Ucapan Melissa terpotong saat merasakan pipi kirinya begitu panas akibat terkena tamparan keras sang Ibu. Bahkan, sebulir air mata langsung menetes dari mata kirinya.
“Melissa….” ucap Ibu Melissa dengan suara parau, seolah ia sendiri terkejut dengan apa yang baru saja ia lakukan.
“Mengapa Ibu begitu tidak adil padaku? Bukankah aku juga anak ibu? Marrisa pergi dan meninggalkan banyak masalah, tapi aku yang harus membereskan semua ini. Lalu sekarang aku dituduh akan mengambil posisinya. Bisakah Ibu memikirkan perasaanku?” ucap Melissa dengan suara bergetar.
“Melissa–”
“–Kita memang berhutang banyak pada keluarga Erlangga dan hanya pembantu untuk keluarga Erlangga. Namun, kita bukan budak yang harus berkorban sampai akhir hayat. Kenapa kita tidak kabur saja?” potong Melissa, hingga sang Ibu tak bisa melanjutkan perkataannya.
“Atau ibu kecewa karena putri yang Ibu agung-agungkan tak bisa bersanding dengan Erlangga? Tapi, Ibu harus ingat Marrisa yang memilih untuk melakukan semua ini. Apakah selamanya aku harus bertugas membereskan masalahnya? Dan setelah beres, Marissa akan menempati posisinya seperti semula?”
Melissa mengeluarkan segala unek-uneknya tanpa menunggu balasan sang Ibu.
Gegas, ia meninggalkan wanita yang masih berdiri dengan pandangan kosong.
Tangannya masih bergetar karena baru saja menampar sang putri.“Maafkan Ibu, Melissa …,” lirih ibu Melissa dengan suara parau–merasa sedih.
Namun, dia tak menampik semua ucapan Melissa.
****
Setelah percakapan emosional itu, Melissa berjalan memasuki kediaman Erlangga yang sudah gelap gulita.
Dia bersyukur sekali dengan keadaan ini. Setidaknya, mata Melissa yang sembab tak dapat dilihat orang lain.
Melissa tahu ibunya mencemaskan keberadaan Marissa, tapi bukan berarti ibunya bisa menjadikannya sasaran kemarahan dan kekecewaan. Bahkan, sampai memperingatinya untuk tak merebut posisi Marissa.“Sial! Lalu nanti ketika Marrisa kembali aku akan dibuang seperti sampah, begitu?” umpat Melissa.
“Sampah apa?”
“Astaga!”
Melissa menolehkan kepalanya dan menatap Erlangga dengan gugup.
Mengapa Erlangga ada di luar kamar? Bukankah seharusnya pria itu sudah tidur?“Kau habis bertengkar dengan orang tuamu?” tanya Erlangga ketika ia melihat mata sembab Melissa.
Melissa lantas mengalihkan pandangannya pada jarum jam–sudah hampir tengah malam. Dia butuh tidur.
“Aku lelah ingin tidur. Aku tidur di kamarmu?” ucap Melissa cepat–menutupi rasa gugupnya.
“Hmm, masuklah,” balas Erlangga.
Melissa lalu masuk ke dalam kamar Erlangga–meninggalkan Erlangga yang menatap Melissa dengan alis bertautan.Begitu mengingat dirinya akan membuat susu, pria itu kemudian melangkah ke dapur dan membuatnya dengan cepat.
Setelahnya, barulah ia menyusul masuk ke dalam kamar.
Ditatapnya Melissa yang sudah berbaring di atas ranjangnya. Gadis itu bahkan tak mau repot-repot meminta izin untuk berbagi ranjang.“Ck! Dia bahkan tidur dengan wajah yang masih penuh dengan riasan,” decak Erlangga kesal.
Erlangga lantas menjalankan kursi rodanya menuju nakas kecil lalu mulai membuka tas kecil milik Melissa.
Dia mengambil cleanser dari dalam tas milik gadis itu, kemudian membersihkan wajah Melissa yang masih penuh dengan riasan–dengan sabar.
“Pasti sakit sekali ditampar oleh ibumu sendiri,” gumam Erlangga dengan prihatin.
“Nghh~” lenguh Melissa dalam tidurnya.
“Ssst, tidur Melissa,” ucap Erlangga lalu kembali membersihkan wajah Melissa.
Setelah selesai, Erlangga menatap wajah Melissa dengan seksama. Melissa dan Marissa memang kembar identik, tapi keduanya memiliki sifat dan karakteristik yang berbeda. Marrisa lebih lembut dan memiliki fisik yang lemah. Berbeda dengan Melissa yang tampak ceroboh dan memiliki fisik yang cukup kuat.Meski begitu, Erlangga justru merasa Melissa memiliki hati yang mudah rapuh.
Erlangga menggelengkan kepalanya berusaha mengenyahkan Melissa dari kepalanya. Tapi, kemudian dia tersenyum sinis."Bukan ini awal yang bagus? Aku sedang berusaha mengenali karakteristik istriku sendiri."
