"Ini ketulusan dari dalam hati sayang," jawab Farhan.
"Oke oke, kamu boleh seperti ini tetapi hanya padaku, jika wanita lain kau perlakukan seperti ini pasti dia sudah melayang akan rayuanmu."
"Aku janji kejadian seperti itu tidak akan terjadi, aku mau ke ruang kerja sebentar ya."
"Apa ada kerjaan yang belum selesai? Kenapa kau mengambil cuti ditengah tengah padatnya pekerjaanmu."
"Hari ini aku senggang, cuma ada beberapa email yang harus aku cek dulu."
"Ya sudah, nanti aku akan masuk ke dalam jika sudah merasa bosan disini."
"Aku tinggal sebentar ya sayang," Farhan bangkit dari duduknya dan setelah itu mengecup lembut dahiku dan juga bibirku.
Selepas kepergian Farhan, aku masih terduduk di balcon dengan keadaan melamun, karena aku rasa matahari sudah mulai naik ke atas dan mulai terik, aku memutuskan untuk masuk ke dalam kamar dan merebahkan tubuhku di atas ranjang sambil bermain ponsel.
Sepintas aku melihat ada iklan film bar
"Kau berpikir terlalu lama, ayo kita pergi ke salon kecantikan. Sudah lama aku tidak treatment," aku sembari menarik lengan Farhan agar ikut turun dari ranjang bersamaku."Kau yakin akan membawaku ke salon? Kau tidak takut suamimu di goda oleh wanita wanita disana."Aku diam sejenak dan memikirkan kembali ucapan Farhan.'Jika membawa Farhan ke salon yang ada nanti aku panas hati karena tidak tahan melihat wanita wanita yang berusaha mendekati dia,' aku bergumam sambil membayangkan kejadian saat di salon."Kenapa? Kau pasti sedang memikirkan yang aneh aneh," Farhan membuyarkan lamunanku."Tidak,,," aku memalingkan wajahku dari hadapan Farhan."Ayo kita pergi ke mall saja, kau cepat ganti bajumu," ucapku kembali, aku beralasan mengajaknya ke mall karena aku takut kalau kita terus berada di rumah seharian nanti yang ad dia balakan menyntapku tanpa henti."Ayo kita langsung berangkat," Farhan merangkul pundaku sambil terus kita berjalan k
"Ayo kita langsung bermain saja," Farhan mengganti topik pembicaraan kami dengan mengajaku untuk memulai permainan. Aku hanya mengikuti setiap langkah Farhan. Sekarang dia memilih untuk bermain bola basket yang di masukan ke dalam ring basket.Aku melihat Farhan sangat menikmati permainanya, terlihat dari senyumnya saat ia berhasil memasukan bola ke dalam ring. Sama persis seperti Jemy saat memenangkan permaina pada saat bersamaku."Sayang, lihatlah aku telah memasukan banyak bola kedalam ring," saut Farhan kepadaku sambil menunjuk ke arah papan score yang menunjukkan angka permainan."Iya iya, suamiku memang hebat," aku mengelus punggung Farhan sambil menyunggingkan senyum padanya."Pasti dong, kau mau mencobanya?" Farhan menawarkan permainan tersebut padaku."Ini terlalu manly untuk sayang, aku ingin bermain itu saja," aku menunjukan sebuah permainan mesin capit boneka kepada Farhan karena aku masih sangat penasaran dengan permainan itu.
TOK... TOK...TOK"Permisi tuan, dokter yang anda panggil sudah datang," ucap bibi Ana setelah mengetuk daun pintu milik tuanya, ia tidak berani untuk sembarang masuk sebelum tuanya mengizinkanya."Masuklah."Bibi Ana masuk ke dalam kamar dan di buntuti oleh seorang dokter wanita yang dipanggil Farhan."Nyonya Luna, saya mulai untuk priksanya ya," izin sang dokter padaku."Iya."Farhan masih berada di sampingku sambil terus menggenggam tanganku. Membuat dokter sedikit merasa tidak nyaman karena keberadaan Farhan di sampingnya. Setelah semua tanpa tanpa vital di cek oleh dokter dari mulai tensi darah, denyut nadi dan bola mataku."Sejak kapan nyonya merasakan keluhan tidak enak badan?""Tadi pagi dok.""Sekarang nyonya sanggup untuk berjalan menuju kamar mandi tidak? Jika tidak bisa mohon tuan Farhan membantu untuk menggendongnya sampai kamar mandi.""Sebentar, kenapa harus di kamar mandi? Kau kan bisa m
