Share

BAB.5 Malam Pertama

Author: Han Hyo Joo
last update Huling Na-update: 2023-01-21 00:15:04

Ucapan Melissa terpotong saat merasakan pipi kirinya begitu panas akibat terkena tamparan keras sang Ibu. Bahkan, sebulir air mata langsung menetes dari mata kirinya.

“Melissa….” ucap Ibu Melissa dengan suara parau, seolah ia sendiri terkejut dengan apa yang baru saja ia lakukan.

“Mengapa Ibu begitu tidak adil padaku? Bukankah aku juga anak ibu? Marrisa pergi dan meninggalkan banyak masalah, tapi aku yang harus membereskan semua ini. Lalu sekarang aku dituduh akan mengambil posisinya. Bisakah Ibu memikirkan perasaanku?” ucap Melissa dengan suara bergetar.

“Melissa–”

“–Kita memang berhutang banyak pada keluarga Erlangga dan hanya pembantu untuk keluarga Erlangga. Namun, kita bukan budak yang harus berkorban sampai akhir hayat. Kenapa kita tidak kabur saja?” potong Melissa, hingga sang Ibu tak bisa melanjutkan perkataannya.

“Atau ibu kecewa karena putri yang Ibu agung-agungkan tak bisa bersanding dengan Erlangga? Tapi, Ibu harus ingat Marrisa yang memilih untuk melakukan semua ini. Apakah selamanya aku harus bertugas membereskan masalahnya? Dan setelah beres, Marissa akan menempati posisinya seperti semula?” 

Melissa mengeluarkan segala unek-uneknya tanpa menunggu balasan sang Ibu.

Gegas, ia meninggalkan wanita yang masih berdiri dengan pandangan kosong.

Tangannya masih bergetar karena baru saja menampar sang putri.

“Maafkan Ibu, Melissa …,” lirih ibu Melissa dengan suara parau–merasa sedih. 

Namun, dia tak menampik semua ucapan Melissa.

****

Setelah percakapan emosional itu, Melissa berjalan memasuki kediaman Erlangga yang sudah gelap gulita. 

Dia bersyukur sekali dengan keadaan ini. Setidaknya, mata Melissa yang sembab tak dapat dilihat orang lain.

Melissa tahu ibunya mencemaskan keberadaan Marissa, tapi bukan berarti ibunya bisa menjadikannya sasaran kemarahan dan kekecewaan. Bahkan, sampai memperingatinya untuk tak merebut posisi Marissa. 

“Sial! Lalu nanti ketika Marrisa kembali aku akan dibuang seperti sampah, begitu?” umpat Melissa.

“Sampah apa?”

“Astaga!”

Melissa menolehkan kepalanya dan menatap Erlangga dengan gugup.

Mengapa Erlangga ada di luar kamar? Bukankah seharusnya pria itu sudah tidur?

“Kau habis bertengkar dengan orang tuamu?” tanya Erlangga ketika ia melihat mata sembab Melissa.

Melissa lantas mengalihkan pandangannya pada jarum jam–sudah hampir tengah malam. Dia butuh tidur.

“Aku lelah ingin tidur. Aku tidur di kamarmu?” ucap Melissa cepat–menutupi rasa gugupnya.

“Hmm, masuklah,” balas Erlangga.

Melissa lalu masuk ke dalam kamar Erlangga–meninggalkan Erlangga yang menatap Melissa dengan alis bertautan. 

Begitu mengingat dirinya akan membuat susu, pria itu kemudian melangkah ke dapur dan membuatnya dengan cepat.

Setelahnya, barulah ia menyusul masuk ke dalam kamar.

Ditatapnya Melissa yang sudah berbaring di atas ranjangnya.

Gadis itu bahkan tak mau repot-repot meminta izin untuk berbagi ranjang.

“Ck! Dia bahkan tidur dengan wajah yang masih penuh dengan riasan,” decak Erlangga kesal.

Erlangga lantas menjalankan kursi rodanya menuju nakas kecil lalu mulai membuka tas kecil milik Melissa. 

Dia mengambil cleanser dari dalam tas milik gadis itu, kemudian membersihkan wajah Melissa yang masih penuh dengan riasan–dengan sabar.

“Pasti sakit sekali ditampar oleh ibumu sendiri,” gumam Erlangga dengan prihatin.

“Nghh~” lenguh Melissa dalam tidurnya.

