Javier pergi ke lantai bawah, tempat untuk olah raga saat Jenn tidur siang. Setelah selesai berolahraga, tubuh Javier tampak dipenuhi keringat, kaus hitamnya melekat erat di kulit. Ia segera membuka pintu kamar dengan langkah ringan. Begitu masuk, ia melihat Jenn yang sudah duduk di ranjang sambil menyisir rambutnya, bahkan sudah berganti pakaian juga. “Sudah bangun?” suara Javier terdengar lebih lembut dari biasanya, bahkan disertai senyum tipis. “Apa sudah dari tadi?” Jenn hanya menoleh sekilas, sedikit tertegun melihat wajah Javier yang berkeringat dan rambutnya yang basah karena keringat. “Belum lama ini… kau baru selesai olah raga?” “Hmm,” gumam Javier singkat sambil melepas kausnya. Gerakan itu begitu natural, memperlihatkan otot dadanya yang terlatih. Jenn spontan menundukkan kepala, jari-jarinya semakin cepat menggerakkan sisir seolah pura-pura fokus, padahal wajahnya memanas walaupun melihat Javier telanjang
Pagi itu, Javier memutuskan untuk menolak semua rapat dan pertemuan penting untuk menggantikan hari sebelumnya. Ia hanya memikirkan satu hal, membawa Jenn ke rumah sakit untuk menjalani pemeriksaan lengkap. Rose ikut mendampingi, wajahnya masih diliputi rasa bersalah yang berat. Jenn duduk di kursi tunggu rumah sakit, wajahnya masih agak pucat tapi tetap tenang. Javier duduk di sampingnya, sesekali menggenggam tangan Jenn seolah takut ada hal yang tidak seharusnya terjadi. Rose berdiri tidak jauh, diam menunduk. “Apa tidak masalah mau mengantar ku dan tidak ke kantor?” Javier tersenyum sambil menggelengkan kepalanya. “Tidak ada yang penting di kantor, santai saja.” Setelah beberapa saat, dokter keluar dari ruang pemeriksaan membawa berkas hasil awal. “Tuan Javier, Nyonya Jenn,” katanya serius, “hasil pemeriksaan menunjukkan adanya indikasi gangguan akibat konsumsi obat penunda kehamilan dengan dosis yang sangat tinggi. D
Javier berjalan dengan langkah berat namun juga tegas menuju tempat di mana Nyonya Besar nerada. Rahangnya mengeras, sorot matanya dingin seperti baja. Pintu kamar itu terbuka dengan keras tanpa mengetuk terlebih dahulu, membuat Nyonya Besar yang sedang duduk membaca buku itu langsung menoleh. “Apa-apaan kau, Javier? Kenapa kau masuk seenaknya seperti ini—” “Cukup.” Javier memotong kalimatnya dengan suara rendah tapi terdengar tajam. “Aku tidak mau dengar alasan Nenek lagi. Aku datang untuk satu hal penting saja.” Nyonya Besar menaruh bukunya perlahan, tatapannya tetap terlihat angkuh. “Sepertinya nada bicaramu mulai tidak tahu sopan. Apa yang membuatmu berani bersuara seperti itu pada Nenek mu sendiri?”Nyonya besar sebenarnya tahu benar apa yang akan dibahas oleh Javier sekarang. “Karena Nenek hampir membunuh Jenn!” suara Javier meninggi, matanya membara. “Nenek pikir aku tidak akan pernah tahu? Nenek pikir aku tidak akan pernah tahu kalau Nenek menyuruh Bibi Rose mencampur
Rose menatap pelayan yang berdiri di ambang pintu, mencegah dirinya membawa Jenn ke rumah sakit dengan sorot matanya yang tajam. “Lantas? Kau mau bagaimana? Apa kita hanya akan melihat saja saat Nyonya rumah kita pingsan seperti ini?” Pelayan itu pun menundukkan kepalanya. “Maaf, Kepala pelayan. Tapi saya hanya menjalankan perintah dari Nyonya besar.” Rose pun mengepalkan tangannya. Hatinya sakit melihat Jenn terkapar tidak sadarkan diri. Dia merasa bersalah karena ikut andil dalam masalah ini. Walaupun perintahnya dari Nyonya besar tidak boleh dilanggar, tapi keadaan Jenn saat ini juga cukup mengkhawatirkan. Jika mematuhi nyonya besar, artinya dia juga akan menjadi lawan dari Javier. Javier memang cucu dari Nyonya besar, tapi Javier adalah Tuannya yang sesungguhnya, anak laki-laki yang tumbuh di depan matanya sejak balita. “Resiko besar ini... aku sendir
Pagi itu ruang makan keluarga dipenuhi aroma kopi hangat dan roti panggang, namun suasana terasa berat untuk Nyonya besar yang juga ada di sana. Jenn duduk di samping Javier, masih terlihat lelah dengan wajah yang agak pucat, dan mata sedikit sembap. Javier, meski ia sendiri juga letih, berusaha menemaninya dengan tatapan lembut. “Makan yang banyak,” ucapnya singkat, meletakkan potongan kecil daging ke piring Jenn. “Jangan maka dengan porsi diet, kau semakin kurus belakangan ini.” Jenn tersenyum samar, mencoba menyembunyikan keletihan yang sebenarnya. “Aku pasti akan makan yang banyak,” jawabnya, meski gerakannya pelan. Di ujung meja, Nyonya Besar duduk tegak dengan ekspresi tidak suka. Tatapannya tajam menelusuri kedekatan yang makin nyata antara Javier dan Jenn, membuat udara seolah beku di sana. Kalimat baku yang dulu Jenn gunakan sudah tidak lagi ada, kedekatan itu semakin terasa menakutkan. “O
Jenn menelan ludahnya. ‘Suamiku’, matanya? Ah, lidahnya tiba-tiba kelu. Javier mengusap pipi Jenn, menatapnya semakin dalam. “Jenn... apa kau tidak dengar?” Jenn hanya bisa terdiam. Javier merasa kecewa, tapi juga tidak bisa berbuat apa-apa saat itu. Tanpa menyingkirkan inginnya untuk melanjutkan aksinya, Javier pun memancing dengan cara itu. Dia memberikan sentuhan yang membuat Jenn merasakan sensasi yang tidak biasa. Sambil memberikan kecupan di titik sensitif pada tubuh wanita itu, Javier memiliki niat yang cukup mendalam. Jenn memejamkan matanya. Dia ingin melepaskan diri, tapi tangannya berada di bawah kuasa Javier. Apa yang dilakukan oleh pria itu benar-benar membuat Jenn sulit untuk menahannya. Rasa geli tapi juga nikmat menjadi satu, lenguhan kecil pun tanpa sadar lolos dari bibir indah Jenn. Semakin lama, gerakan itu semakin menjadi-jadi membuat Jenn semakin tidak bisa menahan lagi. “Akhh...!