Home / Rumah Tangga / Pengantin Pengganti Tuan CEO / Bab 2 : Istri Yang Tak Diinginkan

Share

Bab 2 : Istri Yang Tak Diinginkan

Author: Hello Sii
last update Last Updated: 2023-06-21 15:53:31

“Maaf, aku mengganggu malam pertamamu,” ucap Frans diakhiri dengan kekehan renyah setelah menyelesaikan ucapannya. Amora berdecak sebal. Temannya ini selalu mengejeknya tentang perasaan tak berbalas Amora kepada Aksen.

Frans tahu pasti semuanya tentang Aksen dan Amora. Dia pendengar sejati setiap curahan hati Amora yang begitu menyedihkan.

“Tak usah mengejekku!” ketus Amora memandang sebal lawan bicaranya. Frans kembali terkekeh geli mendengar ucapan Amora yang terlihat sangat tidak menyukai pembahasan yang tengah mereka bahas sekarang ini.

“Apa dia mengatakan sesuatu padamu?” tanya Frans penasaran dengan keadaan pasangan suami istri yang baru menikah itu. Pasalnya, dia sangat tahu seluk beluk masalah yang terjadi antara keluarga Artawijaya dan keluarga Pratama, meskipun ia bukan bagian dari salah satu keluarga tersebut.

“Seperti biasanya.” Amora menyandarkan punggungnya ke sofa. Mereka kini tengah berada di ruangan Frans. Mengobrol santai setelah beberapa jam lalu memastikan Vincent istirahat dengan sangat baik.

“Sudah pukul dua dini hari, apa kau tidak mau pulang?”

Amora menggeleng pelan. “Aku akan tidur disini sampai esok hari,” ucap Amora seraya merebahkan badannya di sofa. Mengingat hari kemarin adalah resepsi pernikahannya dan malam ini ia belum tidur sama sekali, Amora akan tidur sebentar untuk mengistirahatkan tubuhnya yang terasa sangat kaku dan pegal.

Frans tersenyum tipis melihat Amora yang sudah menutup matanya dengan sempurna. Kebiasaan yang tak bisa dihilangkan Amora adalah tidur di sofa ruangan Frans untuk sekedar beristirahat setelah bekerja keras seharian. Menurutnya, sofa di ruangan Frans jauh lebih nyaman daripada sofa ruangannya.

Frans mengambil selimut miliknya kemudian ia gunakan untuk menyelimuti Amora yang sudah terlelap. Nampaknya wanita itu sangat lelah sampai cepat sekali pulas.

Esok harinya, Amora sudah berada di depan kamar Aksen. Ia ingin masuk untuk membangunkan suaminya dan menyiapkan perlengkapan kerja Aksen. Meskipun sedikit ragu, tapi ia tetap masuk karena untungnya pintu kamar Aksen tidak di kunci sama sekali.

Aksen ternyata sudah bangun. Ranjangnya sudah kosong dan suara gemericik air terdengar dari arah kamar mandi, sepertinya Aksen sedang mandi. Amora berjalan menuju lemari pakaian Aksen dan memilih-milih baju yang akan digunakan suaminya nanti pergi bekerja.

Tatapannya jatuh kepada kemeja biru muda dengan perpaduan dasi yang sangat pas. Amora mengambil kemeja itu dan celana hitam serta jas hitam selaras. Kemudian ia menyimpannya di atas ranjang.

Tak menunggu lama, pintu kamar mandi akhirnya terbuka. Amora segera menoleh untuk menyambut Aksen. Namun seketika ia menelan salivanya sendiri ketika melihat Aksen hanya menggunakan handuk sepinggang dan rambut yang masih terlihat basah. Roti sobek yang tertata rapih di permukaan perutnya dan otot-otot tangan yang membuat tubuhnya tegap dan terlihat gagah.

Aksen menatapnya datar. “Siapa yang menyuruhmu masuk?” ketusnya.

