Share

Chapter 101

Author: Lia.F
last update Huling Na-update: 2025-08-02 14:53:57

Meja makan besar dari kayu ek itu dipenuhi hidangan hangat yang masih mengepul. Lampu gantung kristal menggantung indah di atasnya, namun suasana di ruangan itu lebih dingin dari salju di luar sana.

Juliete duduk dengan tubuh tegak, sendoknya nyaris tak menyentuh piring. Sekilas ia berusaha terlihat tenang, namun matanya merah, lelah menahan rindu dan gejolak di dadanya. Setiap gerak napas terasa berat—ada kehampaan yang sulit dijelaskan.

Julian, di ujung meja, menyendok makanannya dengan tenang, meski sesekali melirik adik perempuannya itu.

Sheila di sisi lain memperhatikan mereka berdua dengan raut resah yang disembunyikan di balik senyum tipis.

“Zamira…” suara Julian terdengar halus, tapi menyentuh seperti belati. “Kau tidak makan?”

Juliete mendongak sedikit. Ia mencoba tersenyum, tapi tak berhasil.

“Aku tidak lapar,” jawabnya pelan, matanya menunduk lagi ke arah sup yang sudah dingin.

Julian menaruh sendoknya perlahan. “Kau harus jaga dirimu. Apalagi sekarang…”

Kal
Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Locked Chapter

Pinakabagong kabanata

  • Pengantin Pewaris Cavendish    Chapter 101

    Meja makan besar dari kayu ek itu dipenuhi hidangan hangat yang masih mengepul. Lampu gantung kristal menggantung indah di atasnya, namun suasana di ruangan itu lebih dingin dari salju di luar sana. Juliete duduk dengan tubuh tegak, sendoknya nyaris tak menyentuh piring. Sekilas ia berusaha terlihat tenang, namun matanya merah, lelah menahan rindu dan gejolak di dadanya. Setiap gerak napas terasa berat—ada kehampaan yang sulit dijelaskan. Julian, di ujung meja, menyendok makanannya dengan tenang, meski sesekali melirik adik perempuannya itu. Sheila di sisi lain memperhatikan mereka berdua dengan raut resah yang disembunyikan di balik senyum tipis. “Zamira…” suara Julian terdengar halus, tapi menyentuh seperti belati. “Kau tidak makan?” Juliete mendongak sedikit. Ia mencoba tersenyum, tapi tak berhasil. “Aku tidak lapar,” jawabnya pelan, matanya menunduk lagi ke arah sup yang sudah dingin. Julian menaruh sendoknya perlahan. “Kau harus jaga dirimu. Apalagi sekarang…” Kal

  • Pengantin Pewaris Cavendish    Chapter 100

    Mereka dituntun langsung ke ruang VIP, melewati lantai dansa yang dipenuhi gemerlap lampu strobo dan dentuman musik EDM. Aroma alkohol mahal dan parfum mahal bercampur dengan bau samar asap rokok yang membumbung di udara. Erica masih menggamit lengan Marvis seolah pria itu miliknya. Sejak dari bandara hingga hotel, Erica tak pernah melepaskan Marvis barang sedetik. Bahkan kini, mereka diketahui berbagi kamar. Ruangan VIP itu lebih senyap—dindingnya dilapisi beludru hitam, pencahayaannya remang dengan lampu gantung kristal bergaya art deco. Lima gelas kristal bening telah disiapkan, berisi vodka premium. Enam wanita penghibur berdiri di sisi ruangan, sebagian mulai menghampiri Benjamin dan Daniel yang duduk tak banyak bicara. Dan akhirnya, seorang pria berbadan besar duduk di hadapan mereka. Rudolf. Rambutnya sudah mulai menipis, tapi kekuasaan terpancar dari cara ia bersandar santai di sofa dengan dua wanita menggelayut di sisinya. Cerutu mahal mengepul di tangannya, dan tatapanny

  • Pengantin Pewaris Cavendish    Chapter 99

    Julian menyugar rambutnya kasar, jemarinya berulang kali mencengkeram rambut ikalnya seperti ingin merobek kepalanya sendiri. Di hadapannya, meja kerja penuh dengan berkas, peta pengawasan, dan laporan misi yang bahkan tak sempat ia sentuh sejak Juliete datang. Dentuman telapak tangannya menghantam permukaan meja. Sheila mendekat pelan, lalu meletakkan kedua tangannya di punggung Julian. Dengan lembut, ia mengelus punggung pria itu, mencoba menyalurkan ketenangan meski ia sendiri merasakan badai yang akan datang. “Kenapa kau begitu marah, sayang?” bisiknya pelan, suaranya penuh pengertian. Julian mendongak perlahan, matanya merah karena menahan luapan emosi. “Karena Zamira mengandung bayi dari pria brengsek itu…” Sheila menghela napas pelan, tetap berdiri di belakangnya. “Tapi mereka sudah menikah, Julian. Kau tahu itu. Apa kau sungguh membenci Jaiden Cavendish sampai sejauh ini?” Julian tertawa dingin, bukan karena geli, melainkan karena frustasi. “Aku tidak membencinya s

