Pada hari ke tujuh kepergian Ardi, hanya tersisa tiga kapal nelayan yang masih berani melakukan pencarian. Mereka masih mengarungi lautan di sekitar pulau secara berkelompok dari pagi hingga malam hari.
Malam ini salah satu kapal yang berisi Johan Si Preman pulau, Khafid dan Johar melihat penampakan kapal Ardi yang tengah terombang-ambing di tengah laut. Mata mereka berbinar, kapal itu adalah harta karun yang bernilai ratusan juta. Bahkan jika mereka berhasil menemukan mayat Ardi di dalamnya maka mereka juga akan mendapatkan mobil bak sesuai janji Bik Sum. Kapal Johan segera mendekati kapal Ardi yang gelap dan tak terdapat pencahayaan sama sekali. Mereka mengaitkan kedua kapal itu dengan sebuah tali.“Khafid, kamu tetap di kapal! Aku dan Johar akan masuk ke kapal Ardi,” titah Johar pada Khafid. Johar dan Johan segera melompat memasuki kapal Ardi. Angin dingin seolah berembus di tiap permukaan kapal kosong ini, menciptakan suasana mencekam hingga membuat bulu kuduk kedua pria yang dikenal sangar itu berdiri. Di bagian geladak kapal mereka tak menemukan siapa pun, langkah mereka mulai tertuju pada ruang kemudi. Suasana malam ini begitu sunyi, kapal bahkan tidak bergerak, tak ada debur ombak sedikit pun. “Firasatku gak enak Han!” kata Johar sambil terus berpegang pada lengan Johan. “His, pengecut kamu!” “Apa kamu mencium aroma busuk?” tanya Johar begitu mulai memasuki ruang kemudi kapal. Bau busuk menyeruak hingga membuat mual. “Berarti kita sudah dekat dengan bangkai Ardi,” kata Johan dengan mata yang berbinar. Di bagian pojok kemudi mata mereka menangkap sosok pria yang tengah terbujur kaku dengan kepala yang nyaris terjatuh karena proses pembusukan. “Gak kuat aku baunya!” keluh Johar, “Jika itu benar mayat Ardi bagaimana kita bisa membawa mayat yang hampir hancur itu?” tanya Johar. “Kita akan mengemudikan kapal ini hingga ke darat bersama mayat Ardi.” Senter mereka di arahkan pada mayat yang sudah mulai membusuk. Wajahnya hancur dan sulit dikenali, jika bukan karena hadiah, siapa saja pasti lebih memilih menenggelamkan mayat itu ke laut dari pada berkubang dengan bau bangkai. Johan dan Johar mulai mengemudi kapal Ardi, sementara Khafid mengemudi kapalnya sendiri. Di tengah perjalanan tanpa di sadari Khafid kapal kedua temannya tidak lagi mengekor di belakang. Sementara di dalam kapal Ardi kengerian semakin menyeruak, suara nafas berat mulai terdengar. Johan dan Johar saling menatap ketika mendengar suara nafas berat yang seperti nafas raksasa. Klek-klek... Suara patah-patah dari tulang mulai terdengar dari sudut di mana mereka menutupi jasad itu dengan terpal. Mayat itu mulai bangkit dengan gemertak tulang yang mengiringi. Johan dan Johar gemetar melihat mayat itu bangkit dan menyeringai dengan wajahnya yang hancur. Mereka ingin lari tapi kaki mereka seolah dipatri pada bidak kayu. Keringat dingin mengucur deras, wajah kedua orang itu pucat pasi. Semakin mendekat bau busuk semakin menusuk hingga paru-paru mereka terasa sesak. Kedua orang itu akhirnya pingsan tak sadarkan diri lagi. Khafid yang sudah sampai di pantai tidak bisa melihat kapal Ardi yang di kemudikan Johan dan Johar di belakangnya. Pagi hari warga desa geger setelah mendengar pengakuan Khafid yang pulang tanpa Johan dan Johar, meski banyak warga prihatin dan ingin melakukan pencarian tapi mereka masih merasa ketakutan dengan hantu Ardi yang gentayangan di tengah laut. Hingga pada hari berikutnya, Johan dan Johar di temukan di pesisir pantai lain yang berada di barat pulau. Mereka menaiki sebuah kapal tua yang usang dan terdampar di sana dalam keadaan linglung. Semua teror itu membuat banyak kepala keluarga berhenti melaut akibat gangguan hantu Ardi. Bukan hanya ketakutan itu yang membuat mereka berhenti melaut, tapi juga banyak pembeli yang kini enggan membeli ikan karena rumor bahwa ikan-ikan di lautan sudah makan mayat Ardi. Bahkan ada kabar bahwa warga pernah menemukan potongan kuku di perut ikan yang ia makan. Semua warga kini berkerumun di rumah Lek Harso, mereka ingin juru kunci ini melakukan sesuatu untuk menenangkan arwah Ardi hingga roda ekonomi sebagian besar mata pencarian penduduk sekitar bisa kembali berputar. “Semua kacau Lek kalau begini terus penduduk pulau bisa mati kelaparan,” keluh Pak RT, dan di angguki oleh kebanyakan warga yang berada di pertemuan Balai RW. Mata Lek Harso tampak menerawang jauh, ia menyesap rokok tembakau dan mengepulkan ke udara. Sebenarnya bukan kali pertama pemuda desa tenggelam di laut ini. Tapi entah kenapa kali ini berbeda dengan kasus Ardi, hawa mencekam bahkan berlangsung hingga hari ke sepuluh. “Besok kita adakan larungan ke Segara, siapkan bunga tujuh rupa dan ayam cemani.