“A-aku tadi... hendak menyiapkan baju kerjamu,” jawab Amora sedikit gugup. Entah kenapa melihat Aksen bertelanjang dada seperti ini, membuat jantung Amora berdetak lebih cepat. Padahal ia sendiri tengah berusaha mati-matian agar tidak terlihat gugup di depan Aksen.

“Kenapa kau berani masuk?” tanya Aksen dengan nada seperti tengah mengintimidasi seorang musuh.

“Pintunya gak di kunci, jadi aku masuk,” jawab Amora seadanya.

“Kenapa kau berani masuk?!” bentak Aksen membuat Amora terperanjat. Amora kembali menelan salivanya susah payah. Kali ini bukan karena kekaguman terhadap tubuh Aksen, tapi suara Aksen yang mampu membuat nyalinya menciut.

“Karena aku istrimu!” jawab Amora penuh keberanian.

“Keluar! Aku tidak pernah mengizinkanmu masuk ke kamarku!” usir Aksen penuh tekanan.

“Aku berkewajiban mengurus semua keperluanmu.”

“Aku bisa mengurus keperluanku sendiri!” tukas Aksen. Pria itu menggiring Amora untuk keluar dari kamarnya.

“Tapi aku istrimu. Seorang istri harus mengurus keperluan suaminya,” Amora masih bersikeras memaksa Aksen agar ia diizinkan untuk menyiapkan perlengkapan kerjanya.

“Tapi kau adalah istri yang tak diinginkan!”

Bruk!!

Pintu kamar seketika dibanting kasar oleh Aksen. Amora hanya menghela nafas panjang kemudian menghembuskannya dengan kasar.

“Sabar Am,” ucapnya menghibur dirinya sendiri.

“Sial! Kenapa baju yang dia pilih adalah baju yang ingin kupakai!” Aksen mengacak rambut basahnya dengan handuk. Setelah melihat ranjangnya, ia baru sadar bahwa baju yang disiapkan Amora adalah baju yang ingin dia pakai hari ini. Tapi karena Amora ikut memilih baju itu, Aksen tidak akan memakainya. Ia tak sudi menggunakan hal-hal yang terlibat dengan Amora di dalamnya. Meskipun hanya sekedar memilih baju.

Amora berjalan pergi dari depan kamar Aksen. Ia memilih berkutat di dapur untuk menyiapkan sarapan pertama sebagai seorang istri. Sesekali ia menguap karena tadi malam di rumah sakit ia tak cukup tidur. Tapi, sebagai istri yang baik, se-capek apapun ia akan tetap melakukan kewajibannya melayani suami.

Setelah semuanya tersedia di meja makan, Amora tersenyum lepas. Ia hanya perlu menunggu Aksen turun dari kamarnya dan sarapan bersama. Meskipun besar kemungkinan Aksen tak akan melirik masakannya sama sekali, tapi Amora tetap berharap Aksen mencobanya sekali saja.

Setelah menunggu beberapa menit menunggu, akhirnya Aksen turun dari kamarnya dengan setelan kerjanya yang terlihat pas di tubuhnya. Namun hal yang pasti, Aksen tidak menggunakan kemeja yang dipilihkan Amora untuknya. Meskipun hari ini ia berniat memakainya, tapi setelah disentuh oleh istrinya, ia menahan diri untuk tidak memakainya.

Melihat suaminya datang, Amora segera menghadang perjalanan Aksen yang hendak pergi ke halaman depan tanpa menoleh ke arah meja makan terlebih dulu.

“Aku sudah siapkan kau sarapan. Mari sarapan,” ajak Amora kepada suaminya. Sementara Aksen hanya menatapnya dengan tatapan datar nan dingin. Ia sama sekali tidak tertarik dengan menu sarapan yang dibuat Amora. Lagipula, jika menu itu menarik pun ia tidak akan memakannya, karena terlibat Amora dalam pembuatannya.

Aksen kembali melanjutkan langkahnya tanpa memperdulikan Amora. Terpaksa, Amora meraih tangan Aksen membuat pria itu berhenti melangkah kemudian menghempaskan tangan Amora cukup kasar.