Aroma kopi yang khas membuat Melissa terbangun dari tidurnya. Gadis itu masih memeluk bantalnya. Ia bahkan menarik selimut hingga menutupi kepalanya. Dia ingin menutup matanya lagi, tetapi tidak bisa. Padahal, lelah rasanya mengingat kemarin ia baru saja memulai sebuah lembaran baru dalam hidupnya. Melissa akhirnya menurunkan selimutnya begitu tersadar bahwa sekarang bukan si lajang Melissa lagi. Dia sekarang memiliki seorang suami.“Ehmm…”Melissa menolehkan kepalanya dan menatap Erlangga yang sedang duduk sambil membaca sebuah koran sambil menyesap secangkir kopi. Oh itu penyebabnya dia mencium aroma kopi yang pekat tadi!“Kenapa? Baru sadar kau sudah menikah?” tanya Erlangga dengan suara tenang.Melissa terkesiap. Meski membenarkan ucapan Erlangga, dia tidak membalas ucapan pria itu. Dia justru bangun lalu duduk dan bersandar pada dashboard ranjang.“Kau masih tidak mau menceraikanku?” tanya Melissa dengan suara seraknya.Erlangga memperhatikan suara Melissa. Bukan tentang kal
“Sayang!!!” Melissa segera bangkit dari tempat tidur. Gadis itu segera berlari dan memeluk Rio dengan erat–seolah sudah bertahun-tahun tak bertemu dengan pria itu dan mencari kekuatan di sana. “Whoaa! Ada apa denganmu, Melissa?” tanya Rio yang kewalahan berusaha menopang tubuhnya karena pelukan tiba-tiba Melissa. Diraihnya tubuh Melissa lalu ia mengusap kepala gadis itu dengan sayang. “Ke mana, kamu kemarin?” tanya Melissa masih di dalam pelukan Rio. Tring! Baru saja Melissa ingin membicarakan hubungan mereka, tapi sebuah nada panggilan menyita perhatiannya. Perempuan itu lantas merogoh tasnya untuk mengambil kembali ponselnya. “Halo?” “Lisa, kamu di mana? Apa kamu sudah melihat blog kepenulisan?” “Belum, kenapa?” Melissa mengerutkan keningnya tidak mengerti kenapa temannya yang ada di seberang sana terdengar panik dan cemas. Bahkan, ada sedikit amarahdalam nada bicaranya. “Ck! Lihatlah sekarang! Dan nikmatilah kebodohanmu itu! Sudah kuucapkan berulang kali jangan pernah
Rumah Keluarga Erlangga [09:00 AM]Erlangga sedang berada di ruangan kerjanya dan memeriksa berkas-berkas perusahaan. Ayahnya sudah berangkat ke perusahaan sejak satu jam yang lalu dan sang ibu sedang berada di salah satu butik milik keluarga. Mia sudah berangkat kuliah entah sejak pukul berapa dan Melissa sejak subuh tak terlihat di mana-mana, gadis itu tampaknya sudah berangkat kerja. Dia hanya meninggalkan sebuah notes kecil di atas buku yang semalam Erlangga baca. Isinya mengatakan bahwa ia akan kembali nanti sore. Entahlah, seakan ada yang disembunyikannya. Kemarin, Melissa juga tidak menjawab dengan pasti mengapa ingin bertemu mendadak.Tok Tok Tok!Suara ketukan pintu menghentikan aktivitas Erlangga. Pria itu langsung menutup berkas yang sedang ia periksa. “Masuk,” ucapnya singkat.“Permisi, Tuan Erlangga, Tuan Rio ingin berbicara dengan anda,” ucap seorang pelayan pada Erlangga.“Ya, suruh dia masuk.”Pintu terbuka dan menampakkan Rio yang berjalan masuk ke dalam ruangan E
Rumah Keluarga Erlangga [Malam hari]Melissa datang ketika makan malam sedang berlangsung. Dia melihat ayah dan ibu Erlangga serta Mia adik Erlangga di meja makan. Tak luput, Erlangga yang juga duduk bergabung dengan keluarganya. Melissa baru sadar bahwa Erlangga memiliki wajah yang sangat pucat.“Selamat malam semuanya. Maaf aku terlambat pulang, kafe sangat ramai hari ini,” ucap Melissa berbasa-basi. Ia melirik jam dinding, masih jam setengah tujuh malam.“Ayo sini makan malam dulu, Melissa. Kau pasti lelah berolahraga,” ucap Hanna.Melissa tersenyum lalu duduk bergabung dengan keluarga Erlangga. Dia merasa asing di tengah-tengah keluarga Erlangga tapi kemudian dia merasa nyaman saat ayah dan ibu Erlangga mengajaknya berbicara.“Kau mau makan yang mana? Ibu ambilkan,” ucapkan Hanna dengan lembut. Melissa semakin merasa tak enak. Marissa memang bodoh karena sudah meninggalkan keluarga ini.“Aku ingin ikan. Oh iya, aku membawakan beberapa kue dari kafe tempatku bekerja. Ini baru
