Share

Bab 2

Author: Nadira Dewy
last update Last Updated: 2025-06-19 07:19:30

Jenn berdiri mematung, jantungnya berdegup begitu keras hingga rasanya menggema ke seluruh kepalanya.

Di hadapannya, Javier masih menyodorkan gaun pengantin itu dengan tangan yang tegas, seolah memaksa.

“Tuan... anda tadi,—” gumamnya, nyaris tidak terdengar.

“Pakai aku bilang,” kata Javier dengan nada dingin, datar, tapi penuh tekanan.

Jenn coba mengerjapkan matanya beberapa kali, berharap bahwa ia salah dengar. “M-Maaf, Tuan?”

Tatapan Javier menusuk lurus ke dalam matanya, tajam dan penuh desakan. “Apa telingamu tuli, Jenn?” bentaknya, suaranya naik satu oktaf. “Aku bilang, pakai gaun ini. Jangan membuatku bicara berkali-kali dengan kalimat yang sama!”

Jenn mundur setengah langkah, tubuhnya bergetar. “Tapi saya... saya tidak berani, Tuan. Saya—”

“Tidak ada waktu untuk menjelaskan,” potong Javier dengan tajam. Ia menarik napas panjang, lalu berkata lebih tenang namun tetap tegas, “Cassandra jelas tidak akan muncul di altar. Tapi pernikahan ini harus tetap berjalan seperti yang sudah direncanakan.”

Jenn memandang gaun sudah berpindah di tangannya. Kain putihnya berkilau lembut, anggun, sempurna, dan sangat tidak pantas baginya. Jari-jarinya mulai gemetar saat menyentuh bahan yang begitu asing itu.

Ketika ia masih diam dalam kebingungan, Javier mengeluarkan ponselnya dan menekan tombol cepat. Suaranya terdengar tajam saat bicara, seperti tidak ingin ada ruang untuk bantahan apapun lagi.

“Eva, bawa tim tata rias ke kamar pengantin sekarang. Kau punya sepuluh menit untuk membuat Jenn terlihat seperti mempelai. Tutupi wajahnya dengan veil penuh. Kau paham?”

Jenn menoleh kaget. “Tuan… ini tidak jelas benar…”

“Yang tidak benar,” kata Javier perlahan, menatap langsung ke matanya, “adalah kenyataan bahwa kau hanya seorang pelayan yang aku bayar. Jadi, tutuplah mulutmu rapat-rapat dan ikuti semua yang aku perintahkan.”

Dan dengan satu isyarat tangan, pintu kembali terbuka. Beberapa orang berseragam hitam dan membawa kotak-kotak rias memasuki ruangan, mengapit Jenn seperti boneka yang akan didandani. Mereka cepat dan kompak.

Jenn hanya bisa berdiri di sana, seperti ditarik ke dalam permainan besar yang tidak ia mengerti kurasa apapun mencoba untuk memikirkannya.

Tapi satu hal pasti, kedepannya akan banyak sekali masalah yang datang, mengusik ketenangan nya.

Beberapa saat kemudian.

Langkah kaki Jenn terasa berat saat menyusuri lorong altar, gaun putih panjang menyapu lantai marmer dengan bunyi halus namun terasa menghantuinya.

Di tangannya, buket bunga yang awalnya ingin ia serahkan kini justru tergenggam erat seolah menjadi satu-satunya pegangan untuk tetap berdiri di tengah altar.

Jemarinya meremas bunga itu kuat-kuat, tidak peduli jika tangkainya menusuk kulitnya. Tubuhnya gemetaran di balik lapisan gaun pengantin milik orang lain. Di balik veil yang menutupi wajahnya, pandangan Jenn buram oleh kabut bingung dan ketakutan yang mendalam.

‘Ini bukan tempatku yang seharusnya,’ hatinya berteriak.

‘Aku datang hanya untuk mengantar buket ini. Bukan… untuk main nikah-nikahan.’

Tapi semua itu seakan tidak berarti saat ia melihat altar di ujung sana, tempat Javier berdiri seolah tengah menunggunya.

Pria itu mengenakan setelan hitam mewah, tubuhnya tegap seperti patung, namun sorot matanya begitu dingin, keras, tanpa kenal ampun. Seolah ini bukan pernikahan, tapi sebuah pengorbanan.

Orang-orang yang hadir di ruangan itu tersenyum, berbisik pelan, menganggap semuanya seperti yang seharusnya. Tidak ada yang tahu bahwa pengantin sebenarnya telah menghilang, bahwa wanita di balik veil itu bukanlah Cassandra.

