukainya sejak pertama melihat. Ia berdiri di depan cermin lalu menempelkan gaun itu ke badannya.

Senyumnya tersungging. Namun tak hanya pada dirinya. Melainkan pada pantulan Meix di dalam cermin. "Gaun ini sangat elegan. Aku suka..."

"Kalau begitu, silahkan dicoba di kamar pas, Nona," pinta pelayan.

Elena sempat melirik Meix di dalam cermin. Berharap pria itu sedikit mengangkat wajah untuk melihatnya. Namun kenyataannya tidak. Meix terlalu sibuk untuk sekedar peduli pada Elena.

Elena mengganti bajunya dengan gaun itu. Potongan asimetris di bagian bahunya memberi kesan modern dan tajam, membuat garis leher Elena terlihat elegan. Belahan tinggi di bagian depan menciptakan gaya sensual.

Elena membiarkan rambut cokelatnya tergerai. Entah kenapa, dia teringat saat Meix membeku kala gulungan rambutnya terjatuh.

Ia mengibas rambutnya ke belakang, lalu keluar dari kamar pas dan sengaja berdiri di depan Meix seolah mengharap perhatiannya.

Dan benar. Elena berhasil menarik perhatian pria arogan itu. Ia mengangkat wajahnya perlahan. Melihat Elena dari ujung kaki hingga rambutnya.

Senyum Elena tersungging. "Bagaimana? Apa gaun ini cocok?"

Meix hanya menatapnya lama, tanpa menjawab. Ia menutup tabletnya, lalu berdiri. 

"Kalau suka, tinggal beli saja. Tidak perlu menanyakan pendapatku."

Meix meninggalkan Elena begitu saja. "Pelayan..." panggilnya.

Seorang pelayan berjalan cepat menghampirinya. "Iya, Tuan."

"Bungkus semua baju yang cocok dengannya. Jangan sampai ada yang jelek. Kalau tidak, besok aku tutup tokomu."

"Baik, Tuan."

Pelayan itu segera berlari mengemasi seluruh baju tanpa melihat harga.

Sementara itu, Elena hanya bisa mematung melihat tingkah Meix yang sulit di tebak.

Beberapa saat kemudian, pelayan itu kembali menghadap Meix. "Semua sudah siap, Tuan. Totalnya lima puluh set."

Meix mengangguk. Lalu mengeluarkan sebuah kartu berwarna hitam dari dompetnya. "Antar semua barangnya ke Dalton Estate."

"Baik, Tuan."

Elena tampak bingung, namun memberanikan diri menghampiri Meix. "Kau tidak perlu berlebihan, Meix. Lima puluh set? Itu terlalu banyak."

"Diam. Dan pakai saja. Tidak perlu banyak protes," ujarnya tajam. "Cepatlah ke mobil. Aku tidak suka menjadi pusat perhatian."

Meix mengambil kembali kartunya dari pelayan, lalu meninggalkan tempat itu dengan terburu-buru.

Benar saja. Ternyata para pelayan di toko itu sibuk bergosip sejak tadi.

"Wah... Beruntung sekali wanita itu menjadi istri Tuan Dalton."

"Iya. Ini pertama kalinya Tuan Dalton membawa wanita."

"Tidak disangka, dia akhirnya menikah juga. Padahal, banyak sekali putri dari berbagai group yang mengejarnya tapi berakhir ditolak."

---

Malam ini, acara perjamuan keluarga Vladimir Vorontsov telah tiba.

Diadakan di Dalton Estate yang terletak di bukit Utara Bellavia. Mansion itu menghadap langsung ke danau Dalstein yang terkenal tenang dan berkabut.

Elena berdiri di balkon menatap taman bergaya Inggris yang mengelilingi rumah itu. Jantungnya berdebar saat mengenali siluet yang mendekat.

"Ayah..." Bola abu-abunya berbinar. Ia segera berlari menuruni anak tangga yang melingkar.

Langkahnya terhenti, nafasnya memburu saat para pelayan membuka pintu besar itu. 

Vladimir berjalan di depan, masuk ke mansion itu diikuti istrinya, Camille dan anak tirinya Lucien.

"Ayah..." teriak Elena berlari memeluknya. "Ayah... aku sangat merindukan Ayah," ujarnya. Mendekap erat tubuh Vladimir.

Namun sayang, hal itu tak direspon baik oleh ayahnya. Wajah Vladimir terlihat datar, tak ada simpati.

Ia melepas kasar tangan Elena yang melingkari perutnya. "Tidak usah manja, Elena. Kau ini bukan anak kecil. Bersikaplah biasa saja."

Elena terdiam. Menatapnya dengan mata berkaca-kaca. "Ayah..." bisiknya samar.

