Share

Bab 3 : Wanita Berharga

Aksen berdiri di tepi danau yang jauh dari tempat keramaian orang. Tempat dimana akan selalu ia datangi ketika suasana hatinya sangat kacau. Sesekali ia melempar kerikil kecil ke arah danau sejauh mungkin.

Memori demi memori terus melintas di pikirannya. Ia sangat ingat sekali bagaimana pertama kalinya ia bertemu dengan Amora di satu pulau tempat mereka tumbuh bersama dahulu.

Pulau itu kini sudah ia miliki sendiri. Tapi tidak dengan kenangannya, Aksen akan menghapus semua itu dari ingatannya.

Flashback on

Aksen yang baru berumur 8 tahun hampir saja tenggelam karena tak sengaja jatuh ke danau. Untung saja seorang gadis dengan cepat berenang ke arahnya dan menyelamatkan nyawanya. Gadis itu terlihat basah kuyup karena aksi menolongnya.

“Kamu tidak apa-apa?” tanya gadis itu kepada Aksen.

Aksen menggeleng. “Tadi aku terkejut, jadi jatuh ke danau,” jelas Aksen menggigil.

“Cepatlah pulang, nanti demam.” Gadis itu pergi meninggalkan Aksen.

Sejak hari itu, Aksen selalu mencari gadis penolongnya ke sekitar danau hanya untuk bermain bersama. Aksen sudah sangat merasa nyaman sedari dulu dengan gadis penolongnya itu. Menurutnya, gadis itu adalah gadis paling sempurna di matanya.

Gadis itu adalah penyelamatnya, bahkan Aksen selalu memanggilnya dengan sebutan peri kecil.

"Aksen kau tahu, rumahku akan segera digusur," ucap gadis itu menunduk sedih.

"Kalau begitu, ikut saja tinggal bersamaku!" seru Aksen bersemangat.

"Tapi aku ingin rumahku, Aksen. Mereka sangat jahat, sampai mau meruntuhkan rumahku," ujar gadis itu lagi. Aksen sangat kasihan melihatnya. Ia bingung juga harus menghibur gadis itu seperti apa.

"Tenang saja peri kecil, suatu saat nanti aku akan membeli pulau ini. Dan nanti tidak ada yang boleh kesini kecuali kita berdua, gimana?" Aksen tersenyum tulus pada gadis kecil itu.

Gadis itu tersenyum kemudian mengangguk cepat. "Janji!!!" serunya bersemangat.

Namun sayang, setelah mereka menjalani hari-hari yang panjang, Aksen jatuh sakit. Ia mempunyai penyakit ginjal yang sangat serius. Sehingga mereka berdua sangat jarang bertemu.

Tak lama pula, sang gadis malah berpamitan pada Aksen bahwa dia akan berpindah tempat tinggal. Hal itu sangat membuat Aksen marah dan kesal. Bisa-bisanya orang yang dia percayai, malah pergi disaat ia tengah menjalani hari-hari yang sangat berat.

Di hari-hari yang berat itulah Aurelia datang sebagai teman Aksen yang baru. Dia selalu menemani Aksen bahkan mendonorkan ginjalnya kepada Aksen. Hal itu yang membuat Aksen melupakan peri kecilnya dan memilih menyayangi Aurelia yang selalu ada untuknya.

Bahkan Aksen selalu melakukan apapun permintaan Aurelia. Dan sampai sekarang masih menjadi kekasihnya. Aksen selalu memberikan yang terbaik kepada wanita paling berharganya itu.

Sampai akhirnya di umur 20 tahun, peri kecilnya Aksen itu datang kembali menemuinya. Ternyata ia adalah sepupu Aurelia sendiri, Amora.

Namun tak seperti yang di harapkan Amora, Aksen malah membencinya dan meminta Amora untuk pergi meninggalkannya.

Amora bahkan sudah mulai berubah di mata Aksen. perempuan itu sangat terobsesi padanya. Berbeda dengan masa kecil dimana Amora sangat lugu dan polos. di umurnya yang 20 tahun kini, Amora terlihat sangat berani untuk apapun yang ia inginkan.

