Share

Bab 3

Author: Nadira Dewy
last update Last Updated: 2025-06-19 07:19:35

Setelah upacara pernikahan yang terasa seperti mimpi buruk berlatar mewah, Jenn duduk diam di kursi belakang mobil hitam yang membawa mereka pulang ke kediaman Javier.

Di sampingnya, Javier duduk dengan sikap kaku, bahunya tegap dan wajahnya tidak menunjukkan ekspresi apa pun.

Tidak satu kata pun keluar dari mulut pria itu.

Sopir di depan juga diam, seolah sudah terbiasa dengan keheningan seperti ini. Yang terdengar hanya suara mesin mobil dan gesekan halus pakaian saat Jenn mencoba meredam kegugupannya dengan gesture.

Ia meremas ujung gaun pengantin yang kini terasa seperti beban berat. Kepalanya masih dipenuhi dengan kebingungan.

Setiap detik berlalu terasa panjang, seakan waktu sengaja memperlambat dirinya untuk menyiksa habis-habisan.

Setibanya di rumah megah milik Javier, sebuah bangunan besar yang lebih tampak seperti istana tua, Jenn menelan ludah melihat kemegahannya yang menciptakan bayang-bayang gelap di balik lampu-lampu gantung yang begitu indah.

Pintu mobil dibuka oleh pelayan. Javier segera turun lebih dulu, lalu melirik ke belakang.

“Turun,” ucapnya singkat.

Jenn pun menurut, langkahnya pelan dan hati-hati, seperti seseorang yang berjalan menuju hukuman. Begitu keduanya masuk ke dalam rumah, Javier tidak membiarkan waktu berlalu begitu saja.

“Ikuti aku,” katanya, berjalan cepat melewati lorong utama. “Cepat.”

Jenn ragu sejenak, tapi kemudian melangkah juga, tidak punya cukup keberanian untuk membantah. Ia hanya bisa menunduk, mengikuti langkah cepat pria itu melewati pintu-pintu besar dan koridor dengan karpet panjang merah tua.

Hingga akhirnya mereka berhenti di depan sebuah ruangan dengan pintu kayu agak gelap.

Javier membuka pintu itu, lalu menoleh ke belakang. “Masuk.”

Jenn membeku di ambang pintu. “T-Tuan… saya…”

“Masuk, Jenn,” katanya lagi, kali ini suaranya lebih berat. “Kita perlu bicara.”

Dengan tangan gemetar, Jenn melangkah masuk ke dalam ruangan. Aroma kayu tua dan wewangian mahal memenuhi udara. Sebuah meja besar berdiri di tengah ruangan, dan di baliknya ada kursi kulit hitam yang megah.

Javier menutup pintu di belakangnya.

KLIK.

Suara kunci diputar terdengar terlalu keras di telinga Jenn.

Dan di detik itu… untuk pertama kalinya, ia benar-benar merasa terperangkap, seolah tidak akan bisa lepas.

Javier duduk dengan tenang di kursi kulit hitam di ruangan yang sunyi itu. Tangannya yang kokoh meletakkan sebuah dokumen perjanjian di atas meja kaca. Suara lembut tapi tegasnya memecah keheningan.

“Duduk. Baca itu,” perintahnya tanpa menoleh, matanya tetap tertuju pada layar laptop di depannya.

Jenn berdiri kaku di ambang pintu, tubuhnya menegang, tetapi matanya penuh kebingungan. Sejak tadi ia diam mematung, mencoba memahami apa yang sebenarnya terjadi saat ini.

Namun tanpa berkata-kata, ia melangkah pelan dan duduk di kursi di seberang Javier.

Tangannya yang gemetar meraih dokumen itu. Deru napasnya terdengar pelan namun berat. Saat matanya menyapu baris demi baris tulisan, dahinya mengernyit semakin dalam.

“Perjanjian Pernikahan?”

Kata-kata itu seperti palu yang menghantam kuat ke dadanya.

Tanggal yang tertera jelas adalah hari ini.

Tandatangan Javier sudah tercetak jelas di bawah. Di sebelahnya, tempat untuk tanda tangannya sendiri masih kosong, menunggu keputusannya.

“Ini… anda serius?” tanyanya nyaris berbisik, suaranya serak.

“Apakah aku terlihat sedang bercanda?” jawab Javier tanpa mau mengangkat wajahnya.

Jenn menggigit bibir bawahnya. “Tapi… kenapa Tuan? Kita bahkan—”

“Aku butuh pernikahan ini sekarang. Kau tahu alasannya. Atau setidaknya, kau akan tahu setelah membacanya sampai habis,” potong Javier dengan cepat.

Jenn kembali menunduk, membaca lanjutannya. Setiap poin dalam perjanjian itu terdengar semakin tak masuk akal, pernikahan kontrak selama satu tahun, larangan membocorkan informasi pribadi, dan konsekuensi jika salah satu pihak berani melanggar.

