Ucapan Hanna sontak membuat Melissa melongo.
‘Kamar Erlangga?’
Namun, Melissa tidak bisa berbuat apa-apa karena semua bertingkah seperti biasa.
“Ah ayo! Mari beristirahat!” ucap Aira mengalihkan kebingungan Melissa.
Semua orang tampaknya setuju dengan ucapan Hanna.
Setelah drama pernikahan hari ini, mereka semua butuh istirahat yang panjang.
Tapi, Melissa tak langsung beristirahat. Ia meminta izin pada Erlangga untuk pergi ke paviliun belakang –rumah keluarga Melissa– untuk mengambil beberapa barang di kamarnya.
Lagi pula, dia masih terkejut dengan status kepindahannya ke kamar Erlangga. Akan jadi apa dia bila hanya berduaan saja dengan Erlangga?“Ya, Tuhan!” lirih Melissa yang sudah berganti pakaian menjadi baju rumahan.
Gaun pernikahan milik Marrisa sudah dia lipat dengan rapi. Rasanya seperti mimpi ketika ia menatap gaun indah tersebut. Benarkah dia sudah menikah dengan calon suami kakaknya sendiri?Melissa pun berdiam lama di dalam kamarnya tanpa melakukan apa pun.
Dia hanya sedang memikirkan apa yang akan ia lakukan setelah ini.“Apakah aku harus berperan menjadi menantu yang baik dan istri yang berbakti pada suami? Atau … dia bisa memilih menjadi Melissa kedua dengan memilih pergi meninggalkan Erlangga?
Tok … Tok … Tok!
“Melissa?” panggil Andy–Ayah Melissa–setelah mengetuk pintu.
“Iya, Ayah?” balas Melissa segera dan membuka pintu kamarnya.
Di sana, ayahnya menatapnya sendu, sama seperti tatapan yang dilakukannya di altar tadi.
“Kau sedang apa? Ini sudah larut, kau tidak mungkin tidur di sini,” ucap Andy, lembut.
“Baik, ayah.”
“Oh iya, suamimu sudah menunggu lama di kamarnya, Nak” ucap Andy mencoba menggoda putrinya.
“Aisshh jangan begitu…”
“Baik… baik,” ucap Andy. Kemudian pria itu kembali menatap Melissa dengan sendu kembali.
“Maafkan Ayah tak bisa memberikan jalan keluar terbaik untuk semua ini.”
Melissa hanya tersenyum lemah. Dia tak bisa menyalahkan ayahnya meski dia sempat berharap sang ayah akan berada di pihaknya saat ibunya memaksanya untuk menikah dengan Erlangga.
“Sudahlah, yah. Semua sudah terjadi,” ucap Melissa tenang. Nyatanya, dia sekarang memang harus menjalani pernikahan konyol dengan Erlangga.
“Jangan membenci Ayah, Nak. Keluarga Tuan Erlangga sudah banyak menolong hidup Ayah jadi–”
“–Ssst … sudahlah, Ayah! Aku mengerti,” potong Melissa, berusaha menenangkan ayahnya.
“Kau memang putri kesayangan Ayah,” ucap Andy lalu memeluk Melissa dengan sayang.
“Baiklah, yah. Aku harus kembali. Suamiku sudah menunggu,” ucap Melissa dengan candaan.
Sejujurnya, dia tak ingin berlama-lama bersama ayahnya karena dia takut akan menangis tersedu-sedu.
Dia tahu ayahnya berada di posisi terjepit, sehingga tak bisa menolongnya untuk lolos dari pernikahan ini.“Hmm, kembalilah,” ucap Andy.
Melissa melepas pelukan ayahnya lalu segera bergegas menuju pintu keluar.
Dia tak melihat ibunya di mana-mana, lagi pula dia sedang tak ingin bertemu dengan wanita itu. Ibunya bukan sosok yang akan menenangkan hatinya saat ini.Namun ketika Melissa menutup pintu rumahnya, dia dikagetkan dengan sosok ibunya yang tengah berdiri di teras rumah.
Wajah wanita itu tampak linglung seolah banyak sekali hal yang sedang mengganggu pikirannya.“Ibu?” panggil Melissa.Wanita paruh baya itu membalikkan tubuhnya dan menatap Melissa dengan pandangan kosong.
