Share

Sepuluh Juta Cukup?

"Siapa kamu? Jangan ikut campur! Anak ini harus diberi pelajaran biar kapok!"

Wanita itu menatap nyalang dan semakin emosi. Tetapi Agatha tidak takut, ia balas menatapnya tajam. Sementara si gadis kecil tadi bersembunyi di balik tubuhnya. Agatha pun beralih mengambil tangan gadis itu dan menggenggamnya erat agar ia merasa aman dan tidak perlu takut.

"Memangnya anak ini salah apa sampai Anda kasar begini? Tidak bisakah menasehatinya dengan cara yang lebih halus?" Agatha sudah melepas cekalannya saat dirasa masalah ini masih bisa diselesaikan tanpa kekerasan.

Wanita itu mengusap-usap lengannya yang terasa sakit, lalu mendengkus sebal. "Baju yang aku pake ini sangat mahal! Aku baru memakainya sekali, tapi dia malah mengotorinya dan tidak mau mengaku!"

Agatha memutar bola matanya jengah karena tidak habis pikir. "Jadi hanya karena itu Anda sampai membentak anak ini bahkan mau memukulnya? Di mana hati nurani Anda sebagai seorang perempuan?"

"Jangan sok menasehatiku, dan biarkan aku memberi anak itu pelajaran!" Lagi-lagi wanita itu menggeram kesal dan tidak mau mengalah.

"Dia, kan, sudah meminta maaf. Apa itu tidak cukup? Kotoran di baju Anda itu masih bisa dibersihkan dengan air." Agatha mendengkus sambil melirik pakaian wanita itu yang hanya kotor sedikit.

"Aku harus memukulnya supaya dia jera dan tidak mengulangi lagi kesalahannya! Dia juga harus lebih berhati-hati!"

Agatha menghela napas lelah. Ia tidak menduga bisa bertemu dengan spesies wanita yang seperti ini. "Kalau begitu pukul saya saja sebagai gantinya. Setelah itu Anda bisa pergi. Bagaimana?"

Wanita yang memakai lipstik merah itu tampak berpikir sebentar, sebelum akhirnya tersenyum meremehkan. "Baiklah kalau itu maumu."

"Tante, jangan. Aku mohon."

Agatha merasakan sebuah tarikan kecil, reflek ia menoleh. Gadis di sebelahnya sedang menatap penuh khawatir, Agatha mendadak terharu. Tetapi ia tidak akan luluh, Agatha lalu mengusap kepala si gadis kecil yang cantik itu.

"Tenang saja. Tubuh tante kuat, pasti rasanya hanya seperti digigit semut," ujar Agatha dengan nada lembut. Saat gadis kecil itu cemberut tidak percaya, Agatha terkekeh dan mengacak rambutnya.

Tidak jauh dari pertengkaran itu, Jayden yang baru selesai bertelepon dengan manajer kantornya terkesiap melihat Anna sedang bersama seorang gadis. Padahal selama ini putri semata wayangnya itu tidak pernah mau akrab dengan perempuan mana pun.

Jayden pun bergegas menghampiri, sampai di sana ia terkejut saat menyadari bahwa seseorang yang menggandeng Anna ternyata perempuan yang ia bawa dari bar tadi malam. Dan yang lebih membuat emosinya tersulut seorang wanita hendak menyakitinya.

"Ada apa ini?"

Tangan si wanita menor yang terangkat dan hendak memukul Agatha, seketika terhenti saat tiba-tiba terdengar suara berat. Secara reflek Agatha menoleh, seorang pria tampan dengan setelan jas berhenti di sampingnya.

Agatha terpana dalam beberapa detik sebelum tersadar dan meraih tangan si wanita tadi. "Cepat pukul saya dulu biar masalah cepat selesai."

Jayden menoleh tajam, segera ia menahan lengan Agatha. "Tunggu? Apa yang kamu lakukan?"

Agatha tertegun, lalu meneguk ludah susah payah sebab pria di hadapannya kini teramat menawan. Merasa auranya tidak bisa terbantahkan, dengan perlahan Agatha menurunkan tangan.

"Kamu siapa? Mau ikut campur lagi?"

Jayden kemudian beralih memandang wanita di hadapannya dengan dingin. "Bisa jelaskan dulu apa yang terjadi?"

"Anak itu penyebabnya." Wanita tersebut menunjuk Anna sambil merenggut kesal. Jayden spontan mengeraskan rahang.

"Dia menumpahkan es krim ke baju mahal saya, tapi malah tidak mau mengaku dan berkata tidak sopan. Lalu perempuan di sebelahnya itu meminta saya untuk memukulnya sebagai ganti. Kamu mau ikutan membela juga?" jelas wanita itu menggebu-gebu. Agatha menahan kepalan tangannya di sisi celana agar tidak memukul mulut wanita itu.

"Berapa harga baju Anda?" tanya Jayden yang sudah muak.

