Aksen berdiri di tepi danau yang jauh dari tempat keramaian orang. Tempat dimana akan selalu ia datangi ketika suasana hatinya sangat kacau. Sesekali ia melempar kerikil kecil ke arah danau sejauh mungkin.
Memori demi memori terus melintas di pikirannya. Ia sangat ingat sekali bagaimana pertama kalinya ia bertemu dengan Amora di satu pulau tempat mereka tumbuh bersama dahulu.Pulau itu kini sudah ia miliki sendiri. Tapi tidak dengan kenangannya, Aksen akan menghapus semua itu dari ingatannya.Flashback onAksen yang baru berumur 8 tahun hampir saja tenggelam karena tak sengaja jatuh ke danau. Untung saja seorang gadis dengan cepat berenang ke arahnya dan menyelamatkan nyawanya. Gadis itu terlihat basah kuyup karena aksi menolongnya.“Kamu tidak apa-apa?” tanya gadis itu kepada Aksen.Aksen menggeleng. “Tadi aku terkejut, jadi jatuh ke danau,” jelas Aksen menggigil.“Cepatlah pulang, nanti demam.” Gadis itu pergi meninggalkan Aksen.Sejak hari itu, Aksen selalu mencari gadis penolongnya ke sekitar danau hanya untuk bermain bersama. Aksen sudah sangat merasa nyaman sedari dulu dengan gadis penolongnya itu. Menurutnya, gadis itu adalah gadis paling sempurna di matanya.Gadis itu adalah penyelamatnya, bahkan Aksen selalu memanggilnya dengan sebutan peri kecil."Aksen kau tahu, rumahku akan segera digusur," ucap gadis itu menunduk sedih."Kalau begitu, ikut saja tinggal bersamaku!" seru Aksen bersemangat."Tapi aku ingin rumahku, Aksen. Mereka sangat jahat, sampai mau meruntuhkan rumahku," ujar gadis itu lagi. Aksen sangat kasihan melihatnya. Ia bingung juga harus menghibur gadis itu seperti apa."Tenang saja peri kecil, suatu saat nanti aku akan membeli pulau ini. Dan nanti tidak ada yang boleh kesini kecuali kita berdua, gimana?" Aksen tersenyum tulus pada gadis kecil itu.Gadis itu tersenyum kemudian mengangguk cepat. "Janji!!!" serunya bersemangat.Namun sayang, setelah mereka menjalani hari-hari yang panjang, Aksen jatuh sakit. Ia mempunyai penyakit ginjal yang sangat serius. Sehingga mereka berdua sangat jarang bertemu.Tak lama pula, sang gadis malah berpamitan pada Aksen bahwa dia akan berpindah tempat tinggal. Hal itu sangat membuat Aksen marah dan kesal. Bisa-bisanya orang yang dia percayai, malah pergi disaat ia tengah menjalani hari-hari yang sangat berat.Di hari-hari yang berat itulah Aurelia datang sebagai teman Aksen yang baru. Dia selalu menemani Aksen bahkan mendonorkan ginjalnya kepada Aksen. Hal itu yang membuat Aksen melupakan peri kecilnya dan memilih menyayangi Aurelia yang selalu ada untuknya.Bahkan Aksen selalu melakukan apapun permintaan Aurelia. Dan sampai sekarang masih menjadi kekasihnya. Aksen selalu memberikan yang terbaik kepada wanita paling berharganya itu.Sampai akhirnya di umur 20 tahun, peri kecilnya Aksen itu datang kembali menemuinya. Ternyata ia adalah sepupu Aurelia sendiri, Amora.Namun tak seperti yang di harapkan Amora, Aksen malah membencinya dan meminta Amora untuk pergi meninggalkannya.Amora bahkan sudah mulai berubah di mata Aksen. perempuan itu sangat terobsesi padanya. Berbeda dengan masa kecil dimana Amora sangat lugu dan polos. di umurnya yang 20 tahun kini, Amora terlihat sangat berani untuk apapun yang ia inginkan.Amora juga tak jarang selalu berusaha memisahkan Aksen dan kekasihnya itu. Hal itu tentu saja semakin membuat Aksen membenci Amora. Bahkan sampai sekarang, beberapa tahun berlalu pun kebencian Aksen tak pernah padam terhadap Amora.flashback offSetelah lumayan berdiri cukup lama, tiba-tiba saja tubuh Aksen menangkap sentuhan lembut tubuh seseorang yang sudah ia kenali aroma parfumnya. Tangannya melingkari perut Aksen dan menguncinya.“Aku sangat takut.” Aurelia menenggelamkan wajahnya di punggung Aksen yang lebar. Aksen melepas tangan itu perlahan seraya merubah posisinya menjadi saling berhadapan dengan Aurelia.“Kau, kenapa?” tanya Aksen sangat khawatir.“Kau tahu, dia menyekapku di tempat yang gelap. Supaya bisa menggantikanku menikah denganmu,” lirih Aurelia seraya memeluk Aksen dengan erat.Aksen membulatkan matanya kaget. Prasangkanya benar-benar tepat sasaran. Amora memang menggunakan cara-cara licik untuk merebut dirinya dari Aurelia. Rahangnya mengeras, tangannya mengepal kuat.