Share

Bab 7

Author: Nadira Dewy
last update Last Updated: 2025-06-19 07:19:54

Membaca pesan itu, rasanya Jenn seperti tersambar petir. “Apa-apaan? Kenapa aku melakukan semua ini? Tuan Javier, dia benar-benar serius...?”

Jenn sangat tidak paham, kenapa Javier bahkan mau melakukan hal itu dengan seorang pelayan.

“Hah...” Jenn menggelengkan kepalanya. “Aku akan mendapatkan banyak uang. Dia pasti tidak mau rugi juga, kan?”

Ia pun berniat melanjutkan langkah kakinya.

Jenn baru saja hendak membuka pintu kamar ketika sebuah suara memanggil pelan dari ujung lorong ruangan.

“Jenn, eh... maksudnya, Nyonya Jenn…”

Jenn berbalik. Seorang pelayan berdiri setengah membungkuk, ragu-ragu menatap wajah Nyonya mudanya yang satu ini. Ia tahu betul, menyampaikan pesan seperti ini bisa membuat situasi jadi rumit.

“Ada… seorang wanita di depan. Dia bilang dia kakak Anda. Menunggu di depan gerbang rumah ”

Sejenak, dunia Jenn seperti membeku seketika.

Wajahnya langsung berubah. Mata yang tadinya hanya lelah, kini menjadi suram. Nafasnya tertahan, dan tangannya yang masih memegang gagang pintu perlahan mengepal erat.

Kakak perempuannya.

Dia datang lagi.

Jenn mengalihkan pandangan ke arah jendela.

Ada perasaan ragu untuk datang, dia tahu benar pembicaraan seperti apa yang akan terjadi, dan bagimana akhirnya.

Mau tidak mau, ia harus menemuinya.

Karena jika ia tidak datang…

Kakaknya pasti akan membuat keributan. Lagi. Seperti sebelumnya.

Dengan enggan, Jenn mengangguk kecil. “Terima kasih. Aku akan segera ke sana.”

Pelayan itu menunduk cepat lalu pergi. Jenn menutup mata sejenak, menenangkan detak jantungnya yang mulai tidak karuan. Ada banyak hal yang bisa ia hadapi, tatapan Nyonya Besar, sikap dingin Javier, bisik-bisik para pelayan rumah.

Tapi satu orang ini, kakaknya, selalu berhasil menghancurkan pertahanannya yang paling dalam sekalipun.

Bukan karena keras. Tapi karena darah. Karena luka yang dibawanya selalu berkaitan dengan masa lalu Jenn yang ingin ia kubur dalam-dalam.

Dengan langkah berat, Jenn berjalan keluar rumah, menuju gerbang samping rumah.

Dan seperti dugaannya, wanita itu sudah duduk dengan angkuh, bersedekap, wajah penuh keluhan. Senyum miring yang tidak pernah benar-benar ramah menyambutnya begitu Jenn tiba di hadapannya.

“Akhirnya muncul juga,” ujar wanita itu dengan suara sinis. “Apa kau lupa kamu punya keluarga, hah?”

Jenn menunduk sejenak. Suaranya pelan, tanpa ekspresi, “Kenapa kau ke sini lagi, Kak? Ini belum dua Minggu, kan?”

Wanita itu berdiri. “Oh, aku bebas datang kapanpun aku mau. Lagi pula, ini Ibu yang minta. Mana uang untuk Ibu? Bahan makanan di rumah sudah habis. Cepat! Aku sibuk, tidak ada waktu menunggu lama.”

Jenn menggigit bibir. Ia tahu arah pembicaraan ini akan berakhir seperti apa jika dia memberikan jawaban.

Permintaan. Tekanan. Dan ujungnya… ancaman yang menyakiti hati.

Dan ia tidak bisa menolaknya semudah itu. Karena bagaimanapun, di balik luka yang dibawa wanita itu, ada kenangan masa kecil mereka. Ada sisa-sisa kasih sayang yang dulu pernah tumbuh… dan kini berubah menjadi racun yang mematikan kebahagiaan Jenn.

“Aku sudah tidak punya uang lagi, kak...” ucap Jenn.

Kakak perempuan Jenn yang bernama Anastasia itu pun menatap kesal. “Aku tidak mau mendengar alasan. Cepat, aku tidak punya waktu untuk bertele-tele lagi!”

Jenn mengepalkan tangannya. Hatinya benar-benar sakit.

Dia hanya disekolahkan sampai SMA. Berbeda dengan Anastasia yang sarjana. Tapi, kenapa soal uang harus ia yang lebih ahli untuk menghasilkan?