Namun satu hal yang paling membuatnya menggigil bukanlah isi perjanjian itu, melainkan tatapan Javier saat akhirnya menoleh dan berkata, “Pilihannya sederhana, Jenn. Tandatangani dan jadi istri sahku... atau keluar dari sini untuk menjadi gelandangan bodoh.”

Jenn membaca setiap pasal dengan napas tercekat. Hatinya mulai kacau, berkecamuk. Dokumen itu jelas dan dingin, seperti orang yang menyusunnya tanpa boleh membantah.

Perjanjian Pernikahan Sementara,

1. Jenn akan menjadi istri sah Javier selama 1 tahun penuh, dimulai sejak tanggal penandatanganan.

2. Selama masa pernikahan, Jenn berhak menyandang status sebagai Nyonya Javier, lengkap dengan fasilitas yang tersedia, sewajarnya.

3. Jenn dilarang mencampuri urusan pribadi Javier, tanpa alasan.

4. Jenn tidak diperbolehkan menuntut lebih dari yang tertulis dalam perjanjian ini.

5. Setelah masa pernikahan berakhir, Jenn akan menerima kompensasi finansial sesuai nominal yang telah disepakati bersama.

6. Tidak ada keterlibatan perasaan, dan tidak ada hak atas warisan atau kekayaan Javier di masa depan nanti.

7. Pihak pertama (Javier) akan menjadi penentu utama dalam segala hal.

Matanya berhenti di pasal terakhir. Kata-kata itu mencubit hatinya lebih kuat daripada yang bisa ia bayangkan.

Javier bersandar, lalu melipat tangan di dada. “Bacalah dengan seksama, Jenn. Aku tidak ingin ada drama atau air mata nanti karena kau mengaku tidak tahu isi perjanjian ini.”

Jenn mengangguk pelan, meski dadanya seperti dipenuhi batu berat. Ia menggigit bibir, menahan gejolak perasaannya. Mana ada alasan menolak?

“Baiklah…” ujar Jenn pasrah. “Apa Saya akan tinggal di kamar lama, Tuan?” tanyanya hati-hati, suara nyaris tidak terdengar.

Javier menoleh perlahan, menatapnya tajam. “Tidak. Kau akan tinggal di kamarku.”

Jenn terkejut. “Tapi… kenapa?”

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Marlien Cute
Jadi pingin cepat lihat Javier bucin with Jenn...
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Pengantin Pengganti untuk Sang Majikan   Bab 109

    Karina melangkah masuk ke ruang tengah dengan aura yang nampak angkuh, namun ketika pintu menutup rapat di belakangnya, hanya tersisa ia dan Nyonya Besar saja. Udara seakan mengeras, ketegangan lama yang tidak pernah reda langsung menguasai ruangan itu. Nyonya Besar duduk tegak di kursinya, sorot matanya tajam menusuk. “Ternyata kau memang masih berani menginjakkan kaki ke rumah ini, Karina?” suaranya dingin, penuh rasa muak yang menahun. Karina terdiam sejenak, lalu tersenyum tipis dengan nada meremehkan. “Aku datang bukan untuk minta restu dari anda lagi, kenapa saya tidak berani datang? Lagi pula, aku dagang juga karena pesan anda, bukan? Lago pula rumah ini adalah rumah dari anak kandung ku, tentu saja bukan masalah jika aku datang ke tempat ini. Aku tetap ibunya, apa pun yang sudah pernah terjadi.” Nyonya Besar mendengus kasar, lalu melemparkan sebuah map ke meja kaca di antara mereka. Lembaran kertas berhamburan, itu adalah neraca transaksi, bu

  • Pengantin Pengganti untuk Sang Majikan   Bab 108

    Jenn baru saja menyesap cappuccino-nya ketika suara hak tinggi menghentak cepat di lantai kafe mendekat ke arah mereka. Javier mendongak, wajahnya berubah datar begitu melihat siapa yang datang menghampirinya. “Selamat pagi, Tuan Javier,” sapa Cecilia dengan senyum manis yang dibuat-buat. Nada suaranya seolah-olah ia sekadar asisten pribadi yang kebetulan bertemu atasannya. “Saya tidak menyangka bertemu Anda dan Nona Jenn di sini.” Javier hanya mengangguk singkat, dingin. “Pagi juga.” Ia kembali menunduk ke arah Jenn, berusaha melanjutkan sarapan tanpa menaruh perhatian lebih. Sementara itu, Jenn sendiri nampak tak terlalu ingin peduli. Penampilan Cecilia yang rapih tapi modis, berbanding terbalik dengannya, sama sekali tidak membuatnya iri. Tapi Cecilia tidak berhenti di situ. Dengan santai, ia menarik kursi di meja mereka. “Boleh saya duduk bersama anda berdua sebentar? Kebetulan saya juga belum sara

