Share

Bab 4

Author: Nadira Dewy
last update Last Updated: 2025-06-19 07:19:40

Tatapan Javier pun mengeras. “Aku tidak berniat memberi uang dan status, sementara aku sendiri tidak mendapat manfaat apa pun dari pernikahan ini. Sudah mengerti?”

Jenn menunduk, wajahnya memerah menahan malu dan marah yang bercampur. Tapi ia tahu, tawaran ini bukan sesuatu yang bisa ditawar. Ini sebuah ultimatum, sama sekali bukan permintaan.

Dalam hati ia bertanya, ‘apakah ia sanggup menjalani satu tahun penuh sebagai istri dari pria yang memperlakukannya seperti kesepakatan bisnis…?’

Sangat tidak masuk akal.

Setelah pembicaraan itu, Javier meninggalkan rumah.

Pada akhirnya, malam pertama setelah tanda tangan perjanjian itu, Jenn terbaring di tempat tidur yang telah disiapkan untuknya di sebuah kamar yang asing. Kamar itu cukup besar, dengan dinding berwarna abu-abu muda yang sejuk dan jendela besar yang menghadap ke taman belakang rumah Javier.

Namun, meskipun segala sesuatunya tampak rapi dan nyaman, Jenn merasa begitu asing.

Ini seperti penjara yang indah, tapi tanpa oksigen.

Dia mengamati setiap sudut kamar yang terang benderang, mencoba menenangkan dirinya. Namun meskipun ruangan itu tenang, pikirannya justru semakin bergejolak tidak karuan.

Perasaan gugup dan gelisah yang tidak terucapkan melilit dadanya. Ada rasa cemas yang menggelora, tapi tidak bisa ia ungkapkan. Dia mengingat kembali kata-kata Javier yang jelas terdengar tegas di telinganya sebelum dia pergi, “Kau akan tinggal di kamarku, dan kau harus tahu apa tugasmu. Jangan membuatku mengulang ucapan.”

Jenn tahu benar bahwa meskipun ia tinggal di kamar ini, pernikahan mereka adalah sesuatu yang lebih dari sekadar sekat fisik.

Itu adalah sebuah kontrak. Semua perasaan dan harapan pribadi harus ia kubur jauh-jauh. Tetapi bagaimana mungkin? Bagaimana bisa ia hidup nyaman setelah semua ini?

Ah, tapi uang ditawarkan padanya juga tidak main-main banyaknya.

Jenn melirik ke meja samping tempat tidurnya, di mana sebuah surat perjanjian terlipat rapi menunggu. Angin malam masuk melalui celah jendela, dan ia menutup mata sejenak, seolah mencoba meredakan kegelisahannya yang terus bergejolak.

“Mau bagaimana lagi? Aku memang harus menjalani ini. Tidak ada pilihan, aku juga tidak punya keluarga yang bisa diandalkan. Lagi pula, aku akan pergi membawa banyak uang setelah satu tahun.”

Ia pun membuang napasnya. “Semua akan baik-baik saja, Jenn. Setidaknya, kau bisa pergi dengan masa depan yang terjamin, tidak kelaparan, meskipun tidak lagi utuh.”

Jenn berbalik di tempat tidur, menatap langit-langit dengan pikiran yang kini mulai sedikit demi sedikit menjadi tenang.

Tanpa sadar, kasur yang nyaman dan empuk itu membuat Jenn tertidur pulas.

Pagi datang perlahan, sinar matahari yang lembut menerobos celah tirai dan menerangi kamar yang sunyi. Jenn membuka matanya, terkejut dan kebingungan. Ia mengerutkan keningnya, mencoba menyesuaikan pandangan dengan cahaya yang masuk.

Dan kemudian, matanya pun terpaku.

Javier terbaring di sampingnya, tidur dengan begitu tenang. Tubuhnya yang kekar dan wajahnya yang jarang terlihat lepas dari ketegangan, kini tampak begitu tidak terganggu dalam tidurnya.

Jenn seketika menelan ludah, kegelisahan menyelubungi hatinya.

Tubuhnya terasa kaku, dan perasaan gugup serta ngeri bercampur aduk dalam dadanya. Ia berusaha meyakinkan dirinya bahwa ini hanyalah bagian dari perjanjian yang sudah ditandatangani, hanya sebuah rutinitas yang tidak perlu dipikirkan terlalu dalam.

Namun, kenyataannya lebih sulit dari sekadar perjanjian saja.

Pelan-pelan, Jenn berusaha bangkit, merasakan setiap detik detak jantungnya yang semakin cepat. Ia tidak ingin membangunkan Javier, namun gerakannya yang sedikit saja seolah menyadarkan tidur Javier.