“Para warga mengangguk pada perintah Lek Harso, pria tua itu mulai pergi untuk menenangkan Samudera. Ia segera berjalan pelan menuju bibir pantai. Kakinya segera bersila dan telapak tangannya di satukan di depan dadanya. Lelaki tua itu melakukan hal itu hingga fajar menjelang. Matahari belum meninggi ketika para warga mulai datang ke bibir pantai membawa tumpeng, bunga tujuh rupa dan juga ayam cemani sesuai permintaan Lek Harso. Mereka segera melakukan ritual doa bersama dan mulai melarungkan sesaji itu ke bibir pantai. “Kalian pulanglah, pesta pernikahan akan segera berlangsung. Saat hajatan besar, laut akan memberi kalian banyak ikan sebagai hadiah.” Warga mulai berbinar, wajah yang sempat murung kini berseri penuh harap kembali. Mereka bersujud syukur di atas pasir dan bersuka ria padahal di sudut lain ada Bik Sum yang masih berdiri diam meratapi kepergian anaknya. Ia tak percaya bahwa anaknya akan menikah tanpa restunya dan bahkan dengan cara yang tidak biasa. “Kembalikan anakku!” teriaknya ke arah Samudera. Semua warga kini menoleh pada Bik Sum. Wanita tua itu tampak melepaskan semua perhiasan yang menempel di tubuhnya. Ia membuangnya ke tengah laut, semua orang hanya bisa menatap diam kegilaan wanita tua itu. Mereka bahkan tak berani memunguti perhiasan itu, mengingat itu adalah kekayaan yang sudah Ratu Segara berikan sebagai mahar. “Kukembalikan maharnya!” pekiknya pada lautan. “Aku tak butuh semua ini, kembalikan anakku! Aku tak merestui pernikahannya denganmu!” Duar! Petir menggelegar, awan hitam datang begitu cepat. Angin bertiup begitu kencang hingga banyak warga kesulitan menopang diri mereka sendiri. “Hentikan kegilaanmu sekarang!” pekik Lek Harso mendekati Bikin Sum. “Laut murka, semua yang di sini bisa dalam bahaya!” Warga segera menarik tubuh wanita tua itu secara paksa sebelum badai hebat menerjang desa mereka. Meski begitu wanita tua itu tak gentar ia tetap datang tiap hari ke bibir pantai, ia memaki lautan dan masih mengharapkan anaknya kembali. Saat semua harta yang ia larung sudah habis, ia pun hanya bisa melarung makanan seadanya seperti yang ia makan hari itu.Setelah memikirkan perkataan Ambar, hati Amitha mulai tergerak. Ia kemudian mengesampingkan egonya, yang terpenting adalah ia dan Sena bertahan hidup terlebih dulu. Jika mereka ditakdirkan untuk saling mencintai waktu akan menjawabnya sendiri pada akhirnya. Amitha menghubungi Catra, ia menyatakan kesediaannya untuk menikah dengan Sena, tapi ia ingin upacara pernikahan itu di lakukan secara diam-diam. Catra kemudian mengatur pertemuan dengan Sena dan Amitha pada hari berikutnya. “Guruku mengatakan bahwa pernikahan kalian harus di lakukan pada lima hari lagi di tempat Mbah Dayat. Wilayah itu sudah di pagari, dan akan menetralisir kekuatan Ratu Segara.” Amitha hanya mengangguk dengan malas ia tampak tak tertarik dan hanya ingin mengikuti alur. Ayahnya sudah tiada dan ia hanya tinggal dengan ibunya. Dia juga tak membutuhkan wali dari pihak keluarganya. Beberapa hari kemudian adalah hari yang di tentukan. Sena, Amitha dan Catra berkendara menuju ke tempat
Setelah menyesap minuman itu Sena merasakan dirinya menjadi linglung, darah di tubuhnya seolah mendidih dan ia merasa sedikit panas. Ada gairah yang tak terbendung saat melihat Elena.“Tak apa sayang, kamu hanya perlu melepaskan semua yang kamu inginkan.”Elena melingkarkan lengannya ke leher Sena, pria itu segera mencium Elena dengan kasar seolah ingin menyedot tubuh Elena menjadi satu dengan dirinya. Sena segera menggendong tubuh Elena ke ranjang dengan hati-hati. Melanjutkan tiap gerakan panas mereka di sana, namun selangkah saat inti dari pada kegiatan akan berada di puncak. Elena mendadak mengerang kesakitan, lehernya terasa panas seperti tercekik.Melihat ada yang tidak beres Sena kembali ke akal sehatnya. Ia bingung dan mulai teringat pada kesalahan yang akan ia perbuat. Tak ada banyak waktu untuk menolong Elena, gadis ini pasti akan menemui ajalnya. Wajah Elena sudah pucat dan lehernya memerah seperti luka bakar.“Tidak! Tolong l