“Aksen...”

“Jangan sentuh! Aku tak sudi tangan kotormu itu menyentuhku!” tegasnya kemudian berlalu pergi meninggalkan Amora yang masih berdiri mematung menatap kepergiannya.

Amora kembali menghela nafas. “Se-najis apakah tanganku? Sampai kau tak sudi aku menyentuhmu,” lirih Amora sangat menyakitkan.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Pengantin Pengganti Tuan CEO   Bab 77

    Amora termenung di depan gerbang setelah ia keluar dari bangunan itu dan meninggalkan dua orang yang paling Amora benci di dunia. Baron dan Frans sudah divonis hukuman mati oleh pengadilan sesuai tuntutan keluarga korban dan hukum yang berlaku.Setelah ini Amora akan belajar ikhlas atas semuanya. Ayah, ibu, kakek, semua keluarganya sudah tiada. Dan yang sekarang bisa menemaninya hanya keluarga dari sang suami. Mereka begitu terlihat peduli kepada Amora bahkan di kala perempuan itu dalam kesulitan.“Ayo, pulang!” Aksen merangkul pundak Amora dengan lembut.Amora kemudian menoleh. Perempuan itu tersenyum tipis membuat Aksen semakin erat memeluknya. Tak akan pernah Aksen lepaskan lagi seorang istri yang begitu berharga ini dalam hidupnya. Tak akan pernah.Amora kini merasa aman. Bersama orang-orang yang begitu menyayanginya. Seorang suami yang rela berbuat apapun demi menyenangkan hatinya, saudara-saudara yang selalu membuatnya tertawa dan seorang ibu mertua yang mementingkan kebutuhanny

  • Pengantin Pengganti Tuan CEO   Bab 76

    “Aku sudah tahu tempat persembunyian para bajingan itu!” Aksen mengepalkan tangan kirinya dengan erat setelah mengetahui beberapa hal yang membuatnya sangat jengkel. Sudah beberapa hari Aksen mencoba melayangkan senjata kepada dua bajingan itu tapi entah kesaktian apa yang mereka punya sampai selalu lolos dari segala rencananya.Tapi tidak untuk hari ini. Aksen, Diego, Anna, Riri dan Amora akan menyatukan rencana untuk menjebak Baron dan Frans itu. Amora sudah berangkat dengan beberapa pengawalnya menuju gedung tak terpakai yang beberapa tahun lalu terbakar.Benar sekali, di tengah jalan, Amora diculik oleh dua orang dengan topengnya. Amora berpura-pura pingsan untuk mengelabui musuhnya itu. Terdengar jelas di telinga Amora tawa renyah Frans Baron memenuhi ruangan kedap suara. Ingin sekali Amora menyumpal mulut sialan itu. Tapi ia harus menahan itu semua dan berpura-pura pingsan dulu untuk sementara waktu.“Am, kau merindukan panggilan itu, bukan?” tanya Frans dengan wajah berseri.

  • Pengantin Pengganti Tuan CEO   Bab 75

    Beberapa orang suruhan Diego dan Amora berhasil disebarkan untuk mencari keberadaan Aksen. Meskipun Amora nampak berdiam diri saja di rumah, tapi otak dan bawahan-bawahannya tidak pernah diam untuk terus menggali informasi perihal Aksen.Sehari berlalu, Amora belum mendapatkan kabar apapun dari Aksen. Hatinya semakin tak tenang dan otaknya sudah buntu tak bisa berpikir lagi. Apalagi ketika mendengar kabar terbaru dari televisi yang mengabarkan jika Baron dan Frans tidak terlacak kembali keberadaannya.Diego yang beberapa kali mencoba menghubungkan koneksi pelacak pun tetap tidak berhasil. Baron dan Frans sepertinya telah menyusun segala cara sebagus mungkin untuk hari ini dan hari-hari berikutnya demi menangkap Amora. Beberapa kali Diego berpesan untuk Amora tetap berjaga-jaga meskipun ia berdiam diri di rumah.Malam ini seperti biasa Amora tak berhasil memejamkan matanya. Pikiran yang terus berkecamuk dan kepala yang terasa pusing semakin membuatnya tak bisa tidur. Sesekali Amora men