“Ssst, tidur Melissa,” ucap Erlangga lalu kembali membersihkan wajah Melissa.

Setelah selesai, Erlangga menatap wajah Melissa dengan seksama.

Melissa dan Marissa memang kembar identik, tapi keduanya memiliki sifat dan karakteristik yang berbeda.

Marrisa lebih lembut dan memiliki fisik yang lemah. Berbeda dengan Melissa yang tampak ceroboh dan memiliki fisik yang cukup kuat.

Meski begitu, Erlangga justru merasa Melissa memiliki hati yang mudah rapuh.

Erlangga menggelengkan kepalanya berusaha mengenyahkan Melissa dari kepalanya. Tapi, kemudian dia tersenyum sinis.

"Bukan ini awal yang bagus? Aku sedang berusaha mengenali karakteristik istriku sendiri."

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Pengantin Pengganti untuk Presdir Lumpuh   BAB. 124

    Dan apa yang dikatakan oleh seseorang tak dikenal itu masuk ke gendang telinganya. Dikta menyisir semua orang yang ada di sekitarnya saat ini. Matanya tertuju pada salah satu spot di mana sosok itu berada. Ya, dia mendapati sosok yang tak dikenal masuk dikerumunannya. Terlihat seringai senyum puasnya itu terulas di mukanya. Ia menggunakan pakaian serba hitam. Sayangnya, Dikta tak bisa melihat sorot mata yang tertutup oleh bayangan topi yang dikenakannya. Tak hanya dia yang puas, melainkan sosok mereka yang ada disitu pun ikut merayakan kekalahan Dikta. Ya, walaupun sementara mereka sangat yakin itu bisa menjadi peringatan agar Dikta bisa mundur dari jabatannya. Agaknya dalam hati mereka masing-masing silih berganti menghina Dikta. Atau mungkin ada yang menertawakan Dikta juga. Entahlah, pikiran Dikta berkecamuk. Bukan karena masalah diseret tapi siapa lagi yang bermain drama dengannya saat ini. Perlahan namun pasti Dikta meninggalkan kantor utamanya dengan tangan diborgol. Keluar

  • Pengantin Pengganti untuk Presdir Lumpuh   BAB. 123

    Dan apa yang dikatakan oleh seseorang tak dikenal itu masuk ke gendang telinganya. Dikta menyisir semua orang yang ada di sekitarnya saat ini. Ia mendapati sosok yang tak dikenal masuk dikerumunan. Terlihat seringai senyum puasnya itu terulas di mukanya. Mereka sangat puas melihat Dikta, yang diseret paksa bak tersangka sesungguhnya. Agaknya Dikta berat sekali melangkahkan kakinya. Hanya saja Dikta tak bisa menangkapnya dengan jelas, karena polisi lebih dulu menyuruh Dikta untuk masuk ke dalam mobilnya. Sepanjang perjalanan Dikta benar-benar pasrah. Bahkan ia tak berbicara sepatah kata apapun. Diam. Dan mengikuti alur mereka inginnya seperti apa. Namun di balik diamnya Dikta, ia terus mengamati sosok itu dari belakang. Mengingat kembali semua yang dikatakan oleh mereka. Harap-harap ada klu yang menyudutkan pada sosok tersangka. Dikta juga masih ingat siapa saja yang ikut andil di dalam sana. Sehingga Dikta bertekad akan kebebasannya akan menelusuri siapa mereka. Apakah benar yang

  • Pengantin Pengganti untuk Presdir Lumpuh   BAB. 122

    Tampak nafas pria itu benar-benar tersenggal. Kentara sekali ia sangat kelelahan agaknya. "Ada apa? Minum dulu!" sosor Dikta seiring memberikan segelas air minum. Mengambil dan meneguk airnya dengan rasa tamak. Agaknya ia sangat kelelahan. Baik Sierra maupun Dikta masih menunggu apa yang ingin dikatakan olehnya itu. "Ada apa?" Hosh! Hosh! "Anu, Pak. Itu kantor—" Mata Dikta membulat sempurna mendengarkan hal itu. Kini tatapannya mulai menatap lekat untuk membenarkan rasa jujurnya itu. Sehingga batin Dikta dili seperti sudah dikejar seseorang. Memperhatikan keadaan kamar di manan Sierra berada. Dikta berusaha mencerna kembali 11 "Pak gawat kantor kena sidik oleh pihak terkait dan investor!" sosornya terburu-buru. "Jangan bercanda! Ini tidak lucu!" sanggah Dikta geram. Menelan salivanya kuat-kuat. Sierra hanya bisa menatapnya datar. Karena hal ini sering terjadi. Sierra hanya busa menonton kejadian klasik ini. Ia yakin Dikta pasti terkejut akan apa yang terjadi. Walaupun Sierr