Jenn menghela napas. Ia pun memberanikan diri untuk berbicara. “Kak, kau disekolahkan sampai mendapatkan gelar sarjana. Tapi, kenapa kau tidak bekerja juga? Aku benar-benar lelah sekali harus dijadikan penghasil uang untuk kalian!”

Anastasia melotot, terkejut. “Berani sekali kau bicara seperti itu, hah?! Bosan hidup? Kau mau Ayah dan Ibu memukulmu?”

Jenn tersenyum kesal. Kali ini saja, dia benar-benar ingin kakak nya itu tahu bahwa bekerja tanpa punya kesempatan untuk mengelola sendiri upah kerjanya adalah hal yang sangat menyiksa.

“Kak, kau dan Ibu masih kuat untuk bekerja, kenapa kalian tidak bekerja sendiri untuk mendapatkan uang? Kenapa harus menyusahkan ku terus? Apa kalian tidak tahu bahwa aku juga manusia hidup yang punya kebutuhan?”

Anastasia menjadi semakin kesal. Tidak tahan lagi terus berdebat dan tidak kunjung mendapatkan uang, ia pun bersiap melayangkan tangannya.

“Dasar, jalang sialan! Kau terlalu banyak—”

Jenn memejamkan matanya, tangannya ingin melindungi wajahnya. Namun, setelah menunggu beberapa saat tangan Anastasia tidak kunjung menyentuh wajahnya.

Ia pun mulai membuka mata.

Ia melihat Anastasia terkejut, tangannya masih berada di atas.

Segera Jenn menoleh, ternyata tangan Anastasia tengah dicengkeram oleh Javier.

Glek...

Jenn menelan ludahnya. Gugup.

Kenapa Javier ada di sana? Kenapa dia melindungi Jenn?

Javier, dengan ekspresi yang dingin, matanya yang tajam, dan penguasa tekanan udara yang menyesakkan itu berucap, “Enyah! Jangan menyampah di rumahku!”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Pengantin Pengganti untuk Sang Majikan   Bab 109

    Karina melangkah masuk ke ruang tengah dengan aura yang nampak angkuh, namun ketika pintu menutup rapat di belakangnya, hanya tersisa ia dan Nyonya Besar saja. Udara seakan mengeras, ketegangan lama yang tidak pernah reda langsung menguasai ruangan itu. Nyonya Besar duduk tegak di kursinya, sorot matanya tajam menusuk. “Ternyata kau memang masih berani menginjakkan kaki ke rumah ini, Karina?” suaranya dingin, penuh rasa muak yang menahun. Karina terdiam sejenak, lalu tersenyum tipis dengan nada meremehkan. “Aku datang bukan untuk minta restu dari anda lagi, kenapa saya tidak berani datang? Lagi pula, aku dagang juga karena pesan anda, bukan? Lago pula rumah ini adalah rumah dari anak kandung ku, tentu saja bukan masalah jika aku datang ke tempat ini. Aku tetap ibunya, apa pun yang sudah pernah terjadi.” Nyonya Besar mendengus kasar, lalu melemparkan sebuah map ke meja kaca di antara mereka. Lembaran kertas berhamburan, itu adalah neraca transaksi, bu

  • Pengantin Pengganti untuk Sang Majikan   Bab 108

    Jenn baru saja menyesap cappuccino-nya ketika suara hak tinggi menghentak cepat di lantai kafe mendekat ke arah mereka. Javier mendongak, wajahnya berubah datar begitu melihat siapa yang datang menghampirinya. “Selamat pagi, Tuan Javier,” sapa Cecilia dengan senyum manis yang dibuat-buat. Nada suaranya seolah-olah ia sekadar asisten pribadi yang kebetulan bertemu atasannya. “Saya tidak menyangka bertemu Anda dan Nona Jenn di sini.” Javier hanya mengangguk singkat, dingin. “Pagi juga.” Ia kembali menunduk ke arah Jenn, berusaha melanjutkan sarapan tanpa menaruh perhatian lebih. Sementara itu, Jenn sendiri nampak tak terlalu ingin peduli. Penampilan Cecilia yang rapih tapi modis, berbanding terbalik dengannya, sama sekali tidak membuatnya iri. Tapi Cecilia tidak berhenti di situ. Dengan santai, ia menarik kursi di meja mereka. “Boleh saya duduk bersama anda berdua sebentar? Kebetulan saya juga belum sara