Tatapannya beralih pada gaun pernikahan di tangan Melissa. Melissa menangkap kesedihan di wajah ibunya. Wanita itu pasti sedang memikirkan Marrisa saat ini.“Aku kembali dulu ke rumah keluarga Erlangga, Bu,” ucap Melissa.
“Jangan menjadi Marrisa,” ucap Ibu Melissa tiba-tiba.
“Apa maksud Ibu?” tanya Melissa bingung.
“Erlangga milik Marrisa. Mereka saling mencintai. Kau tidak boleh menjadi Marrisa. Jangan mengambil Erlangga dari Marrisa. Ibu yakin Marrisa akan kembali.”
Deg!
Ucapan sang Ibu memancing kemarahan yang sejak tadi dipendamnya.
“Bukankah Ibu yang menyuruhku menjadi pengganti Marrisa?” tanya Melissa balik.
“Tapi, bukan berarti kau merebut posisinya. Dia tetaplah pengantin Erlangga.”
Siapa yang mau merebut posisi Marrisa? Rasanya, Melissa ingin berteriak bahwa dia tidak tidak mau menjalani semua ini. Dia mencintai kekasihnya juga.
“Ibu, tolong dengarkan aku! Erlangga menginginkan pernikahan yang sesungguhnya, tak peduli bersamaku atau Marissa. Dia akan menjalani pernikahan dengan sungguh-sungguh. Bisakah kau membayangkan bagaimana rasanya jadi aku?” ucap Melissa menahan emosi.
Dia luar biasa kesal dengan sikap ibunya. Mengapa di saat seperti ini ibunya justru lebih mencemaskan Marissa daripada dirinya? Di sini, dia berkorban untuk keluarga. Namun, mengapa ibunya lebih mencemaskan “anak kesayangannya” itu?“Kau bisa menikmati semua kemewahan ini, sementara Marissa tidak ada. Jadi, jangan rebut tempat Marissa. Ibu yakin dia pasti punya alasan dibalik kepergiannya,” ucap ibu Melissa–bersikeras dengan pendiriannya.
“Kalau begitu, suruh aku pergi sekarang maka aku akan pergi! Aku tidak akan mengambil tempat Marrisa, Bu.”
“Kau?!” Suara sang Ibu meninggi, “Jangan berani-beraninya kau pergi, Melissa. Keluarga Erlangga sudah sangat baik pada kita. Kau, aku, ayahmu, dan Marrisa berhutang banyak pada mereka. Bahkan, kalian disekolahkan sampai sukses!”
“Menyekolahkan? Jika yang dimaksud Marrisa, itu mungkin, Bu. Semua biaya pendidikan kami dari keluarga Erlangga hanya Ibu berikan pada Marissa. Ibu mengarahkanku pada sekolah kejuruan supaya aku tak perlu berkuliah dan langsung bekerja.”
“Marissa yang Ibu sekolahkan untuk menjadi seorang Fashion Designer yang sangat sukses–”PLAKKK!
Ucapan Melissa terpotong saat merasakan pipi kirinya begitu panas akibat terkena tamparan keras sang Ibu. Bahkan, sebulir air mata langsung menetes dari mata kirinya.“Melissa….” ucap Ibu Melissa dengan suara parau, seolah ia sendiri terkejut dengan apa yang baru saja ia lakukan.“Mengapa Ibu begitu tidak adil padaku? Bukankah aku juga anak ibu? Marrisa pergi dan meninggalkan banyak masalah, tapi aku yang harus membereskan semua ini. Lalu sekarang aku dituduh akan mengambil posisinya. Bisakah Ibu memikirkan perasaanku?” ucap Melissa dengan suara bergetar.“Melissa–”“–Kita memang berhutang banyak pada keluarga Erlangga dan hanya pembantu untuk keluarga Erlangga. Namun, kita bukan budak yang harus berkorban sampai akhir hayat. Kenapa kita tidak kabur saja?” potong Melissa, hingga sang Ibu tak bisa melanjutkan perkataannya.“Atau ibu kecewa karena putri yang Ibu agung-agungkan tak bisa bersanding dengan Erlangga? Tapi, Ibu harus ingat Marrisa yang memilih untuk melakukan semua ini. Apak