Amora juga tak jarang selalu berusaha memisahkan Aksen dan kekasihnya itu. Hal itu tentu saja semakin membuat Aksen membenci Amora. Bahkan sampai sekarang, beberapa tahun berlalu pun kebencian Aksen tak pernah padam terhadap Amora.

flashback off

Setelah lumayan berdiri cukup lama, tiba-tiba saja tubuh Aksen menangkap sentuhan lembut tubuh seseorang yang sudah ia kenali aroma parfumnya. Tangannya melingkari perut Aksen dan menguncinya.

“Aku sangat takut.” Aurelia menenggelamkan wajahnya di punggung Aksen yang lebar. Aksen melepas tangan itu perlahan seraya merubah posisinya menjadi saling berhadapan dengan Aurelia.

“Kau, kenapa?” tanya Aksen sangat khawatir.

“Kau tahu, dia menyekapku di tempat yang gelap. Supaya bisa menggantikanku menikah denganmu,” lirih Aurelia seraya memeluk Aksen dengan erat.

Aksen membulatkan matanya kaget. Prasangkanya benar-benar tepat sasaran. Amora memang menggunakan cara-cara licik untuk merebut dirinya dari Aurelia. Rahangnya mengeras, tangannya mengepal kuat.

“Aku kira kau tak mau menikah denganku,” tebak Aksen. Aurelia terdiam sebentar. Ucapan Aksen memang realitanya. Selama ini ia memang belum siap untuk menikah, tapi Aksen terus memintanya untuk segera menikah. Ia hanya ingin terlihat menang dari Amora, bukan berarti ia tulus mencintai Aksen.

Dan terjadilah pergantian pengantin wanita. Aurelia masih ingin mengembangkan karirnya menjadi seorang model, itulah sebabnya ia selalu menolak ajakan Aksen untuk menikah.

“Haish! Kau bercanda saja, mana mungkin aku tidak mau menikah denganmu.” Aurelia terkekeh geli mendengar ucapan Aksen.

“Aku percaya padamu. Untung saja kau baik-baik saja,” ucap Aksen seraya merenggangkan pelukannya untuk melihat wajah Aurelia dengan jelas.

“Berjanjilah padaku, kau harus membalas perbuatan Amora!” Aurelia mendongakkan wajahnya untuk menatap mata Aksen yang tidak lebih jauh dari wajahnya. Aksen mengangguk mengiyakan permintaan Aurelia dengan pasti. Bahkan jika tak diminta pun, Aksen selalu berbuat tidak baik kepada istrinya.

“Bagaimana itu bisa terjadi?” tanya Aksen menangkup wajah Aurelia dengan kedua telapak tangannya. Aurelia memperlihatkan wajahnya seperti seseorang yang sangat sedih supaya Aksen semakin iba melihat kondisinya.

“Aku tidak bisa berbuat apa-apa ketika dia membawa empat preman untuk menangkapku, Aksen,” adu Aurelia dengan ekspresi wajah yang menyedihkan.

“Maaf, aku tidak tahu. Aku kira kemarin kau melarikan diri karena tidak mau menikah denganku,” sesal Aksen menatap Aurelia dengan tatapan rasa bersalahnya. Aurelia menggeleng pelan seraya memegang tangan kanan Aksen dengan tangan kirinya.

“No, Aksen! Aku tidak pernah berniat meninggalkanmu sedikit pun! Jangan pernah berpikir seperti itu lagi,” ucap Aurelia memandang sendu wajah Aksen yang terlihat sangat bersalah.

Rasa ingin membunuh Amora begitu begitu menggebu dalam Aksen. Akan dia pastikan, hari ini Amora akan mendapatkan balasan yang setimpal karena perbuatannya. Aksen janji itu.

“Kau tidak pernah melupakanku, ‘kan?” tanya Aurelia menatap lama mata Aksen meminta kepastian.

“Kali ini, kau yang bercanda.” Aksen menghela nafas malas.

“Apa kamu mencintai Amora?”

Aksen langsung menggeleng keras. “Sama sekali tidak!” tekannya.

“Aku ingin kau menceraikannya!”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status