Jenn menatap ke arah altar, di mana seorang pria tua yang adalah kakek Javier, pria itu jelas menyadarinya. Parahnya, pria tua itu seolah tengah menyalahkannya.

Padahal Jenn sendiri tidak tahu apa yang sedang terjadi di sini.

Siapa Cassandra sebenarnya? Kenapa dia menghilang? Bodoh atau gila karena lari dari pernikahan mewah ini? Padahal, Javier adalah orang terkaya di kota ini.

Pertanyaan-pertanyaan itu berdengung di kepalanya, seperti potongan puzzle yang berserakan. Tapi untuk saat ini, Jenn tidak punya pilihan selain menyelesaikan ‘permainan’ yang telah dimulai bahkan tanpa seizinnya.

Javier mengulurkan tangan saat ia sampai di altar. Dengan gemetar, Jenn meletakkan tangannya di atas tangan pria itu sambil berharap agar dia tidak melakukan kesalahan.

Dan upacara pernikahan itu pun dimulai.

Dengan setiap kata suci yang diucapkan, Jenn merasa semakin jauh dari kenyataan. Dia hanya bisa tertunduk tanpa tahu harus bagaimana.

Dan ia mulai sadar bahwa setelah ini, tidak akan ada jalan kembali.

“Angkat wajahmu! Jangan berani beraninya menunjukkan ekspresi seperti itu di hadapan semua orang,” peringat Javier dengan berbisik.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Pengantin Pengganti untuk Sang Majikan   Bab 9

    Lampu utama pun menyala. Cahaya menyapu seisi kamar, memperjelas sosok Javier yang masih berdiri goyah di ambang pintu. Matanya merah, dasinya terjuntai sembarangan, dan beberapa kancing kemejanya terbuka, memperlihatkan dada bidangnya yang naik turun karena napas berat. Jenn berdiri terpaku di dekat ranjang, tangannya dengan refleks menarik selimut, mencoba menutupi tubuhnya yang hanya dibalut lingerie tipis yang dirasa sangat memalukan itu. Tatapan Javier langsung tertuju padanya. Lelaki itu menyeringai miring, senyum mabuk yang menggoda sekaligus menyakitkan itu, seolah mengejek sesuatu yang tidak bisa Jenn lawan. “Cukup patuh juga kau, ya…” gumamnya pelan namun tidak terlalu jelas. Jenn menunduk. Wajahnya memerah, bukan karena malu, tapi karena campuran marah, takut, dan bingung. Dia tidak tahu apa yang ada di kepala Javier malam ini, apalagi pria itu sedang tidak dalam keadaan yang sadar sepenuhnya. Namun sebelum Jenn sempat membuka mulut, Javier sudah melangkah pe

  • Pengantin Pengganti untuk Sang Majikan   Bab 8

    Pria itu masih berdiri kokoh di antara mereka, menepis kasar tangan Anastasia. Wajahnya dingin, tajam, penuh ketegasan. Mata elangnya menatap lurus ke arah Anastasia, nyaris seperti ingin menembus isi kepala wanita itu. “Apa kau tidak dengar apa yang aku katakan barusan?” tanyanya pelan tapi menusuk. “Menyentuh seseorang di bawah atapku, tanpa izin. Apa kau cukup yakin bisa menerima resikonya?” Anastasia terkejut. Wajahnya yang semula keras, kini mulai memucat. Tangan yang tadi terangkat kini turun perlahan, gemetar. Tatapan Javier bukan tatapan marah biasa. Itu peringatan yang sangat tajam, sangat jelas. “Tu-Tuan Javier, saya hanya sedang mencoba untuk—” “Aku tidak tertarik mendengar alasanmu,” potong Javier cepat. “Cepat pergi dari sini. Jangan paksa aku untuk mengulang kalimat ini lagi.” Anastasia menelan ludah. Mulutnya terbuka, tapi tidak ada kata yang k