"Kabar bahagia? Apa?" "Kau akan menjadi paman," aku sudah tidak sabar untuk memberitahunya, sedangkan Farhan hanya memegangi ponsel yang sedang aku gunakan untuk mengobrol dengan Jack. "Benarkah? Akhirnya aku akan menjadi paman. Apakah kakek sudah kau beritahu?" "Oia aku sampai lupa, kau adalah orang pertama yang aku kasih tahu mengenai hal ini." "Nanti biar aku saja yang beritahu kakek." "Baiklah, kapan kau akan main kesini Jack aku sudah ingin melihatmu." "Sepertinya lusa aku akan datang, aku juga ingin mengelus keponakanku agar dia juga mirip dengan pamannya." "Tidak mungkin, aku tidak mengizinkan kau untuk mengelus perut Luna," Farhan langsung emosi mendengar ucapan Jack yang menurutnya sangat sembrono. "Dasar suami posesif, lihat saja nanti aku pasti bisa mengelus perut buncit Luna tanpa sepengetahuanmu," Jack semakin memancing emosi Farhan. "Jika itu sampai terjadi aku akan mematahkan kedua tanganmu Jack,"
Farhan langsung membopongku ke atas ranjang, aku yang sedang hamil kenapa di perlakukan seperti orang lumpuh. Semua perhatian yang Farhan berikan padaku membuat aku menjadi tidak nyaman.Tetapi apa boleh buat aku tidak bisa membantahnya karena ia sedang sangat sensitiv, mungkin di lain waktu aku bisa membicarakan hal ini denganya.***Sebelum Jack pergi ke kantor, ia sengaja mampir ke toko bunga untuk memesan bouquet bunga mawar merah terindah untukku sekalian ia meminta untuk mengirim ke rumahku.Jack sudah bisa menebak kalau hari ini Farhan tidak akan masuk, semua urusan yang berhubungan denganku pasti Farhan selalu memprioritaskannya. Sedangkan Jack harus mengurus semua pekerjaan di kantor entah bagaimana caranya harus selesai di hari itu juga.Secara tidak langung sebenarnya Jack sudah seperti pemegang perusahaan karena ia bisa menghandle semua pekerjaan yang ada, tetapi tetap saja setiap keputusan yang akan ia buat ia selalu
KRING... KRING... KRING...Ponsel Farhan berdering tepat saat bibirnya hampir menyentuh bibirku, dengan mendengus kesal ia langsung meraih ponselnya dan mengangkatnya dengan marah marah.“Ada apa?” Farhan langsung mengangkat saja tanpa melihat siapa yang menelponnya.“Maaf tuan, ada seseorang yang mengirimkan bouquet bunga untuk tuan dan nyonya, saya menelpon tuan karena taddi tuan yang bicara sendiri kalau tuan tidak ingin ada yang datang ke atas,” terang bibi Ana dengan gelagapan, setiap orang yang kena marah oleh Farhan pasti nyalinya langsung ciut, tetapi itu tidak berlaku untuku.“Siapa yang mengirim?” Tanya Farhan dengan ketus.“Tuan Jack.”TUT... TUT... TUT...Farhan langsung mematikan panggilan dari bibi An, emosinya kini semakin melonjak setelah tau siapa yang mengirim bouquet bunga. Tanpa babibu ia langsung mencari nama Jack di kotak panggilannya dan ia langsung memanggil.
Begitu marahnya Farhan padaku, mau tidak mau aku memang harus berdiam diri di dalam kamar kalau Farhan sudah marah seperti itu aku tidak bisa membantahnya. Di ingat ingat aku sering sekali membuat Farhan marah aku takut menjadi istri durhaka tetapi dia juga punya kepribadian pemarah.“Huh... kehidupanku sudah seperti di penjara,yang membedakan hanya tempatnya saja. Dirumah sendiri di perlakukan seperti napi kenapa tidak sekalian kirim aku ke penjara agar aku tidak bisa kabur,” aku mendengus kesal dan menghempaskan tubuhku di atas kasur yang lumayan empuk tetapi aku merasa seperti batu.“Mana ponsel di sita, ngga boleh keluar kamar, apa aku masih kuat menjalani kehidupanku jika seperti ini terus. Selama sembilan bulan aku terus berada di dalam kamar yang ada aku bisa gila, dasar suami gila ,” aku membanting bantal ke sembarang arah, masa bodo jika Farhan sedang memantauku aku tidak peduli.***“Sialan... Ada apa de
“Kenapa tidak di habiskan?” Tanya Farhan padaku.“Sudah kenyang, sepertinya ini efek sedang hamil , nafsu makanku jadi berkurang.”“Mau istirahat saja?”“Nanti saja, masih ada Jack.”“Kalau begitu aku pulang saja, lebih baik kau istirahat Luna. Jangan paksakan kondisi tubuhmu, ingat sekarang kau sedang berbadan dua kau harus lebih berhati-hati,” Jack langsung bangkit dari duduknya dan ia bersiap untuk melangkahkan kakinya ke pintu keluar.“Tunggu Jack, aku antarkan Luna ke kamar terlebih dahulu.”“Ayo sayang,” ajak Farhan padaku sambil membanuku berdiri.“Jack sorry ya kita tidak bisa mengobrol lebih lama padahal aku masih kangen.”“Besok aku akan lebih sering mengunjungimu.”“Atau malam ini kau bisa tidur disini saja biar kita bisa mengobrol lebih lama?”Jack melirik ke arah Farhan, dan ia langs