Dengan mata yang masih terpejam, suara Javier terdengar pelan, namun tegas. “Jangan bergerak begitu banyak,” katanya, suaranya berat, seperti baru bangun tidur. “Itu menggangguku dan berisik.”

Jenn berhenti sejenak, napasnya serasa terhenti.

Ia menunduk, terperangkap dalam ketegangan yang tiba-tiba muncul. Perlahan, ia kembali duduk di tepi tempat tidur, mencoba menenangkan diri.

“Ma-maaf, Tuan...” katanya lirih, suaranya hampir tidak terdengar.

Javier tidak mengubah posisinya, tetap terbaring dengan tenang. “Jika kau sudah selesai...,” ujarnya, suaranya datar, “kau bisa keluar untuk menyiapkan sarapan untuk ku.”

Jenn mengangguk pelan, mencoba menguasai diri. Ia mengalihkan pandangan dari Javier yang masih terlelap, berusaha menenangkan pikiran yang semakin kacau.

Dengan hati-hati, Jenn beranjak dari tempat tidur, berusaha untuk tidak membuat suara lebih dari yang perlu. Saat melangkah keluar kamar, ia merasa udara di sekitar tubuhnya terasa lebih berat. Seperti ada sesuatu yang tidak terucapkan, yang terus membayangi.

Tepat saat Jenn akan meraih handel pintu, tiba-tiba saja ketukan terdengar jelas.

Tok Tok!

Jenn terkejut. Javier membuka matanya dengan malas.

“Siapa?” ucap Javier, serak khas bangun tidur.

“Maaf mengganggu, Tuan. Di bawah Nyonya besar menunggu,” ucap salah satu pelayan rumah itu.

Jenn membeku dalam Keterkejutannya. ‘Gila...! Ini terlalu cepat. Bagaimana aku akan menghadapi Nyonya besar?’

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Pengantin Pengganti untuk Sang Majikan   Bab 109

    Karina melangkah masuk ke ruang tengah dengan aura yang nampak angkuh, namun ketika pintu menutup rapat di belakangnya, hanya tersisa ia dan Nyonya Besar saja. Udara seakan mengeras, ketegangan lama yang tidak pernah reda langsung menguasai ruangan itu. Nyonya Besar duduk tegak di kursinya, sorot matanya tajam menusuk. “Ternyata kau memang masih berani menginjakkan kaki ke rumah ini, Karina?” suaranya dingin, penuh rasa muak yang menahun. Karina terdiam sejenak, lalu tersenyum tipis dengan nada meremehkan. “Aku datang bukan untuk minta restu dari anda lagi, kenapa saya tidak berani datang? Lagi pula, aku dagang juga karena pesan anda, bukan? Lago pula rumah ini adalah rumah dari anak kandung ku, tentu saja bukan masalah jika aku datang ke tempat ini. Aku tetap ibunya, apa pun yang sudah pernah terjadi.” Nyonya Besar mendengus kasar, lalu melemparkan sebuah map ke meja kaca di antara mereka. Lembaran kertas berhamburan, itu adalah neraca transaksi, bu

  • Pengantin Pengganti untuk Sang Majikan   Bab 108

    Jenn baru saja menyesap cappuccino-nya ketika suara hak tinggi menghentak cepat di lantai kafe mendekat ke arah mereka. Javier mendongak, wajahnya berubah datar begitu melihat siapa yang datang menghampirinya. “Selamat pagi, Tuan Javier,” sapa Cecilia dengan senyum manis yang dibuat-buat. Nada suaranya seolah-olah ia sekadar asisten pribadi yang kebetulan bertemu atasannya. “Saya tidak menyangka bertemu Anda dan Nona Jenn di sini.” Javier hanya mengangguk singkat, dingin. “Pagi juga.” Ia kembali menunduk ke arah Jenn, berusaha melanjutkan sarapan tanpa menaruh perhatian lebih. Sementara itu, Jenn sendiri nampak tak terlalu ingin peduli. Penampilan Cecilia yang rapih tapi modis, berbanding terbalik dengannya, sama sekali tidak membuatnya iri. Tapi Cecilia tidak berhenti di situ. Dengan santai, ia menarik kursi di meja mereka. “Boleh saya duduk bersama anda berdua sebentar? Kebetulan saya juga belum sara