“Aku kira kau tak mau menikah denganku,” tebak Aksen. Aurelia terdiam sebentar. Ucapan Aksen memang realitanya. Selama ini ia memang belum siap untuk menikah, tapi Aksen terus memintanya untuk segera menikah. Ia hanya ingin terlihat menang dari Amora, bukan berarti ia tulus mencintai Aksen.Dan terjadilah pergantian pengantin wanita. Aurelia masih ingin mengembangkan karirnya menjadi seorang model, itulah sebabnya ia selalu menolak ajakan Aksen untuk menikah.“Haish! Kau bercanda saja, mana mungkin aku tidak mau menikah denganmu.” Aurelia terkekeh geli mendengar ucapan Aksen.“Aku percaya padamu. Untung saja kau baik-baik saja,” ucap Aksen seraya merenggangkan pelukannya untuk melihat wajah Aurelia dengan jelas.“Berjanjilah padaku, kau harus membalas perbuatan Amora!” Aurelia mendongakkan wajahnya untuk menatap mata Aksen yang tidak lebih jauh dari wajahnya. Aksen mengangguk mengiyakan permintaan Aurelia dengan pasti. Bahkan jika tak diminta pun, Aksen selalu berbuat tidak baik kepada istrinya.“Bagaimana itu bisa terjadi?” tanya Aksen menangkup wajah Aurelia dengan kedua telapak tangannya. Aurelia memperlihatkan wajahnya seperti seseorang yang sangat sedih supaya Aksen semakin iba melihat kondisinya.“Aku tidak bisa berbuat apa-apa ketika dia membawa empat preman untuk menangkapku, Aksen,” adu Aurelia dengan ekspresi wajah yang menyedihkan.“Maaf, aku tidak tahu. Aku kira kemarin kau melarikan diri karena tidak mau menikah denganku,” sesal Aksen menatap Aurelia dengan tatapan rasa bersalahnya. Aurelia menggeleng pelan seraya memegang tangan kanan Aksen dengan tangan kirinya.“No, Aksen! Aku tidak pernah berniat meninggalkanmu sedikit pun! Jangan pernah berpikir seperti itu lagi,” ucap Aurelia memandang sendu wajah Aksen yang terlihat sangat bersalah.Rasa ingin membunuh Amora begitu begitu menggebu dalam Aksen. Akan dia pastikan, hari ini Amora akan mendapatkan balasan yang setimpal karena perbuatannya. Aksen janji itu.“Kau tidak pernah melupakanku, ‘kan?” tanya Aurelia menatap lama mata Aksen meminta kepastian.“Kali ini, kau yang bercanda.” Aksen menghela nafas malas.“Apa kamu mencintai Amora?”Aksen langsung menggeleng keras. “Sama sekali tidak!” tekannya.“Aku ingin kau menceraikannya!”Amora termenung di depan gerbang setelah ia keluar dari bangunan itu dan meninggalkan dua orang yang paling Amora benci di dunia. Baron dan Frans sudah divonis hukuman mati oleh pengadilan sesuai tuntutan keluarga korban dan hukum yang berlaku.Setelah ini Amora akan belajar ikhlas atas semuanya. Ayah, ibu, kakek, semua keluarganya sudah tiada. Dan yang sekarang bisa menemaninya hanya keluarga dari sang suami. Mereka begitu terlihat peduli kepada Amora bahkan di kala perempuan itu dalam kesulitan.“Ayo, pulang!” Aksen merangkul pundak Amora dengan lembut.Amora kemudian menoleh. Perempuan itu tersenyum tipis membuat Aksen semakin erat memeluknya. Tak akan pernah Aksen lepaskan lagi seorang istri yang begitu berharga ini dalam hidupnya. Tak akan pernah.Amora kini merasa aman. Bersama orang-orang yang begitu menyayanginya. Seorang suami yang rela berbuat apapun demi menyenangkan hatinya, saudara-saudara yang selalu membuatnya tertawa dan seorang ibu mertua yang mementingkan kebutuhanny
“Aku sudah tahu tempat persembunyian para bajingan itu!” Aksen mengepalkan tangan kirinya dengan erat setelah mengetahui beberapa hal yang membuatnya sangat jengkel. Sudah beberapa hari Aksen mencoba melayangkan senjata kepada dua bajingan itu tapi entah kesaktian apa yang mereka punya sampai selalu lolos dari segala rencananya.Tapi tidak untuk hari ini. Aksen, Diego, Anna, Riri dan Amora akan menyatukan rencana untuk menjebak Baron dan Frans itu. Amora sudah berangkat dengan beberapa pengawalnya menuju gedung tak terpakai yang beberapa tahun lalu terbakar.Benar sekali, di tengah jalan, Amora diculik oleh dua orang dengan topengnya. Amora berpura-pura pingsan untuk mengelabui musuhnya itu. Terdengar jelas di telinga Amora tawa renyah Frans Baron memenuhi ruangan kedap suara. Ingin sekali Amora menyumpal mulut sialan itu. Tapi ia harus menahan itu semua dan berpura-pura pingsan dulu untuk sementara waktu.“Am, kau merindukan panggilan itu, bukan?” tanya Frans dengan wajah berseri.