Amitha terkejut saat Sena mengatakannya bahwa dirinya selama ini adalah pengantin langit yang di cari Sena. Tak banyak yang tahu bahwa dia adalah pengantin langit kecuali keluarga dekatnya.“Kenapa kamu bisa tahu tentang pengantin langit? Siapa yang memberitahu dirimu?” tanya Amitha dengan mencengkeram lengan Sena.Sena segera membuka sepatunya dan juga kaos kaki yang ia kenakan. Amitha heran pada apa yang di lakukan Sena, tapi sesaat kemudian lelaki itu menunjukkan sebuah tanda trisula di kaki kirinya.“Lihatlah, nasibku tidak jauh berbeda denganmu. Hanya saja aku adalah pengantin samudera.”Amitha mundur beberapa langkah, ia hampir tak mempercayai apa yang di katakan Sena, tapi saat ia memperhatikan lebih jelas mimik Sena ia tak melihat adanya kebohongan di balik itu.“Kenapa kamu mencari pengantin langit?”“untuk menyelamatkan kita dari nasib buruk ini.”“Adakah hal seperti itu?
Melihat wajah serius dari Harun, Amitha tahu bawa sepupunya ini sudah bertekad untuk tidak melakukan pendakian dan membawanya turun. Amitha tak punya pilihan lain dan pada akhirnya mengekor langkah Harun untuk kembali.“Bolehkah aku buang air kecil dulu?” tanya Amitha menghentikan langkah kakinya.“Baiklah, jangan terlalu jauh agar tidak tersesat. Aku akan menunggumu di sini.”Karena berbeda jenis kelamin Harun tak mungkin mengikuti Amitha untuk buang air kecil. Ia justru memalingkan pandangan matanya ke arah lain agar Amitha bisa buang air kecil dengan nyaman di semak-semak. Beberapa waktu telah berlalu, Amitha yang seharusnya kembali tak kunjung datang. Harun merasa resah, setelah ia melakukan beberapa kali teriakan untuk memanggil Amitha tapi ia tak mendapatkan jawaban. Ia akhirnya memutuskan untuk melihat area semak tempat Amitha tujuan tadi, tapi saat Harun sampai di sana bahkan jejak sepupunya pun tak ada.“Sial! Apa ya
Sena kembali ke apartemen tempat ia tinggal dengan Elena. Saat ia masuk Elena menyambutnya dengan pelukan hangat, mereka hampir tidak bertemu selama seminggu penuh. Begitu Sena datang Elena tak berhenti menghujani dirinya dengan ciuman dan pelukan. “Aku sangat merindukanmu,” rengek Elena. “Aku juga.” “Kamu seharusnya menghabiskan waktu libur bersamaku. Ke mana saja kamu pergi selama beberapa hari ini?” Elena menghabiskan waktu penuh kecurigaan selama Sena menghilang beberapa hari ini. Entah kenapa ia merasa bahwa Sena sedang menyembunyikan wanita lain di belakangnya. Elena menyipitkan matanya dan memiliki pemikiran buruk agar bisa mengikat Sena untuk tetap bersama dirinya. *** Di tengah malam Amitha terbangun dari mimpi buruknya. Ia seperti kembali di mana saat hari tergelap sepanjang hidupnya saat tersesat di Gunung Arang selama tiga hari. Ia berangkat bersama Harun menaiki gunung Arang. Harun merupakan sepupunya dan ia adalah Porter
Setelah menghabiskan malam di hotel Sena dan Catra memacu kendaraan menuju rumah wanita kedua yang jaraknya hampir 100 kilometer. Mereka baru saja menyelesaikan ujian tengah semester dan hanya punya waktu libur seminggu saja untuk melakukan pencarian keberadaan pengantin langit.Begitu sampai di desa pinggiran, mereka berhenti di rumah Hani, yang merupakan nomine kedua mereka.“Permisi, apakah Hani ada di rumah?” tanya Catra begitu memasuki pekarangan rumah. Ada seorang wanita dengan anak kecil yang tengah menjemur padi di depan rumah mereka.“Iya, saya sendiri. Ada apa ya?”Sena dan Catra terkesiap, mereka tak menyadari bahwa wanita yang mereka cari berubah lebih tua dari pada yang usia yang seharusnya. Wanita itu harusnya berusia 23 tahun tapi garis di wajahnya dan tanda kelelahan di bawah matanya membuat ia terlihat seperti berusia 40 tahun.“Kita mahasiswa dari Ibu Kota, ingin melakukan wawancara tentang dampak psi