  • Pengantin Pengganti untuk Sang Majikan   Bab 7

    Membaca pesan itu, rasanya Jenn seperti tersambar petir. “Apa-apaan? Kenapa aku melakukan semua ini? Tuan Javier, dia benar-benar serius...?” Jenn sangat tidak paham, kenapa Javier bahkan mau melakukan hal itu dengan seorang pelayan. “Hah...” Jenn menggelengkan kepalanya. “Aku akan mendapatkan banyak uang. Dia pasti tidak mau rugi juga, kan?” Ia pun berniat melanjutkan langkah kakinya. Jenn baru saja hendak membuka pintu kamar ketika sebuah suara memanggil pelan dari ujung lorong ruangan. “Jenn, eh... maksudnya, Nyonya Jenn…” Jenn berbalik. Seorang pelayan berdiri setengah membungkuk, ragu-ragu menatap wajah Nyonya mudanya yang satu ini. Ia tahu betul, menyampaikan pesan seperti ini bisa membuat situasi jadi rumit. “Ada… seorang wanita di depan. Dia bilang dia kakak Anda. Menunggu di depan gerbang rumah ” Sejenak, dunia Jenn seperti membeku seketika. Wajahnya langsung berubah. Mata yang tadinya hanya lelah, kini menjadi suram. Nafasnya tertahan, dan tangannya yang

  • Pengantin Pengganti untuk Sang Majikan   Bab 6

    Sebelum Neneknya benar-benar keluar dari ruangan itu, Javier yang tidak menyukai perkataan Nyonya besar pun membalas, “Wanita sama artinya dengan pakaian untukku. Kalaupun pengantinnya tidak berubah saat itu, hasil akhirnya pun akan sama.” Nyonya besar mematung. Tangannya yang menyentuh handle pintu, bahkan juga sudah mulai terbuka itu tak bergerak untuk beberapa saat. “Javier, tidak semua wanita seperti yang kau pikirkan. Nenek mengatakan ini bukan hanya karena gadis itu tidak pantas secara latar belakang, tapi gadis itu juga tidak bersalah.” Javier hanya tersenyum sinis, tidak ada balasan kata-kata. Tanpa mereka sadari, Jenn mendengar pembicaraan itu. Ditangannya ada nampan dengan dua cangkir teh. Hatinya sakit mendengar ucapan Javier. Tapi, dia juga cukup sadar diri bahwa kenyataan dia adalah seorang pelayan jelas tidak akan cocok untuk Javier. Hanya saja, Jenn sendiri juga tidak menginginkan posisi, dan status sebagai Nyonya Javier. Sadar kalau Nyonya besar akan k

  • Pengantin Pengganti untuk Sang Majikan   Bab 5

    Jenn duduk kaku di atas sofa panjang berlapis kain beludru mahal. Ruang tamu itu begitu mewah, penuh aroma bunga segar dan kesunyian yang menekan. Tapi yang paling menyesakkan bukanlah kemewahan ruangan itu, melainkan sosok yang menatapnya tajam kini tengah duduk tegak di hadapannya. Nyonya Besar. Nenek dari Javier, kepala keluarga yang dikenal dengan sikap dingin namun disegani. Perempuan tua dengan rambut keperakan yang disanggul dengan rapi, mengenakan gaun kebesaran bernuansa marun dan perhiasan zamrud di jemarinya. Tatapannya tajam, menyelidik seperti hendak menembus hati siapa pun juga yang berani duduk di hadapannya. Jenn menggenggam jemari tangannya sendiri di pangkuan. Keringat dingin mengalir di pelipisnya, punggungnya basah oleh kegugupan. Ia tidak berani mengangkat wajah. Matanya hanya tertuju pada ujung kaki polosnya. “Jadi,” suara Nyonya Besar terdengar akhirnya. Tajam. Pelan. Tapi berat, seperti beban yang jatuh di atas dada Jenn. “Kau... pelayan rumah

  • Pengantin Pengganti untuk Sang Majikan   Bab 4

    Tatapan Javier pun mengeras. “Aku tidak berniat memberi uang dan status, sementara aku sendiri tidak mendapat manfaat apa pun dari pernikahan ini. Sudah mengerti?” Jenn menunduk, wajahnya memerah menahan malu dan marah yang bercampur. Tapi ia tahu, tawaran ini bukan sesuatu yang bisa ditawar. Ini sebuah ultimatum, sama sekali bukan permintaan. Dalam hati ia bertanya, ‘apakah ia sanggup menjalani satu tahun penuh sebagai istri dari pria yang memperlakukannya seperti kesepakatan bisnis…?’ Sangat tidak masuk akal. Setelah pembicaraan itu, Javier meninggalkan rumah. Pada akhirnya, malam pertama setelah tanda tangan perjanjian itu, Jenn terbaring di tempat tidur yang telah disiapkan untuknya di sebuah kamar yang asing. Kamar itu cukup besar, dengan dinding berwarna abu-abu muda yang sejuk dan jendela besar yang menghadap ke taman belakang rumah Javier. Namun, meskipun segala sesuatunya tampak rapi dan nyaman, Jenn merasa begitu asing. Ini seperti penjara yang indah, tapi tanp

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status