“Apa?” pekik Melissa.Namun, Erlangga hanya diam–meninggalkan Melissa yang berdiri membeku di depan kamar mereka. Luar biasa! Gadis itu bertanya bagaimana Erlangga tahu dia menemui Rio? Setelah Rio pergi menemuinya, Erlangga memerintahkan seseorang mengawasi pria itu dan dia mengetahui Rio bertemu istrinya.BLAMMM!Ketika akhirnya bisa mengendalikan diri, Melissa ikut masuk kemudian menutup pintu. Dia berlari kecil mengejar Erlangga yang sedang berjalan menuju ranjang.“Kau menguntitku?” tanya Melissa kesal.“Tidak menguntit sebenarnya. Tadinya, aku pergi ke kafe tempat kerjamu. Aku ingin tahu di mana tempat istriku bekerja, tapi ternyata bosmu bilang kau tidak masuk. Aku hanya menduga kau pergi menemui Rio, tapi kau justru mengatakan semuanya,” ucap Erlangga dengan senyum seringai. Dia memang tersenyum, tetapi itu dilakukan untuk menyembunyikan kekecewaannya. Siang hari saat jam istirahat, ia sangat ingin mengajak istrinya makan siang. Namun, ia kecewa karena istrinya tidak masuk
Melissa memasuki kamarnya dan Erlangga. Tubuhnya lelah bekerja di kantor penerbitan untuk mengurus kasus Sinta. Juga hari ini pelanggan dan pengunjung sangat ramai di cafe milik Raga. Dia ingin segera mandi dan tidur cepat, tapi ada sesuatu yang mengganggu pikirannya sejak tadi. Sejak pagi sampai malam Rio tak menghubunginya sama sekali. Dia yakin Rio tidak mungkin lupa untuk menghubunginya, sesibuk apa pun pekerjaan pria itu, dia pasti selalu menghubungi dirinya.“Kenapa larut sekali baru pulang?”Suara berat Erlangga membuyarkan lamunan Melissa, Melissa mengerjapkan fokus pada pikirannya, ditatapnya Erlangga yang sedang membaca buku di atas ranjang, lama-lama Melissa benar dengan kebiasaan pria itu setiap malam.“Kantor sangat ramai dan banyak kerjaan hari ini. Maaf tidak memberi kabar, apakah ayah dan ibumu menanyakanku?” tanya Melissa sedikit cemas.“Ya, tapi mereka tahu kau pasti sibuk bekerja,” balas Erlangga.“Oh, syukurlah. Besok jadwalmu untuk fisioterapi?” tanya Melissa, dia
07:00 AMErlangga duduk di dalam mobil menunggu Melissa yang belum juga menunjukkan batang hidungnya. Gadis itu tidak mungkin membatalkan rencana pagi mereka hari ini, kan? Dia tidak menunjukkan reaksi penolakan yang berlebihan semalam. Erlangga masih senyum-senyum tipis bila mengingat pertengkaran mereka sebelum tidur, menggoda Melissa suatu hiburan baru baginya.Erlangga menolehkan kepalanya ke arah pintu masuk rumahnya, wajahnya berubah santai saat ia melihat Melissa berlarian dari dalam rumah. Kenapa gadis itu tidak bisa berjalan saja?“Maaf sedikit lama!” ucap Melissa saat dia masuk ke dalam mobil.“Apa saja yang kau lakukan sih sampai selama ini?” tanya Erlangga.Melissa mengangkat kotak bekal makanan yang ia bawa lalu membukanya dengan penuh semangat di hadapan wajah Erlangga. “Tadaaaa~ aku membuat sedikit sandwich untuk bekal kita. Kau akan suka dengan sandwich buatanku, tidak ada yang bisa menolak kelezatannya,” ucap Melissa dengan wajah ceria.Erlangga mendengus lalu menatap
Rehabilitasi MedikMelissa duduk sambil menatap Erlangga yang sedang berlatih ditemani terapisnya. Beberapa kali gadis itu memeriksa ponselnya untuk melihat apakah ada balasan dari Rio tetapi hasilnya masih nihil. Melissa sudah beberapa kali mencoba menghubungi Rio tetapi sampai detik ini juga belum juga tersambung.“Ke mana sebenarnya kau ini?” gumam Melissa sambil terus mencoba menghubungi ErlanggaPada percobaan ke sembilan akhirnya panggilannya tersambung. Melissa mulai bersemangat. Panggilannya akhirnya tersambung.“Hallo!” sembur Melissa begitu Erlangga mengangkat panggilannya.“Hallo Melisa,” balas Rio dari seberang.“Rio, kau ini ke mana saja sejak kemarin tak bisa dihubungi,” ucap Melissa dengan cemas.“Maaf ponselku mati, chargernya hilang entah di mana,” ucap Rio.Melissa mengembuskan napas lega saat mendengar jawaban Rio. Setidaknya pria itu baik-baik saja. Dia pikir sesuatu yang buruk mungkin sudah terjadi pada Rio.“Apakah ada sesuatu yang terjadi?” tanya Melissa.“Kenap