  • Pengantin Pengganti Tuan CEO   Bab 74

    Amora mondar mandir tidak jelas sejak tadi karena pikirannya yang mulai kacau semenjak acara televisi menyajikan berita tentang berkeliarannya dua orang buronan yang kabur dari keamanan. Tentu saja mereka itu adalah Baron dan Frans.Sesuatu yang begitu mengoyakkan hati Amora kala ia mengetahui jika kedua orang itu merupakan ayah dan anak. Frans merupakan anak Baron sebelum ia menikahi ibunya Aurelia. Sungguh sangat lembut permainan Frans waktu itu, hingga membuat Amora tidak bisa melihat mana rekayasa mana nyata.Tentulah sekarang Amora paham mengapa Frans begitu jahat padanya. Ya, semua itu karena Baron dan dirinya menginginkan harta kakeknya Amora yang begitu banyak dan melimpah. Namun tidak semudah itu, setelah membunuh Artha mereka juga mesti menyingkirkan Amora terlebih dahulu untuk mendapatkan harta itu.Amora menggigit jari telunjuknya mencoba menenangkan diri. Meski dirinya sekarang berada di tempat yang aman yaitu di rumah ibu mertuanya. Tapi yang lebih membuat Amora panik ad

  • Pengantin Pengganti Tuan CEO   Bab 73

    “Amora kau harus mati!”“Amora kau harus mati!”“Amora kau harus mati!”“Huaa ...” Dada yang kembang kempis tak beraturan begitu terlihat disertai wajah ketakutan Amora. Perempuan itu menoleh ke samping dimana ada suaminya tengah memandang khawatir padanya. Bahkan tangan Aksen masih menjadi bantalan kepala istrinya.Untung saja semua itu hanya mimpi. Seseorang mendatanginya bahkan terbawa ke alam bawah sadarnya. Dia datang ingin merenggut nyawa dengan tanpa alasan. Amora sungguh ketakutan hingga tak sadar tangannya menggenggam lengan Aksen. “Ada apa, Mora?” Aksen mencoba menyadarkan istrinya yang terlihat kebingungan selepas sadar dari pingsannya.Menyadari dirinya begitu menempel ke tubuh Aksen, Amora segera berusaha duduk dan membenarkan posisinya. Meskipun dalam keadaan tak baik-baik saja, ia tak akan memperlihatkannya kepada Aksen. Saking gengsinya ia tak akan pernah merendahkan harga dirinya lagi di depan Aksen. “Mora, kau baik-baik saja?”Amora menghela napas panjang beberapa

  • Pengantin Pengganti Tuan CEO   Bab 72

    “Katakan, apa maumu? Aku tidak mempunyai waktu luang cukup lama untukmu,” ujar Amora langsung pada intinya ketika mereka sudah dihidangkan beberapa makanan di atas meja.“Mora, aku bukan klienmu. Sekarang ini aku berperan sebagai suamimu, apa pantas bicara begitu?”Amora menatap tanpa ekpresi ke arah suaminya. Aksen kini selalu menyebalkan di depan matanya. “Aku tak suka bertele-tel-““Makan dulu,” potong Aksen seraya menyodorkan sepotong beefsteak ke mulut Amora hingga perempuan itu terdiam.Melihat istrinya yang sama sekali tidak membuka mulut untuk melancarkan suapannya, Aksen menaikkan sebelah alisnya seolah bertanya dengan isyarat. Beberapa detik kemudian Amora mengambil garpu yang dipegang Aksen kemudian menyuapkan potongan daging itu oleh tangannya sendiri.Aksen hanya tersenyum menanggapinya.“Tidak ada hal penting, aku hanya ingin makan siang bersamamu.” Aksen mulai menyuapkan potongan daging kepada mulutnya.Amora terdengar menghela napas panjang. Wanita itu tiba-tiba berdi

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status