Share

Chapter 105

Penulis: Lia.F
last update Terakhir Diperbarui: 2025-08-06 08:49:18
Berhari-hari Jaiden menunggu.

Setiap malam, ia duduk di kamar hotel itu—The Carlton 1731, dengan harapan satu-satunya pintu akan terbuka dan wanita yang ia cintai akan muncul. Tapi hingga hari keempat, tak ada satu pun tanda kemunculan Juliete.

Hanya keheningan. Dan kekecewaan yang perlahan menggerogoti ketenangannya.

Akhirnya, dengan napas berat dan dada panas oleh penyesalan, Jaiden memutuskan untuk turun langsung ke jantung neraka itu lagi.

Pesta Sabtu malam.

Tempat semua koneksi dibangun, rahasia diperdagangkan, dan tubuh perempuan menjadi mata uang paling berharga.

Malam itu, dia sudah duduk di kursi kulit empuk di ruang VIP yang dipenuhi kabut asap rokok, suara gelas beradu, dan tawa pria-pria berkuasa. Beberapa pejabat Rusia duduk santai dengan mata liar menilai wanita-wanita muda yang berlalu-lalang.

Jaiden menyesap rokoknya dengan dingin. Di matanya ada lelah, ada amarah yang ditahan. Tapi wajahnya tetap kosong, seperti tak bernyawa.

Seorang pria paruh baya men
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terbaru

  • Pengantin Pewaris Cavendish    Chapter 106

    Begitu pintu kamar tertutup rapat, Jaiden langsung menghantam tubuh Maria ke dinding. Tangannya mencengkeram dagu gadis itu dengan kasar, mengangkat wajahnya paksa agar mata mereka bertemu. “Kenapa Juliete belum juga menemuiku?” suaranya dingin, penuh bara. Nafasnya cepat, nyaris terengah karena emosi yang tertahan berhari-hari. Maria terkejut, tubuhnya menegang. “M-mungkin… Nona Zamira… eh, maksud saya Juliete, dia masih sedikit bingung dengan pesan Anda.” “Omong kosong!” desis Jaiden. “Aku menuliskan nama hotel dan nomor kamar secara jelas. Juliete tidak bodoh. Dia tahu maksudnya.” Cengkeramannya makin keras, dan kini berpindah ke leher. Maria mulai tercekik, wajahnya memerah. Ia tahu pria ini bukan seseorang yang bisa ditantang balik. Dengan suara tercekat, Maria berusaha bicara, “Tapi… saya… saya membawa pesan… dari Nona Juliete…” Sekejap, sesuatu berubah di mata Jaiden. Amarah itu padam, berganti dengan antusiasme tajam. Sorotnya seperti serigala lapar yang mencium

  • Pengantin Pewaris Cavendish    Chapter 105

    Berhari-hari Jaiden menunggu. Setiap malam, ia duduk di kamar hotel itu—The Carlton 1731, dengan harapan satu-satunya pintu akan terbuka dan wanita yang ia cintai akan muncul. Tapi hingga hari keempat, tak ada satu pun tanda kemunculan Juliete. Hanya keheningan. Dan kekecewaan yang perlahan menggerogoti ketenangannya. Akhirnya, dengan napas berat dan dada panas oleh penyesalan, Jaiden memutuskan untuk turun langsung ke jantung neraka itu lagi. Pesta Sabtu malam. Tempat semua koneksi dibangun, rahasia diperdagangkan, dan tubuh perempuan menjadi mata uang paling berharga. Malam itu, dia sudah duduk di kursi kulit empuk di ruang VIP yang dipenuhi kabut asap rokok, suara gelas beradu, dan tawa pria-pria berkuasa. Beberapa pejabat Rusia duduk santai dengan mata liar menilai wanita-wanita muda yang berlalu-lalang. Jaiden menyesap rokoknya dengan dingin. Di matanya ada lelah, ada amarah yang ditahan. Tapi wajahnya tetap kosong, seperti tak bernyawa. Seorang pria paruh baya men