Beberapa orang suruhan Diego dan Amora berhasil disebarkan untuk mencari keberadaan Aksen. Meskipun Amora nampak berdiam diri saja di rumah, tapi otak dan bawahan-bawahannya tidak pernah diam untuk terus menggali informasi perihal Aksen.Sehari berlalu, Amora belum mendapatkan kabar apapun dari Aksen. Hatinya semakin tak tenang dan otaknya sudah buntu tak bisa berpikir lagi. Apalagi ketika mendengar kabar terbaru dari televisi yang mengabarkan jika Baron dan Frans tidak terlacak kembali keberadaannya.Diego yang beberapa kali mencoba menghubungkan koneksi pelacak pun tetap tidak berhasil. Baron dan Frans sepertinya telah menyusun segala cara sebagus mungkin untuk hari ini dan hari-hari berikutnya demi menangkap Amora. Beberapa kali Diego berpesan untuk Amora tetap berjaga-jaga meskipun ia berdiam diri di rumah.Malam ini seperti biasa Amora tak berhasil memejamkan matanya. Pikiran yang terus berkecamuk dan kepala yang terasa pusing semakin membuatnya tak bisa tidur. Sesekali Amora men
Amora mondar mandir tidak jelas sejak tadi karena pikirannya yang mulai kacau semenjak acara televisi menyajikan berita tentang berkeliarannya dua orang buronan yang kabur dari keamanan. Tentu saja mereka itu adalah Baron dan Frans.Sesuatu yang begitu mengoyakkan hati Amora kala ia mengetahui jika kedua orang itu merupakan ayah dan anak. Frans merupakan anak Baron sebelum ia menikahi ibunya Aurelia. Sungguh sangat lembut permainan Frans waktu itu, hingga membuat Amora tidak bisa melihat mana rekayasa mana nyata.Tentulah sekarang Amora paham mengapa Frans begitu jahat padanya. Ya, semua itu karena Baron dan dirinya menginginkan harta kakeknya Amora yang begitu banyak dan melimpah. Namun tidak semudah itu, setelah membunuh Artha mereka juga mesti menyingkirkan Amora terlebih dahulu untuk mendapatkan harta itu.Amora menggigit jari telunjuknya mencoba menenangkan diri. Meski dirinya sekarang berada di tempat yang aman yaitu di rumah ibu mertuanya. Tapi yang lebih membuat Amora panik ad
“Amora kau harus mati!”“Amora kau harus mati!”“Amora kau harus mati!”“Huaa ...” Dada yang kembang kempis tak beraturan begitu terlihat disertai wajah ketakutan Amora. Perempuan itu menoleh ke samping dimana ada suaminya tengah memandang khawatir padanya. Bahkan tangan Aksen masih menjadi bantalan kepala istrinya.Untung saja semua itu hanya mimpi. Seseorang mendatanginya bahkan terbawa ke alam bawah sadarnya. Dia datang ingin merenggut nyawa dengan tanpa alasan. Amora sungguh ketakutan hingga tak sadar tangannya menggenggam lengan Aksen. “Ada apa, Mora?” Aksen mencoba menyadarkan istrinya yang terlihat kebingungan selepas sadar dari pingsannya.Menyadari dirinya begitu menempel ke tubuh Aksen, Amora segera berusaha duduk dan membenarkan posisinya. Meskipun dalam keadaan tak baik-baik saja, ia tak akan memperlihatkannya kepada Aksen. Saking gengsinya ia tak akan pernah merendahkan harga dirinya lagi di depan Aksen. “Mora, kau baik-baik saja?”Amora menghela napas panjang beberapa
“Katakan, apa maumu? Aku tidak mempunyai waktu luang cukup lama untukmu,” ujar Amora langsung pada intinya ketika mereka sudah dihidangkan beberapa makanan di atas meja.“Mora, aku bukan klienmu. Sekarang ini aku berperan sebagai suamimu, apa pantas bicara begitu?”Amora menatap tanpa ekpresi ke arah suaminya. Aksen kini selalu menyebalkan di depan matanya. “Aku tak suka bertele-tel-““Makan dulu,” potong Aksen seraya menyodorkan sepotong beefsteak ke mulut Amora hingga perempuan itu terdiam.Melihat istrinya yang sama sekali tidak membuka mulut untuk melancarkan suapannya, Aksen menaikkan sebelah alisnya seolah bertanya dengan isyarat. Beberapa detik kemudian Amora mengambil garpu yang dipegang Aksen kemudian menyuapkan potongan daging itu oleh tangannya sendiri.Aksen hanya tersenyum menanggapinya.“Tidak ada hal penting, aku hanya ingin makan siang bersamamu.” Aksen mulai menyuapkan potongan daging kepada mulutnya.Amora terdengar menghela napas panjang. Wanita itu tiba-tiba berdi