"Yang pasti baju ini limited edition. Saya membelinya di luar negeri."

Nada wanita sialan itu terdengar sombong. Agatha sangat ingin menampar. Kalau bukan karena pria di sebelahnya, Agatha tidak akan bisa menahan. Diam-diam Agatha melirik untuk melihat responnya, tapi ia mengernyit karena pria itu malah membuka ponsel dan mengetikkan sesuatu.

"Kirim nomor rekening Anda, apa sepuluh juta cukup?" tawar Jayden tanpa pikir panjang. Dari pada masalah tidak kunjung kelar, ia pikir wanita itu akan menyukai uang.

Agatha yang mendengar itu spontan membuka mulutnya lebar, menatap pria tampan itu dengan mata membulat. Bagaimana bisa ia memberikan uang sebanyak itu dengan cuma-cuma? Sepuluh juta bahkan bisa menghidupinya hingga berbulan-bulan ke depan.

Seringain kecil langsung terbit dari bibir wanita itu. Dengan perasaan senang ia menunjukkan sejumlah nomor di ponselnya. "Memang seharusnya sejak tadi kamu menawarkan itu."

Jayden selesai mengirimkan saldo. Dan benar saja, wanita mata duitan itu bisa segera pergi dan masalah selesai. Jayden akhirnya menghela napas lelah. Kemudian ia merasakan tarikan kecil pada kemejanya. Ternyata Anna.

"Papa."

Agatha tersentak mendengar panggilan itu. Hatinya terasa terpental jauh. Pria yang terlihat muda ini, ternyata ayah dari gadis kecil di sebelahnya? Agatha merutuki dirinya sendiri karena sempat jatuh cinta pandangan pertama.

Jayden berjongkok di depan Anna, lalu tersenyum. "Anna, kamu baik-baik saja, kan?"

Anna mengangguk-angguk sambil melihat ke arah Agatha. "Tante ini menyelamatkan aku. Dia sangat baik dan keren."

Jayden ikut mendongak. Agatha menggarukkan tengkuk saat pria itu menatapnya, lalu tersenyum kikuk. "Ah, bukan apa-apa. Saya hanya tidak suka melihat anak kecil dikasari."

Jayden mengusap kepala Anna sambil tersenyum. "Terima kasih. Kamu perempuan pertama yang dipuji oleh Anna."

"S–sungguh?" Agatha membelalak. Jayden mengangguk dengan senyum tipis.

Anna memutar tubuh, menghadap Agatha. Ia menarik kedua sudut bibir, lalu menyodorkan tangan mungilnya. "Aku Anna, nama tante siapa? Bisakah kita berteman?"

Agatha terkikik kecil, tidak tahan untuk berjongkok dan menjajarkan tubuhnya dengan Anna. Ia mencubit gemas pipi gembul milik gadis itu sebelum membalas jabatan tangan Anna.

"Nama aku Agatha. Salam kenal, Anna. Mulai sekarang kita adalah teman."

Mata Anna seketika berbinar. Wajahnya berseri-seri. "Yeay! Aku punya teman baru! Salam kenal Tante Agatha yang cantik!"

Agatha tertawa geli sambil mengacak rambut Anna pelan. Sedari dulu ia sangat menyukai anak-anak. Melihat mereka ceria menjadi salah satu semangatnya. Berbeda dengan Jayden yang terdiam, ia memang senang, tapi di sisi lain sangat heran karena Anna tidak pernah sebahagia itu saat bertemu orang asing.

Hati Jayden tiba-tiba tersentuh. Rasa kagum seketika terpancar saat melihat interaksi Agatha dan Anna. Agatha, perempuan yang ia selamatkan dari kakak tirinya, apakah ia mengingat perihal tadi malam?

"Kapan kita bisa bermain, Tante? Aku sangat kesepian karena papa lebih suka bekerja. Dia menyebalkan dan tidak seru," omel Anna. Bibirnya mengerucut lucu. Agatha terkekeh. Tak menyangka mendapat ajakan main secepat ini.

Jayden yang tersadar spontan mendelik. "Hei, kenapa kamu bilang begitu, Anna? Bukankah setiap hari kita bermain?"

"Hanya sebentar, kemudian papa sibuk lagi dengan laptop. Akhirnya aku bermain sendiri," gerutu Anna sebal. Agatha tertawa. Menggemaskan sekali raut wajah Anna yang terlihat kesal itu.

Jayden menghela napas pelan. Ia tidak menampik kebenaran itu. Juga tidak bisa mengelak bahwa Anna memang membutuhkan seseorang yang bisa menemaninya ketika ia sedang bekerja.

"Memangnya mama kamu di mana, Anna? Bukankah bisa bermain dengannya?" celetuk Agatha penasaran. Tanpa ia sadari bahwa Jayden sedang menyembunyikan kepalan tangan.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status