LOGINMembaca pesan itu, rasanya Jenn seperti tersambar petir. “Apa-apaan? Kenapa aku melakukan semua ini? Tuan Javier, dia benar-benar serius...?”
Jenn sangat tidak paham, kenapa Javier bahkan mau melakukan hal itu dengan seorang pelayan. “Hah...” Jenn menggelengkan kepalanya. “Aku akan mendapatkan banyak uang. Dia pasti tidak mau rugi juga, kan?” Ia pun berniat melanjutkan langkah kakinya. Jenn baru saja hendak membuka pintu kamar ketika sebuah suara memanggil pelan dari ujung lorong ruangan. “Jenn, eh... maksudnya, Nyonya Jenn…” Jenn berbalik. Seorang pelayan berdiri setengah membungkuk, ragu-ragu menatap wajah Nyonya mudanya yang satu ini. Ia tahu betul, menyampaikan pesan seperti ini bisa membuat situasi jadi rumit. “Ada… seorang wanita di depan. Dia bilang dia kakak Anda. Menunggu di depan gerbang rumah ” Sejenak, dunia Jenn seperti membeku seketika. Wajahnya langsung berubah. Mata yang tadinya hanya lelah, kini menjadi suram. Nafasnya tertahan, dan tangannya yang masih memegang gagang pintu perlahan mengepal erat. Kakak perempuannya. Dia datang lagi. Jenn mengalihkan pandangan ke arah jendela. Ada perasaan ragu untuk datang, dia tahu benar pembicaraan seperti apa yang akan terjadi, dan bagimana akhirnya. Mau tidak mau, ia harus menemuinya. Karena jika ia tidak datang… Kakaknya pasti akan membuat keributan. Lagi. Seperti sebelumnya. Dengan enggan, Jenn mengangguk kecil. “Terima kasih. Aku akan segera ke sana.” Pelayan itu menunduk cepat lalu pergi. Jenn menutup mata sejenak, menenangkan detak jantungnya yang mulai tidak karuan. Ada banyak hal yang bisa ia hadapi, tatapan Nyonya Besar, sikap dingin Javier, bisik-bisik para pelayan rumah. Tapi satu orang ini, kakaknya, selalu berhasil menghancurkan pertahanannya yang paling dalam sekalipun. Bukan karena keras. Tapi karena darah. Karena luka yang dibawanya selalu berkaitan dengan masa lalu Jenn yang ingin ia kubur dalam-dalam. Dengan langkah berat, Jenn berjalan keluar rumah, menuju gerbang samping rumah. Dan seperti dugaannya, wanita itu sudah duduk dengan angkuh, bersedekap, wajah penuh keluhan. Senyum miring yang tidak pernah benar-benar ramah menyambutnya begitu Jenn tiba di hadapannya. “Akhirnya muncul juga,” ujar wanita itu dengan suara sinis. “Apa kau lupa kamu punya keluarga, hah?” Jenn menunduk sejenak. Suaranya pelan, tanpa ekspresi, “Kenapa kau ke sini lagi, Kak? Ini belum dua Minggu, kan?” Wanita itu berdiri. “Oh, aku bebas datang kapanpun aku mau. Lagi pula, ini Ibu yang minta. Mana uang untuk Ibu? Bahan makanan di rumah sudah habis. Cepat! Aku sibuk, tidak ada waktu menunggu lama.” Jenn menggigit bibir. Ia tahu arah pembicaraan ini akan berakhir seperti apa jika dia memberikan jawaban. Permintaan. Tekanan. Dan ujungnya… ancaman yang menyakiti hati. Dan ia tidak bisa menolaknya semudah itu. Karena bagaimanapun, di balik luka yang dibawa wanita itu, ada kenangan masa kecil mereka. Ada sisa-sisa kasih sayang yang