Aroma kopi yang khas membuat Melissa terbangun dari tidurnya. Gadis itu masih memeluk bantalnya. Ia bahkan menarik selimut hingga menutupi kepalanya. Dia ingin menutup matanya lagi, tetapi tidak bisa. Padahal, lelah rasanya mengingat kemarin ia baru saja memulai sebuah lembaran baru dalam hidupnya. Melissa akhirnya menurunkan selimutnya begitu tersadar bahwa sekarang bukan si lajang Melissa lagi. Dia sekarang memiliki seorang suami.“Ehmm…”Melissa menolehkan kepalanya dan menatap Erlangga yang sedang duduk sambil membaca sebuah koran sambil menyesap secangkir kopi. Oh itu penyebabnya dia mencium aroma kopi yang pekat tadi!“Kenapa? Baru sadar kau sudah menikah?” tanya Erlangga dengan suara tenang.Melissa terkesiap. Meski membenarkan ucapan Erlangga, dia tidak membalas ucapan pria itu. Dia justru bangun lalu duduk dan bersandar pada dashboard ranjang.“Kau masih tidak mau menceraikanku?” tanya Melissa dengan suara seraknya.Erlangga memperhatikan suara Melissa. Bukan tentang kal
“Sayang!!!” Melissa segera bangkit dari tempat tidur. Gadis itu segera berlari dan memeluk Rio dengan erat–seolah sudah bertahun-tahun tak bertemu dengan pria itu dan mencari kekuatan di sana. “Whoaa! Ada apa denganmu, Melissa?” tanya Rio yang kewalahan berusaha menopang tubuhnya karena pelukan tiba-tiba Melissa. Diraihnya tubuh Melissa lalu ia mengusap kepala gadis itu dengan sayang. “Ke mana, kamu kemarin?” tanya Melissa masih di dalam pelukan Rio. Tring! Baru saja Melissa ingin membicarakan hubungan mereka, tapi sebuah nada panggilan menyita perhatiannya. Perempuan itu lantas merogoh tasnya untuk mengambil kembali ponselnya. “Halo?” “Lisa, kamu di mana? Apa kamu sudah melihat blog kepenulisan?” “Belum, kenapa?” Melissa mengerutkan keningnya tidak mengerti kenapa temannya yang ada di seberang sana terdengar panik dan cemas. Bahkan, ada sedikit amarahdalam nada bicaranya. “Ck! Lihatlah sekarang! Dan nikmatilah kebodohanmu itu! Sudah kuucapkan berulang kali jangan pernah
Rumah Keluarga Erlangga [09:00 AM]Erlangga sedang berada di ruangan kerjanya dan memeriksa berkas-berkas perusahaan. Ayahnya sudah berangkat ke perusahaan sejak satu jam yang lalu dan sang ibu sedang berada di salah satu butik milik keluarga. Mia sudah berangkat kuliah entah sejak pukul berapa dan Melissa sejak subuh tak terlihat di mana-mana, gadis itu tampaknya sudah berangkat kerja. Dia hanya meninggalkan sebuah notes kecil di atas buku yang semalam Erlangga baca. Isinya mengatakan bahwa ia akan kembali nanti sore. Entahlah, seakan ada yang disembunyikannya. Kemarin, Melissa juga tidak menjawab dengan pasti mengapa ingin bertemu mendadak.Tok Tok Tok!Suara ketukan pintu menghentikan aktivitas Erlangga. Pria itu langsung menutup berkas yang sedang ia periksa. “Masuk,” ucapnya singkat.“Permisi, Tuan Erlangga, Tuan Rio ingin berbicara dengan anda,” ucap seorang pelayan pada Erlangga.“Ya, suruh dia masuk.”Pintu terbuka dan menampakkan Rio yang berjalan masuk ke dalam ruangan E
Rumah Keluarga Erlangga [Malam hari]Melissa datang ketika makan malam sedang berlangsung. Dia melihat ayah dan ibu Erlangga serta Mia adik Erlangga di meja makan. Tak luput, Erlangga yang juga duduk bergabung dengan keluarganya. Melissa baru sadar bahwa Erlangga memiliki wajah yang sangat pucat.“Selamat malam semuanya. Maaf aku terlambat pulang, kafe sangat ramai hari ini,” ucap Melissa berbasa-basi. Ia melirik jam dinding, masih jam setengah tujuh malam.“Ayo sini makan malam dulu, Melissa. Kau pasti lelah berolahraga,” ucap Hanna.Melissa tersenyum lalu duduk bergabung dengan keluarga Erlangga. Dia merasa asing di tengah-tengah keluarga Erlangga tapi kemudian dia merasa nyaman saat ayah dan ibu Erlangga mengajaknya berbicara.“Kau mau makan yang mana? Ibu ambilkan,” ucapkan Hanna dengan lembut. Melissa semakin merasa tak enak. Marissa memang bodoh karena sudah meninggalkan keluarga ini.“Aku ingin ikan. Oh iya, aku membawakan beberapa kue dari kafe tempatku bekerja. Ini baru