  • Pengantin Pengganti untuk Sang Majikan   Bab 107

    “Akan aku keluarkan di luar... akhhh... seperti kemarin. Tenang saja, sayang...” jawab Javier yang beberapa kali tersendat oleh napasnya yang memburu. Beberapa saat kemudian, masih di dalam kamar yang remang itu, kehangatan tubuh mereka masih terasa meski udara malam cukup dingin. Jenn berbaring dengan kepala di atas lengan Javier, selimut tebal menutupi tubuh polos mereka berdua. Sesekali Jenn mengedipkan mata, mencoba mengusir rasa kantuk yang masih menempel, tapi pikirannya justru melayang pada satu nama yang mengganggunya. “Javier…” suara Jenn pelan, seolah ragu apakah pertanyaannya akan menyulut amarah pria yang moodnya itu kadang tidak bisa di tebak. “Hm?” Javier menoleh sedikit, menatap wajah Jenn yang kini mendongak padanya. “Bagaimana sebenarnya hubunganmu dengan Tuan Victor itu? Aku hanya… penasaran saja,” ucap Jenn akhirnya, matanya menatap langit-langit kamar agar tidak terlalu terbebani dengan tatapan Javi

  • Pengantin Pengganti untuk Sang Majikan   Bab 106

    Pertanyaan Jenn membuat Javier terdiam sesaat. Dia menghela napas, paham benar apa yang dipikirkan Jenn selama ini saat melihat inisial ‘A’ di dadanya. Tidak terlihat marah, Javier justru tersenyum dan meledek, “Apa kau sedang cemburu?” Seketika itu Jenn tercengang. Matanya memutar dengan ekspresi yang jengah. “Kau bilang apa barusan...? Aku cemburu? Hah! Yang benar saja.” Javier tersenyum. Entahlah... rasanya, apapun yang Jenn lakukan belakangan ini selalu sukses membuat hatinya makin merasakan kejelasan rasa cinta itu. Walaupun perasaan ini asing, tapi Javier mulai menerima dengan bahagia atas perasaan yang tumbuh subur di hati dan perasaannya. “Jenn,” katanya lembut. Ia pun meraih tangan Jenn, membiarkan jari jari gadis itu menyentuh permukaan kulit yang diberikan tato. “Apa permukaannya halus dan rata?” Saat menyentuh tato itu, dahi Jenn mengkerut. “Ini... apa ini bekas luka? Atau, memang seperti ini setelah menggunakan tat

  • Pengantin Pengganti untuk Sang Majikan   Bab 105

    Javier pergi ke lantai bawah, tempat untuk olah raga saat Jenn tidur siang. Setelah selesai berolahraga, tubuh Javier tampak dipenuhi keringat, kaus hitamnya melekat erat di kulit. Ia segera membuka pintu kamar dengan langkah ringan. Begitu masuk, ia melihat Jenn yang sudah duduk di ranjang sambil menyisir rambutnya, bahkan sudah berganti pakaian juga. “Sudah bangun?” suara Javier terdengar lebih lembut dari biasanya, bahkan disertai senyum tipis. “Apa sudah dari tadi?” Jenn hanya menoleh sekilas, sedikit tertegun melihat wajah Javier yang berkeringat dan rambutnya yang basah karena keringat. “Belum lama ini… kau baru selesai olah raga?” “Hmm,” gumam Javier singkat sambil melepas kausnya. Gerakan itu begitu natural, memperlihatkan otot dadanya yang terlatih. Jenn spontan menundukkan kepala, jari-jarinya semakin cepat menggerakkan sisir seolah pura-pura fokus, padahal wajahnya memanas walaupun melihat Javier telanjang

  • Pengantin Pengganti untuk Sang Majikan   Bab 104

    Pagi itu, Javier memutuskan untuk menolak semua rapat dan pertemuan penting untuk menggantikan hari sebelumnya. Ia hanya memikirkan satu hal, membawa Jenn ke rumah sakit untuk menjalani pemeriksaan lengkap. Rose ikut mendampingi, wajahnya masih diliputi rasa bersalah yang berat. Jenn duduk di kursi tunggu rumah sakit, wajahnya masih agak pucat tapi tetap tenang. Javier duduk di sampingnya, sesekali menggenggam tangan Jenn seolah takut ada hal yang tidak seharusnya terjadi. Rose berdiri tidak jauh, diam menunduk. “Apa tidak masalah mau mengantar ku dan tidak ke kantor?” Javier tersenyum sambil menggelengkan kepalanya. “Tidak ada yang penting di kantor, santai saja.” Setelah beberapa saat, dokter keluar dari ruang pemeriksaan membawa berkas hasil awal. “Tuan Javier, Nyonya Jenn,” katanya serius, “hasil pemeriksaan menunjukkan adanya indikasi gangguan akibat konsumsi obat penunda kehamilan dengan dosis yang sangat tinggi. D

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status