  • Pengantin Pewaris Cavendish    Chapter 98

    “Sekarang kau telah bersamaku… aku tak akan membiarkan kau pergi lagi dariku, Zamira…” bisik Julian lembut, nadanya mengandung luka dan harapan sekaligus. Juliete mendongak pelan, menatap wajah pria itu. Ada banyak yang ingin ia protes—tentang cara Julian membawanya ke sini, tentang haknya untuk memilih ke mana ia pergi. Tapi saat menatap mata kelabu kakaknya, semua keberanian itu runtuh. Ia menggigit bibirnya sendiri. Bingung. Rindu. Terjebak. Julian bukan hanya kakaknya… dia satu-satunya darah yang tersisa dalam hidupnya. Namun tetap saja, ada satu nama tak bisa ia abaikan. Jaiden. “Kak Ali…” bisiknya lirih, suaranya bergetar pelan. “Tapi… bagaimana kau bisa berada di Rusia? Bukankah… bukankah dulu kita di Khandahar? Bagaimana bisa hidup kita jadi sejauh ini terpisah?” Julian tersenyum kecil. Pahit. Lelah. Ia mengusap rambut Juliete dengan lembut, seperti dulu saat mereka masih anak-anak dan Zamira kecil menangis karena perutnya lapar. “Aku dibawa keluar dari Khandahar

  • Pengantin Pewaris Cavendish    Chapter 97

    “Zelda, tambahkan satu sendok gula lagi. Aku butuh manis hari ini,” ucap Margaret sambil mengaduk pelan kopinya, duduk di kursi rotan di teras belakang Thornvale Court. Angin pagi yang sejuk membuat aroma kopi dan wisteria yang mekar berbaur. “Ku dengar Julian adalah salah satu pria pengimpor wanita secara ilegal… untuk dijual.” Marvis melontarkan kalimat itu begitu saja, suaranya tenang, tapi penuh arti. Jaiden tak menjawab. Tangannya masih memegang pisau yang tadi ia gunakan untuk menusuk apel. Tapi kini benda itu sudah tak berbentuk. Tercabik di atas piring porselen putih. Dia tahu siapa Julian. Tentu saja dia tahu. Justru karena itu pikirannya kalut sejak kemarin—sejak Juliete menghilang tanpa jejak. Cekungan gelap di bawah matanya makin dalam, akibat dua malam tanpa tidur. “Kalau bisa, sore ini juga aku berangkat ke Moskow.” Suaranya terdengar serak, penuh tekanan, seolah bicara pada apel yang kini hancur di hadapannya. “Tenang.” Marvis mencondongkan tubuh ke depan, nad

  • Pengantin Pewaris Cavendish    Chapter 96

    “Kenapa kau memanggilku dengan nama itu? Dan siapa kau sebenarnya?” Juliete bertanya dengan nada curiga, matanya menelusuri setiap inci tubuh wanita asing itu. Wajahnya memang cantik, tapi ada sesuatu di balik senyumnya yang membuat udara dalam ruangan terasa menusuk. Gadis itu tersenyum tipis. Sebuah senyum yang ramah. Ia mengambil botol wine dari meja kecil di sudut ruangan, lalu menuangkannya ke dalam dua gelas kristal tinggi. Cairan merah pekat itu seolah memantulkan cahaya dingin dari lampu gantung di langit-langit. “Minumlah. Ini tidak beracun,” ucapnya sambil menyerahkan salah satu gelas pada Juliete. Gerakannya tenang. Juliete tidak menyentuh gelas itu. Ia hanya menatapnya—datar, tapi waspada. Wanita itu mengangkat bahu ringan, lalu meneguk gelasnya sendiri perlahan. Ia duduk di sofa, menyilangkan kaki dan menatap Juliete dari ujung rambut sampai kaki. “Namaku Sheila,” katanya akhirnya. “Aku kekasih Julian.” Ia menekankan kata kekasih seolah ingin menancapkan posis

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status