  • Pengantin Pengganti untuk Presdir Lumpuh   BAB. 121

    Mengangguk. Ia ingin merangkul Sierra, hanya saja lengannya benar-benar tak kuasa menahan nyeri karena luka itu. Ditambah Dikta dihantam berkali-kali saat melawan Sony yang membuat salah satu tangannya kebas.“DIKTA TANGANMU TERLUKA! PAK CEPAT KE RUMAH SAKIT!”Sang pengawal pun langsung menginjak pedal gasnya begitu saja. Sierra benar-benar panik akan apa yang terjadi. Dikta hanya terkekeh melihat tingkah Sierra yang terlalu berlebihan ini. Padahal lukanya tak seberapa dengan rasa khawatirnya itu.Sesampainya di rumah sakit, malah bukan Dikta yang dilarikan untuk di tangani. Tapi malah Sierra yang dilarikan ke ruang UGD. Dikta memboyong tubuh wanita yang merintih kesakitan itu.“Sus, tolong!”Dengan sigap para perawat itu membawa Sierra berlalu menuju ruang UGD. Dikta hanya bisa menunggunya di depan ruangan dengan harap-harap cemas. Ia tak peduli lagi dengan rasa sakit yang diembannya saat ini.Ya, perjalanan yang cukup terjal dari tempat kejadian membuat Sierra mengalami pendarahan d

  • Pengantin Pengganti untuk Presdir Lumpuh   BAB. 120

    Tapi Bella malah menarik paksa pria itu dalam pelukannya. Pelukan yang selama ini ia elu-elukan setiap malam. Jujur saja, Bella sangat merindukan Dikta kala ini. Ya, dia sangat menginginkan Dikta kembali dalam pelukannya. Kembali merajut dunia yang telah lama hilang. Ternyata Bella baru menyadari, jika Diktalah yang berhasil membangun dunianya terasa megah. Atau bisa dikatakan hanya Dikta yang bisa mengerti segala keinginannya. Bukan Noah maupun kedua orangtuanya. Bahkan bisa dikatakan jika Diktalah yang berhasil membuatnya menjadi istri yang layak. Dia berhasil mengagungkan Bella dengan segala perjuangannya yang tulus itu. Dan tak pernah Bella temukan pada Noah hingga saat ini. Andai saja waktu bisa diputar kembali, mungkin Bella takan pernah melakukan itu. Dan mungkin saja anaknya masih hidup sampai saat ini kan?Dikta menepis segala rayuan Bella yang mulai menjalari tubuhnya. Sungguhpun, Dikta jijik dan muak sekali. “Bella! Lepaskan! Kenapa kau mau menjadi jalang seperti ini,

  • Pengantin Pengganti untuk Presdir Lumpuh   BAB. 119

    Dari root top bangunan di seberang jalan, tepatnya di seberang kosan Sony, seorang pria mengawasi Sony yang sedang dikepung oleh Dikta dan pengawalnya.Pria itu sudah siap dengan senapan laras panjangnya, bersiap membidik target. Saat itu Dikta menanyai Sony, tapi dia diam ... tidak mau berkata jujur. Setelah dihajarpun Sony ditanya kembali oleh Dikta. “Sekarang!” perintah wanita dari telepon, kepada pria yang menggunakan penutup kepala dengan earpiece di telinganya. Dan ... DOR! Dikta dan ketiga pengawal terkejut, mereka menoleh sekeliling dan mencari sumber suara. Setelah beberapa menit barulah Dikta tahu, seseorang mencoba lari dari rooftop rumah di seberang kostan yang ditinggali oleh Sony. “Di sana! Tangkap!” perintah Dikta menunjuk ke bangunan di seberang kostan, dua pengawal langsung bergerak untuk mengejar penembak Sony. “Urus mayatnya,” titah Dikta pada dua pengawal yang sedari awal memegangi tubuh Sony, dan sekarang dua pengawal itu sedikit gemetar yang mereka

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status