dulu pernah tumbuh… dan kini berubah menjadi racun yang mematikan kebahagiaan Jenn. “Aku sudah tidak punya uang lagi, kak...” ucap Jenn. Kakak perempuan Jenn yang bernama Anastasia itu pun menatap kesal. “Aku tidak mau mendengar alasan. Cepat, aku tidak punya waktu untuk bertele-tele lagi!” Jenn mengepalkan tangannya. Hatinya benar-benar sakit. Dia hanya disekolahkan sampai SMA. Berbeda dengan Anastasia yang sarjana. Tapi, kenapa soal uang harus ia yang lebih ahli untuk menghasilkan? Jenn menghela napas. Ia pun memberanikan diri untuk berbicara. “Kak, kau disekolahkan sampai mendapatkan gelar sarjana. Tapi, kenapa kau tidak bekerja juga? Aku benar-benar lelah sekali harus dijadikan penghasil uang untuk kalian!” Anastasia melotot, terkejut. “Berani sekali kau bicara seperti itu, hah?! Bosan hidup? Kau mau Ayah dan Ibu memukulmu?” Jenn tersenyum kesal. Kali ini saja, dia benar-benar ingin kakak nya itu tahu bahwa bekerja tanpa punya kesempatan untuk mengelola sendiri upah kerjanya adalah hal yang sangat menyiksa. “Kak, kau dan Ibu masih kuat untuk bekerja, kenapa kalian tidak bekerja sendiri untuk mendapatkan uang? Kenapa harus menyusahkan ku terus? Apa kalian tidak tahu bahwa aku juga manusia hidup yang punya kebutuhan?” Anastasia menjadi semakin kesal. Tidak tahan lagi terus berdebat dan tidak kunjung mendapatkan uang, ia pun bersiap melayangkan tangannya. “Dasar, jalang sialan! Kau terlalu banyak—” Jenn memejamkan matanya, tangannya ingin melindungi wajahnya. Namun, setelah menunggu beberapa saat tangan Anastasia tidak kunjung menyentuh wajahnya. Ia pun mulai membuka mata. Ia melihat Anastasia terkejut, tangannya masih berada di atas. Segera Jenn menoleh, ternyata tangan Anastasia tengah dicengkeram oleh Javier. Glek... Jenn menelan ludahnya. Gugup. Kenapa Javier ada di sana? Kenapa dia melindungi Jenn? Javier, dengan ekspresi yang dingin, matanya yang tajam, dan penguasa tekanan udara yang menyesakkan itu berucap, “Enyah! Jangan menyampah di rumahku!”Pada pemeriksaan lanjutan itu, suasana ruang dokter terasa lebih ringan dibandingkan beberapa bulan sebelumnya. Javier duduk tegak, tidak lagi tampak tegang seperti saat awal menjalani terapi, sementara Jenn duduk di sampingnya, jemarinya menggenggam tangan Javier dengan tenang dan berharap itu dapat menguatkan. Dokter membuka berkas hasil evaluasi paling baru, meninjau catatan demi catatan lalu mengangguk dengan puas. “Tuan Javier,” ucapnya dengan senyum profesional, “perkembangan Anda sangat signifikan. Respons kognitif membaik, konsentrasi stabil, dan gejala pascatrauma juga jauh berkurang dari prediksi awal.” Jenn tampak menahan napas, menunggu dengan berdebar kalimat berikutnya. “Namun,” lanjut dokter sambil menutup berkas, “meski kondisi Anda sudah jauh lebih baik, saya tetap menyarankan untuk melakukan kontrol rutin minimal enam bulan sekali. Ini penting untuk memastikan tidak ada regresi atau masalah baru yang akan muncul.”