“Apa?” pekik Melissa.Namun, Erlangga hanya diam–meninggalkan Melissa yang berdiri membeku di depan kamar mereka. Luar biasa! Gadis itu bertanya bagaimana Erlangga tahu dia menemui Rio? Setelah Rio pergi menemuinya, Erlangga memerintahkan seseorang mengawasi pria itu dan dia mengetahui Rio bertemu istrinya.BLAMMM!Ketika akhirnya bisa mengendalikan diri, Melissa ikut masuk kemudian menutup pintu. Dia berlari kecil mengejar Erlangga yang sedang berjalan menuju ranjang.“Kau menguntitku?” tanya Melissa kesal.“Tidak menguntit sebenarnya. Tadinya, aku pergi ke kafe tempat kerjamu. Aku ingin tahu di mana tempat istriku bekerja, tapi ternyata bosmu bilang kau tidak masuk. Aku hanya menduga kau pergi menemui Rio, tapi kau justru mengatakan semuanya,” ucap Erlangga dengan senyum seringai. Dia memang tersenyum, tetapi itu dilakukan untuk menyembunyikan kekecewaannya. Siang hari saat jam istirahat, ia sangat ingin mengajak istrinya makan siang. Namun, ia kecewa karena istrinya tidak masuk
Melissa memasuki kamarnya dan Erlangga. Tubuhnya lelah bekerja di kantor penerbitan untuk mengurus kasus Sinta. Juga hari ini pelanggan dan pengunjung sangat ramai di cafe milik Raga. Dia ingin segera mandi dan tidur cepat, tapi ada sesuatu yang mengganggu pikirannya sejak tadi. Sejak pagi sampai malam Rio tak menghubunginya sama sekali. Dia yakin Rio tidak mungkin lupa untuk menghubunginya, sesibuk apa pun pekerjaan pria itu, dia pasti selalu menghubungi dirinya.“Kenapa larut sekali baru pulang?”Suara berat Erlangga membuyarkan lamunan Melissa, Melissa mengerjapkan fokus pada pikirannya, ditatapnya Erlangga yang sedang membaca buku di atas ranjang, lama-lama Melissa benar dengan kebiasaan pria itu setiap malam.“Kantor sangat ramai dan banyak kerjaan hari ini. Maaf tidak memberi kabar, apakah ayah dan ibumu menanyakanku?” tanya Melissa sedikit cemas.“Ya, tapi mereka tahu kau pasti sibuk bekerja,” balas Erlangga.“Oh, syukurlah. Besok jadwalmu untuk fisioterapi?” tanya Melissa, dia
07:00 AMErlangga duduk di dalam mobil menunggu Melissa yang belum juga menunjukkan batang hidungnya. Gadis itu tidak mungkin membatalkan rencana pagi mereka hari ini, kan? Dia tidak menunjukkan reaksi penolakan yang berlebihan semalam. Erlangga masih senyum-senyum tipis bila mengingat pertengkaran mereka sebelum tidur, menggoda Melissa suatu hiburan baru baginya.Erlangga menolehkan kepalanya ke arah pintu masuk rumahnya, wajahnya berubah santai saat ia melihat Melissa berlarian dari dalam rumah. Kenapa gadis itu tidak bisa berjalan saja?“Maaf sedikit lama!” ucap Melissa saat dia masuk ke dalam mobil.“Apa saja yang kau lakukan sih sampai selama ini?” tanya Erlangga.Melissa mengangkat kotak bekal makanan yang ia bawa lalu membukanya dengan penuh semangat di hadapan wajah Erlangga. “Tadaaaa~ aku membuat sedikit sandwich untuk bekal kita. Kau akan suka dengan sandwich buatanku, tidak ada yang bisa menolak kelezatannya,” ucap Melissa dengan wajah ceria.Erlangga mendengus lalu menatap