Lalu tiba-tiba suara Erich terdengar di belakangnya. "Selamat datang, Tuan Vladimir."

Vladimir melewati Elena begitu saja diikuti oleh Camille. "Halo Tuan Erich..."

Mereka meninggalkan Elena tanpa sedikitpun peduli.

Elena menundukkan wajahnya. Air matanya mengalir begitu saja tanpa aba-aba.

Lucien yang masih berdiri di sana menghampirinya. "Elena... Kau baik-baik saja?"

Elena mengangkat wajah. Matanya terlihat sembab. "Lucien... katakan. Apa yang sebenarnya terjadi. Kenapa kau menjemputku ke Bergdorf tanpa mengatakan apapun?!" teriaknya, air matanya berderai.

Lucien menggenggam lengan Elena lembut. Ia menatap mata adik tirinya dengan hangat. "Elena, tenanglah. Aku hanya mengikuti perintah ayahmu."

Elena mendorong Lucien hingga tubuh jangkung pria itu terdorong mundur. "Kau jahat! Kau sama saja dengan ibu dan adikmu. Kalian hanya ingin menjadikanku tumbal, kan?!"

Elena terus menangis tersedu. Lucien menghampirinya dengan hati-hati. Lalu mendekap Elena dengan kelembutan. 

"Elena. Maafkan aku. Aku tidak bisa berbuat banyak karena ayahmu." Ia mengelus punggung Elena, mencoba memberinya ketenangan.

Elena terus menangis sembari memukul dada Lucien. "Aku tidak mau ada di sini, Lucien. Aku ingin kembali ke Bergdorf," isaknya.

Lalu tiba-tiba, suara Meix di belakang mereka terdengar.

"Apa yang kalian lakukan?!" teriaknya.

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Pengantin Pengganti Milioner Mandul   BAB 19 MELUNAK PADA TAKDIR

    Elena terperanjat, ia segera menutup mulut—terkejut dengan perintah refleksnya sendiri. 'Ups... Apa yang aku katakan? Kenapa aku malah melarangnya pergi?' batinnya.Bola matanya berputar ke segala arah, mencoba mencari alasan. Jangan sampai Meix sadar dengan pikiran-pikiran konyolnya."Emm.... M-maksudku... Aku mau mengobati lukamu. Iya... Itu. Aku mau mengobati lukamu," katanya gugup, pipinya kembali merona.Meix tersenyum simpul, sebuah senyum kecil yang berhasil ia sembunyikan. "Oke," jawabnya singkat.Ia duduk di sofa, menunggu Elena mengambil kotak pengobatan.Tak lama kemudian, Elena kembali dengan kotak obat di tangannya. Ia mengeluarkan sebuah salep untuk luka memar, mengambil kapas, lalu mengoleskannya pada memar di lengan Meix."Terima kasih..." kata Elena lirih, suaranya nyaris berbisik."Untuk apa?" tanya Meix, tatpannya lurus ke depan."Karena kau sudah menyelamatkanku," jawab Elena, sembari meniup luka Meix.

  • Pengantin Pengganti Milioner Mandul   BAB 18 MENAHAN HASRAT

    Elena mengangguk, ragu. "I-iya, Kek."Suara pintu ditutup, dan keheningan yang menyesakkan segera menyelimuti ruangan. Elena menunduk, menggaruk kepalanya yang tak gatal, berbagai ilusi kotor beterbangan di benaknya.Meix menghela napas panjang, tatapannya menyapu sekeliling sebelum akhirnya beranjak dari sofa, lalu berjalan pelan menuju Elena. Ia berdiri tepat di depan istrinya, memperpendek jarak di antara mereka.Elena mengangkat wajahnya perlahan. Matanya meneliti tubuh Meix yang masih basah bermandikan keringat, otot-ototnya yang terbentuk sempurna terlihat jelas.Pandangannya kemudian menyentuh bibir Meix, dan seketika, rona merah menyebar di pipinya. Ia buru-buru membuang muka, jantungnya berdebar kencang."Kau tidak dengar apa yang Kakek bilang?" ucap Meix akhirnya, suaranya datar, namun ada nada tuntutan yang tak terbantahkan."Dengar," jawab Elena singkat, masih enggan menatap Meix."Kalau begitu kenapa diam saja