  • Pengantin Pewaris Cavendish    Chapter 104

    Pagi itu langit cerah. Matahari baru saja naik di ufuk timur, menyebarkan cahaya oranye yang menyapu jendela-jendela besar di Petrovka. Di balik sinar hangat yang menari di kaca, seorang gadis melangkah pelan menyusuri koridor utama. Malam tadi, dia dikenal dengan nama Juliete—nama samaran yang baru diberikan oleh kepala penjaga. Padahal, nama aslinya adalah Maria. Setelah sarapan, Maria tidak ikut bergabung bersama para tahanan wanita lain yang berkumpul di aula makan. Dia menyelinap pergi, diam-diam menyusuri lorong-lorong yang sunyi di sayap utama gedung. Ada satu tujuan dalam pikirannya yaitu menemukan wanita bernama Juliete, seperti yang diperintahkan langsung oleh Tuan Volkov. Langkahnya ringan, tubuhnya menunduk setiap kali suara langkah penjaga terdengar dari kejauhan. Dia tahu, ini bukan waktunya berkeliaran. Seharusnya sekarang adalah jadwal latihan—latihan yang kejam, terstruktur, dan tak mengenal belas kasihan. Latihan untuk menjadi wanita penghibur sekaligus mata-ma

  • Pengantin Pewaris Cavendish    Chapter 103

    “Jadi… Nona Juliete,” Jaiden bersandar di sofa, menyesap wiski pelan, pandangannya tajam seperti pisau. “Kau berasal dari Petrovka?” Wanita itu tersenyum samar. “Ya, bisa dibilang begitu, Tuan Volkov.” “Mengapa kau melakukan pekerjaan seperti ini? Kau butuh uang?” Juliete terkekeh pelan. “Siapa yang tidak menyukai uang, Tuan? Bahkan harga diri bisa dijual dengan harga yang tepat.” Jaiden menatap kosong ke arah gelasnya. “Kalau begitu, mari bicara soal harga. Aku akan memberimu lebih banyak dari yang pernah kau terima… Tapi aku ingin sesuatu sebagai gantinya.” “Apa itu?” matanya menyipit curiga. “Aku ingin masuk ke Petrovka.” Suasana langsung berubah dingin. Wanita itu menegang. “Petrovka bukan tempat untuk ‘tamu’ seperti Anda, Tuan…” “Bukan itu pertanyaanku.” Jaiden bersandar ke depan, meletakkan gelasnya di meja. “Aku bertanya: berapa harga yang kau minta agar bisa membantuku masuk ke sana?” Wanita itu terlihat berpikir keras. “Itu… tidak mudah. Tempat itu dijaga

  • Pengantin Pewaris Cavendish    Chapter 102

    “Sudah lebih dari seminggu kita mengintai Petrovka, Tuan…” Benjamin membuka suara, nada suaranya lelah namun tetap penuh rasa hormat. “Tapi tak ada satu pun celah. Tidak ada jaringan internet, sinyal telepon diblokir, dan perimeter sekelilingnya dipenuhi ranjau aktif. Kamera pengintai pun tak mampu menembus pagar-pagar seng dan pohon pinus yang mengelilinginya.” Mereka duduk melingkar di ruang suite hotel yang tertutup rapat. Malam telah larut, namun tidak ada satu pun dari mereka yang menunjukkan tanda-tanda mengantuk. Jaiden duduk bersandar, wajahnya gelap, tatapannya dingin, tangannya mengepal di pangkuannya. Di hadapannya: Benjamin, Marvis, dan Daniel. “Tapi ada satu informasi tambahan dari Alex,” kata Daniel, menyelipkan sebatang rokok di antara bibirnya, lalu menyalakan api. “Setiap Sabtu malam, ada satu mobil van berwarna hitam keluar dari gerbang barat Petrovka. Mobil itu selalu membawa dua atau tiga wanita… mereka dikirim ke sebuah hotel di Moskow, lalu diperdagangkan dal

  • Pengantin Pewaris Cavendish    Chapter 101

    Meja makan besar dari kayu ek itu dipenuhi hidangan hangat yang masih mengepul. Lampu gantung kristal menggantung indah di atasnya, namun suasana di ruangan itu lebih dingin dari salju di luar sana. Juliete duduk dengan tubuh tegak, sendoknya nyaris tak menyentuh piring. Sekilas ia berusaha terlihat tenang, namun matanya merah, lelah menahan rindu dan gejolak di dadanya. Setiap gerak napas terasa berat—ada kehampaan yang sulit dijelaskan. Julian, di ujung meja, menyendok makanannya dengan tenang, meski sesekali melirik adik perempuannya itu. Sheila di sisi lain memperhatikan mereka berdua dengan raut resah yang disembunyikan di balik senyum tipis. “Zamira…” suara Julian terdengar halus, tapi menyentuh seperti belati. “Kau tidak makan?” Juliete mendongak sedikit. Ia mencoba tersenyum, tapi tak berhasil. “Aku tidak lapar,” jawabnya pelan, matanya menunduk lagi ke arah sup yang sudah dingin. Julian menaruh sendoknya perlahan. “Kau harus jaga dirimu. Apalagi sekarang…” Kal

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status