  • Pengantin Pengganti untuk Sang Majikan   Bab 107

    “Akan aku keluarkan di luar... akhhh... seperti kemarin. Tenang saja, sayang...” jawab Javier yang beberapa kali tersendat oleh napasnya yang memburu. Beberapa saat kemudian, masih di dalam kamar yang remang itu, kehangatan tubuh mereka masih terasa meski udara malam cukup dingin. Jenn berbaring dengan kepala di atas lengan Javier, selimut tebal menutupi tubuh polos mereka berdua. Sesekali Jenn mengedipkan mata, mencoba mengusir rasa kantuk yang masih menempel, tapi pikirannya justru melayang pada satu nama yang mengganggunya. “Javier…” suara Jenn pelan, seolah ragu apakah pertanyaannya akan menyulut amarah pria yang moodnya itu kadang tidak bisa di tebak. “Hm?” Javier menoleh sedikit, menatap wajah Jenn yang kini mendongak padanya. “Bagaimana sebenarnya hubunganmu dengan Tuan Victor itu? Aku hanya… penasaran saja,” ucap Jenn akhirnya, matanya menatap langit-langit kamar agar tidak terlalu terbebani dengan tatapan Javi

  • Pengantin Pengganti untuk Sang Majikan   Bab 106

    Pertanyaan Jenn membuat Javier terdiam sesaat. Dia menghela napas, paham benar apa yang dipikirkan Jenn selama ini saat melihat inisial ‘A’ di dadanya. Tidak terlihat marah, Javier justru tersenyum dan meledek, “Apa kau sedang cemburu?” Seketika itu Jenn tercengang. Matanya memutar dengan ekspresi yang jengah. “Kau bilang apa barusan...? Aku cemburu? Hah! Yang benar saja.” Javier tersenyum. Entahlah... rasanya, apapun yang Jenn lakukan belakangan ini selalu sukses membuat hatinya makin merasakan kejelasan rasa cinta itu. Walaupun perasaan ini asing, tapi Javier mulai menerima dengan bahagia atas perasaan yang tumbuh subur di hati dan perasaannya. “Jenn,” katanya lembut. Ia pun meraih tangan Jenn, membiarkan jari jari gadis itu menyentuh permukaan kulit yang diberikan tato. “Apa permukaannya halus dan rata?” Saat menyentuh tato itu, dahi Jenn mengkerut. “Ini... apa ini bekas luka? Atau, memang seperti ini setelah menggunakan tat

  • Pengantin Pengganti untuk Sang Majikan   Bab 105

    Javier pergi ke lantai bawah, tempat untuk olah raga saat Jenn tidur siang. Setelah selesai berolahraga, tubuh Javier tampak dipenuhi keringat, kaus hitamnya melekat erat di kulit. Ia segera membuka pintu kamar dengan langkah ringan. Begitu masuk, ia melihat Jenn yang sudah duduk di ranjang sambil menyisir rambutnya, bahkan sudah berganti pakaian juga. “Sudah bangun?” suara Javier terdengar lebih lembut dari biasanya, bahkan disertai senyum tipis. “Apa sudah dari tadi?” Jenn hanya menoleh sekilas, sedikit tertegun melihat wajah Javier yang berkeringat dan rambutnya yang basah karena keringat. “Belum lama ini… kau baru selesai olah raga?” “Hmm,” gumam Javier singkat sambil melepas kausnya. Gerakan itu begitu natural, memperlihatkan otot dadanya yang terlatih. Jenn spontan menundukkan kepala, jari-jarinya semakin cepat menggerakkan sisir seolah pura-pura fokus, padahal wajahnya memanas walaupun melihat Javier telanjang

  • Pengantin Pengganti untuk Sang Majikan   Bab 104

    Pagi itu, Javier memutuskan untuk menolak semua rapat dan pertemuan penting untuk menggantikan hari sebelumnya. Ia hanya memikirkan satu hal, membawa Jenn ke rumah sakit untuk menjalani pemeriksaan lengkap. Rose ikut mendampingi, wajahnya masih diliputi rasa bersalah yang berat. Jenn duduk di kursi tunggu rumah sakit, wajahnya masih agak pucat tapi tetap tenang. Javier duduk di sampingnya, sesekali menggenggam tangan Jenn seolah takut ada hal yang tidak seharusnya terjadi. Rose berdiri tidak jauh, diam menunduk. “Apa tidak masalah mau mengantar ku dan tidak ke kantor?” Javier tersenyum sambil menggelengkan kepalanya. “Tidak ada yang penting di kantor, santai saja.” Setelah beberapa saat, dokter keluar dari ruang pemeriksaan membawa berkas hasil awal. “Tuan Javier, Nyonya Jenn,” katanya serius, “hasil pemeriksaan menunjukkan adanya indikasi gangguan akibat konsumsi obat penunda kehamilan dengan dosis yang sangat tinggi. D

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status