Sejak hari itu, semuanya benar-benar berubah. Javier kembali mengambil alih perusahaan seperti sebelumnya, bersama Ken. Langkahnya tegas, tatapannya dingin, wibawanya muncul kembali seakan empat tahun terakhir tak pernah menggerogoti dirinya. Di bawah kepemimpinan Javier, perusahaan perlahan kembali stabil, bahkan orang-orang yang sebelumnya meremehkan Jenn kini tertunduk tanpa suara saat Javier berada di ruangan CEO. Sementara itu… tugas Jenn jadi berubah total. “Sayang, mulai hari ini,” Javier pernah berkata sambil merapikan rambut Jenn, “pekerjaan wajib mu hanya satu saja, memanjakan diri sendiri.” Jenn tertawa waktu itu, mengira Javier hanya sedang bercanda. Tapi ternyata tidak sama sekali. Setiap pagi, Javier selalu mengirim pesan sebelum berangkat, “Ingat pesan ku. Hari ini dan seterusnya kau harus senang. Tidak boleh stres.” “Kalau kau pergi keluar rumah, aku ingin foto buktinya. Biar
Jack akhirnya tertidur pulas di pangkuan Javier setelah bermain sepanjang sore. Tubuh kecil itu naik turun perlahan seiring napasnya yang tenang. Javier mengusap rambut Jack pelan-pelan dan lembut, memastikan anak itu benar-benar nyaman sebelum ia mengalihkan pandangannya kepada Jenn. Jenn duduk sedikit lebih dekat, mengelus lengan Javier. “Apa yang ingin kau bicarakan? Kelihatannya sangat serius saat kau bicara,” tanyanya lembut. Javier terdiam. Ia menelan napas, pandangannya jatuh ke wajah Jack sebelum akhirnya kembali kepada Jenn. Ada sebuah keraguan, bahkan rasa takut, di mata pria itu. “Sayang…” ucapnya akhirnya, suaranya rendah dan berat. “Aku sudah memikirkannya sejak kejadian di kantor tadi. Keadaanmu… sudah sangat berbahaya untuk keselamatan mu.” Jenn mengerutkan dahi. “Maksudmu bagaimana?” “Ada banyak oknum, banyak pihak yang punya kepentingan kotor saat ini. Mereka tidak hanya
Javier terkekeh geli melihat mata Jenn membulat penuh kekesalan. “Oke oke, Sayang. Kau cuma mau bilang kalau aku ingin memijat mu sebentar. Tapi... sepertinya kau berpikir lain, ya?” Mendengar itu, Jenn pun terperangah tak percaya. “Jangan bohong! Kau pikir aku tidak tahu apa yang kau pikirkan, hah?!”Javier menanggapi semua itu dengan tawa renyah. Setelah itu, mereka pun memutuskan untuk pergi ke ruang pertemuan guna mengakhiri konflik secara tuntas untuk hari ini. Beberapa saat kemudian, di ruangan itu. “Urusan kantor sudah selesai untuk hari ini jangan dibuat rusuh lagi,” ucap Javier akhirnya, suaranya tenang namun berat seperti palu godam. Ia menoleh kepada Jenn, yang berdiri di sisinya, masih terlihat gugup meskipun kini sudah mengenakan pakaian yang lebih rapi. Javier meraih tangannya dengan lembut. “Kita pulang sekarang,” katanya singkat. Jenn mengangguk kecil, memandang Javier yang begitu tegas begitu berbeda dari beberapa hari terakhir, dan hatinya mencelos oleh ra
Javier mencium bibir Jenn. Ciuman yang begitu hangat perlahan menjadi panas. Kerinduan yang terlalu besar, seperti bendungan jebol yang sulit untuk ditahan lagi. Sosok Javier yang dulu telah kembali, Javier yang tidak akan mungkin menahan diri untuk melakukan apa yang ingin dia lakukan pada Jenn. Sejenak Javier menghentikan ciuman bibirnya, menatap Jenn dengan sorot mata yang begitu dalam. “Sayang, aku sangat merindukan mu...” Jenn hanya bisa terdiam. Entah kenapa mulutnya seperti terkunci, dia hanya ingin memeluk pria itu terus. Meski begitu, Javier juga bisa merasakan kerinduan yang sama, yang Jenn rasakan. “Sayang...” Javier kembali mencium bibir Jenn. Tubuh Jenn reflek mundur, Javier mengangkat tubuh kurus itu hingga duduk di meja kerjanya. Tangannya juga sudah menyingkirkan barang yang mengganggu. Semakin dalam ciuman itu, maka semakin sulit bagi Javier
Setelah memberi peringatan keras, Javier tidak memberi kesempatan siapa pun untuk berbicara lagi. Ia mengangkat tangan, memberi isyarat pada Ken untuk mengambil dokumen di tangannya. Ken segera maju dan mengambil, meletakkan map tebal di atas meja rapat. “Ini,” ujar Javier dengan suara datar namun penuh tekanan, “adalah seluruh bukti yang membantah setiap tuduhan yang kalian lemparkan kepada istri dan asisten sekretaris kepercayaan ku.” Beberapa direktur menelan ludah, sementara yang lain tampak mulai panik. Javier memilih untuk membuka map itu, mengeluarkan beberapa lembar dokumen, rekaman, serta laporan investigasi. “Ini yang pertama…” Ia menekan tombol remote, menampilkan rekaman CCTV serta data lokasi ponsel di layar besar. “Istriku dan Ken tidak pernah berada di lokasi yang sama seperti yang diberitakan dalam rumor hubungan gelap itu.” Ia menunjuk timestamp rekaman. “S