  • Pengantin Pengganti untuk Sang Majikan   Bab 107

    “Akan aku keluarkan di luar... akhhh... seperti kemarin. Tenang saja, sayang...” jawab Javier yang beberapa kali tersendat oleh napasnya yang memburu. Beberapa saat kemudian, masih di dalam kamar yang remang itu, kehangatan tubuh mereka masih terasa meski udara malam cukup dingin. Jenn berbaring dengan kepala di atas lengan Javier, selimut tebal menutupi tubuh polos mereka berdua. Sesekali Jenn mengedipkan mata, mencoba mengusir rasa kantuk yang masih menempel, tapi pikirannya justru melayang pada satu nama yang mengganggunya. “Javier…” suara Jenn pelan, seolah ragu apakah pertanyaannya akan menyulut amarah pria yang moodnya itu kadang tidak bisa di tebak. “Hm?” Javier menoleh sedikit, menatap wajah Jenn yang kini mendongak padanya. “Bagaimana sebenarnya hubunganmu dengan Tuan Victor itu? Aku hanya… penasaran saja,” ucap Jenn akhirnya, matanya menatap langit-langit kamar agar tidak terlalu terbebani dengan tatapan Javi

  • Pengantin Pengganti untuk Sang Majikan   Bab 106

    Pertanyaan Jenn membuat Javier terdiam sesaat. Dia menghela napas, paham benar apa yang dipikirkan Jenn selama ini saat melihat inisial ‘A’ di dadanya. Tidak terlihat marah, Javier justru tersenyum dan meledek, “Apa kau sedang cemburu?” Seketika itu Jenn tercengang. Matanya memutar dengan ekspresi yang jengah. “Kau bilang apa barusan...? Aku cemburu? Hah! Yang benar saja.” Javier tersenyum. Entahlah... rasanya, apapun yang Jenn lakukan belakangan ini selalu sukses membuat hatinya makin merasakan kejelasan rasa cinta itu. Walaupun perasaan ini asing, tapi Javier mulai menerima dengan bahagia atas perasaan yang tumbuh subur di hati dan perasaannya. “Jenn,” katanya lembut. Ia pun meraih tangan Jenn, membiarkan jari jari gadis itu menyentuh permukaan kulit yang diberikan tato. “Apa permukaannya halus dan rata?” Saat menyentuh tato itu, dahi Jenn mengkerut. “Ini... apa ini bekas luka? Atau, memang seperti ini setelah menggunakan tat

  • Pengantin Pengganti untuk Sang Majikan   Bab 105

    Javier pergi ke lantai bawah, tempat untuk olah raga saat Jenn tidur siang. Setelah selesai berolahraga, tubuh Javier tampak dipenuhi keringat, kaus hitamnya melekat erat di kulit. Ia segera membuka pintu kamar dengan langkah ringan. Begitu masuk, ia melihat Jenn yang sudah duduk di ranjang sambil menyisir rambutnya, bahkan sudah berganti pakaian juga. “Sudah bangun?” suara Javier terdengar lebih lembut dari biasanya, bahkan disertai senyum tipis. “Apa sudah dari tadi?” Jenn hanya menoleh sekilas, sedikit tertegun melihat wajah Javier yang berkeringat dan rambutnya yang basah karena keringat. “Belum lama ini… kau baru selesai olah raga?” “Hmm,” gumam Javier singkat sambil melepas kausnya. Gerakan itu begitu natural, memperlihatkan otot dadanya yang terlatih. Jenn spontan menundukkan kepala, jari-jarinya semakin cepat menggerakkan sisir seolah pura-pura fokus, padahal wajahnya memanas walaupun melihat Javier telanjang

  • Pengantin Pengganti untuk Sang Majikan   Bab 104

    Pagi itu, Javier memutuskan untuk menolak semua rapat dan pertemuan penting untuk menggantikan hari sebelumnya. Ia hanya memikirkan satu hal, membawa Jenn ke rumah sakit untuk menjalani pemeriksaan lengkap. Rose ikut mendampingi, wajahnya masih diliputi rasa bersalah yang berat. Jenn duduk di kursi tunggu rumah sakit, wajahnya masih agak pucat tapi tetap tenang. Javier duduk di sampingnya, sesekali menggenggam tangan Jenn seolah takut ada hal yang tidak seharusnya terjadi. Rose berdiri tidak jauh, diam menunduk. “Apa tidak masalah mau mengantar ku dan tidak ke kantor?” Javier tersenyum sambil menggelengkan kepalanya. “Tidak ada yang penting di kantor, santai saja.” Setelah beberapa saat, dokter keluar dari ruang pemeriksaan membawa berkas hasil awal. “Tuan Javier, Nyonya Jenn,” katanya serius, “hasil pemeriksaan menunjukkan adanya indikasi gangguan akibat konsumsi obat penunda kehamilan dengan dosis yang sangat tinggi. D

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status