  • Pengantin Pengganti Milioner Mandul   BAB 17 PERASAAN TERSEMBUNYI

    Dokter itu mengangguk. "Ya... Tentu saja. Saya melihatnya sendiri. Bahkan, dia menolak diobati bahunya yang memar, karena mengutamakan keselamatan Elena."Erich terperanjat, tangan tuanya mencengkeram lengan dokter. Ia menatap lekat-lekat, seolah ingin menarik lebih banyak detail dari setiap kata. "Meix memar? Kenapa? Apa yang terjadi padanya?""Itu... Dia bilang harus mendobrak pintu kamar mandi untuk menyelamatkan Nona Elena," jelas sang dokter.Erich membeku, matanya berkedip lambat. Ia menelan ludah, seolah berusaha mencerna setiap kata yang baru saja didengarnya.Tangan keriputnya menyentuh dada, napasnya terasa sesak. Ia menatap kosong ke arah pintu, seolah bisa melihat Meix yang baru saja dibentaknya di balik sana. Penyesalan menggerogoti hatinya. "Meix... Kakek sudah salah menilaimu," gumamnya, suaranya parau.Elena menunduk dalam, bahunya merosot seolah menahan beban. 'Meix menolongku? Tapi bukankah dia yang mengunciku di kamar mandi?' bat

  • Pengantin Pengganti Milioner Mandul   BAB 16 KEPEDULIAN YANG TAK TERLIHAT

    Meix berlari dengan napas tersengal. "Dokter... tolong Elena."Dokter mengambil stetoskop dari meja, lalu segera berlari menuju ranjang Elena. "Tuan Meix. Silahkan tunggu di luar."Meix mengangguk, lalu melangkah lemas ke luar ruangan. Ia berjalan mondar-mandir dengan gelisah, sambil sesekali melirik ke dalam IGD lewat kaca kecil di pintu.Tak lama kemudian, dokter keluar memanggilnya. "Tuan Meix. Pasien sudah sadar."Mata Meix berbinar. "Benarkah, Dok? Apa aku boleh menemuinya?"Dokter mengangguk seraya tersenyum hangat. "Tentu... Silahkan, Tuan..."Meix tersenyum lebar, lalu segera berlari menuju Elena. "Elena..." panggilnya lirih.Namun di luar dugaan. Elena membuang muka—tak mau melihatnya.Ujung alis Meix sedikit terangkat. Ia tersenyum tipis, lalu duduk di dekat Elena. Tangannya menggenggam hangat jemari istrinya itu. "Elena... Bagaimana keadannmu?"Elena menarik tangannya kasar. Raut wajahnya datar, ta

  • Pengantin Pengganti Milioner Mandul   BAB 15 MIMPI BURUK

    Di dalam ruang IGD, selang infus tertancap ke pembuluh darah Elena. Ia belum sadar sejak delapan jam yang lalu, tubuhnya demam dan sesekali kejang hebat, akibat syok berat setelah terkurung dalam kegelapan.Bibirnya terlihat kering, matanya sembab. Keringat dingin menetes di pelipisnya, seolah kegelapan masa lalu itu kembali mencekiknya.Malam itu, saat tubuhnya berjuang melawan syok, pikiran Elena kembali diseret paksa dalam memori kelam. Mimpi buruk kembali datang, memenjarakannya dalam kegelapan yang ia takuti lebih dari apapun."Kau harus hitung yang benar, ya... Aku akan bersembunyi."Teriak Elena menjauh dari dua temannya. Ia berlari mencari tempat bersembunyi."Baiklah... Cepat sembunyi. Kalau tidak, aku akan segera menemukanmu," sahut teman prianya."Jangan intip, ya!" teriak Elena sambil tertawa kecil. Ia berlari menunduk ke kolong meja, berharap teman-temannya tak menemukannya terlalu cepat.Lalu tiba-tiba, seluruh cah

  • Pengantin Pengganti Milioner Mandul   BAB 14 PERASAAN BERSALAH

    Jack berlari terengah-engah, masuk ke dalam kerumunan pesta. Matanya menyapu seluruh ruangan, berharap segera menemukan tuannya."Jack, ada apa?" Suara Meix tiba-tiba terdengar di belakangnya. "Kenapa kau terburu-buru. Apa kau mencariku?""Elena, Tuan. Elena..." ujarnya, dengan napas tersengal. Ia menunjukkan ponselnya pada Meix.Kening Meix berkerut, lalu mengambil ponsel Jack. "Ada apa dengan Elena? Dia meneleponmu?""Iya, Tuan. Tapi tidak ada suara. Saya khawatir terjadi sesuatu padanya," ujar Jack.Meix mencoba mendengarkan ponsel Jack. Dan benar saja. Panggilannya terhubung, namun tak ada suara. Bersama dengan itu, Meix melihat Lucien yang tiba-tiba berlari ke arah toilet.Ia mengembalikan ponsel Jack ke dadanya, matanya membelalak tajam ke arah bayangan Lucien. "Ah... sial! Aku lupa Elena sedang di toilet." Nada suaranya terdengar khawatir, ia segera berlari menyusul Lucien menuju toilet.Sesampainya di sana, Meix sudah me

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status