Share

BAB.4 Pengganti

Ucapan Hanna sontak membuat Melissa melongo. 

‘Kamar Erlangga?’ 

Namun, Melissa tidak bisa berbuat apa-apa karena semua bertingkah seperti biasa.

“Ah ayo! Mari beristirahat!” ucap Aira mengalihkan kebingungan Melissa.

Semua orang tampaknya setuju dengan ucapan Hanna. 

Setelah drama pernikahan hari ini, mereka semua butuh istirahat yang panjang. 

Tapi, Melissa tak langsung beristirahat. Ia meminta izin pada Erlangga untuk pergi ke paviliun belakang –rumah keluarga Melissa– untuk mengambil beberapa barang di kamarnya.

Lagi pula, dia masih terkejut dengan status kepindahannya ke kamar Erlangga.

Akan jadi apa dia bila hanya berduaan saja dengan Erlangga?

“Ya, Tuhan!” lirih Melissa yang sudah berganti pakaian menjadi baju rumahan.

Gaun pernikahan milik Marrisa sudah dia lipat dengan rapi.

Rasanya seperti mimpi ketika ia menatap gaun indah tersebut. Benarkah dia sudah menikah dengan calon suami kakaknya sendiri?

Melissa pun berdiam lama di dalam kamarnya tanpa melakukan apa pun.

Dia hanya sedang memikirkan apa yang akan ia lakukan setelah ini. 

“Apakah aku harus berperan menjadi menantu yang baik dan istri yang berbakti pada suami? Atau … dia bisa memilih menjadi Melissa kedua dengan memilih pergi meninggalkan Erlangga?

Tok … Tok … Tok!

“Melissa?” panggil Andy–Ayah Melissa–setelah mengetuk pintu.

“Iya, Ayah?” balas Melissa segera dan membuka pintu kamarnya.

Di sana, ayahnya menatapnya sendu, sama seperti tatapan yang dilakukannya di altar tadi.

“Kau sedang apa? Ini sudah larut, kau tidak mungkin tidur di sini,” ucap Andy, lembut.

“Baik, ayah.”

“Oh iya, suamimu sudah menunggu lama di kamarnya, Nak” ucap Andy mencoba menggoda putrinya.

“Aisshh jangan begitu…”

“Baik… baik,” ucap Andy. Kemudian pria itu kembali menatap Melissa dengan sendu kembali. 

“Maafkan Ayah tak bisa memberikan jalan keluar terbaik untuk semua ini.” 

Melissa hanya tersenyum lemah. Dia tak bisa menyalahkan ayahnya meski dia sempat berharap sang ayah akan berada di pihaknya saat ibunya memaksanya untuk menikah dengan Erlangga. 

“Sudahlah, yah. Semua sudah terjadi,” ucap Melissa tenang. Nyatanya, dia sekarang memang harus menjalani pernikahan konyol dengan Erlangga.

“Jangan membenci Ayah, Nak. Keluarga Tuan Erlangga sudah banyak menolong hidup Ayah jadi–” 

“–Ssst … sudahlah, Ayah! Aku mengerti,” potong Melissa, berusaha menenangkan ayahnya.

“Kau memang putri kesayangan Ayah,” ucap Andy lalu memeluk Melissa dengan sayang.

“Baiklah, yah. Aku harus kembali. Suamiku sudah menunggu,” ucap Melissa dengan candaan. 

Sejujurnya, dia tak ingin berlama-lama bersama ayahnya karena dia takut akan menangis tersedu-sedu.

Dia tahu ayahnya berada di posisi terjepit, sehingga tak bisa menolongnya untuk lolos dari pernikahan ini.

“Hmm, kembalilah,” ucap Andy.

Melissa melepas pelukan ayahnya lalu segera bergegas menuju pintu keluar.

Dia tak melihat ibunya di mana-mana, lagi pula dia sedang tak ingin bertemu dengan wanita itu.

Ibunya bukan sosok yang akan menenangkan hatinya saat ini.

Namun ketika Melissa menutup pintu rumahnya, dia dikagetkan dengan sosok ibunya yang tengah berdiri di teras rumah.

Wajah wanita itu tampak linglung seolah banyak sekali hal yang sedang mengganggu pikirannya.

“Ibu?” panggil Melissa.

Wanita paruh baya itu membalikkan tubuhnya dan menatap Melissa dengan pandangan kosong.

Tatapannya beralih pada gaun pernikahan di tangan Melissa.

Melissa menangkap kesedihan di wajah ibunya. Wanita itu pasti sedang memikirkan Marrisa saat ini.

“Aku kembali dulu ke rumah keluarga Erlangga, Bu,” ucap Melissa.

“Jangan menjadi Marrisa,” ucap Ibu Melissa tiba-tiba.

“Apa maksud Ibu?” tanya Melissa bingung.

“Erlangga milik Marrisa. Mereka saling mencintai. Kau tidak boleh menjadi Marrisa. Jangan mengambil Erlangga dari Marrisa. Ibu yakin Marrisa akan kembali.” 

Deg!

Ucapan sang Ibu memancing kemarahan yang sejak tadi dipendamnya.

“Bukankah Ibu yang menyuruhku menjadi pengganti Marrisa?” tanya Melissa balik.

“Tapi, bukan berarti kau merebut posisinya. Dia tetaplah pengantin Erlangga.” 

Siapa yang mau merebut posisi Marrisa? Rasanya, Melissa ingin berteriak bahwa dia tidak tidak mau menjalani semua ini. Dia mencintai kekasihnya juga. 

“Ibu, tolong dengarkan aku! Erlangga menginginkan pernikahan yang sesungguhnya, tak peduli bersamaku atau Marissa. Dia akan menjalani pernikahan dengan sungguh-sungguh. Bisakah kau membayangkan bagaimana rasanya jadi aku?” ucap Melissa menahan emosi.

Dia luar biasa kesal dengan sikap ibunya. Mengapa di saat seperti ini ibunya justru lebih mencemaskan Marissa daripada dirinya? Di sini, dia berkorban untuk keluarga. Namun, mengapa ibunya lebih mencemaskan “anak kesayangannya” itu?

“Kau bisa menikmati semua kemewahan ini, sementara Marissa tidak ada. Jadi, jangan rebut tempat Marissa. Ibu yakin dia pasti punya alasan dibalik kepergiannya,” ucap ibu Melissa–bersikeras dengan pendiriannya.

“Kalau begitu, suruh aku pergi sekarang maka aku akan pergi! Aku tidak akan mengambil tempat Marrisa, Bu.” 

“Kau?!” Suara sang Ibu meninggi, “Jangan berani-beraninya kau pergi, Melissa. Keluarga Erlangga sudah sangat baik pada kita. Kau, aku, ayahmu, dan Marrisa berhutang banyak pada mereka. Bahkan, kalian disekolahkan sampai sukses!” 

“Menyekolahkan? Jika yang dimaksud Marrisa, itu mungkin, Bu. Semua biaya pendidikan kami dari keluarga Erlangga hanya Ibu berikan pada Marissa. Ibu mengarahkanku pada sekolah kejuruan supaya aku tak perlu berkuliah dan langsung bekerja.”

“Marissa yang Ibu sekolahkan untuk menjadi seorang Fashion Designer yang sangat sukses–”

PLAKKK!

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Nyaprut
ibu ga tau diri bisa bisa nya membedakan kasih sayang apa lagi kembar
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status