"Apa yang kau lakukan pada Ibuku?"
Tatapan Dallen terlihat begitu menyala ketika ia bicara dengan Elena yang membawa ibunya ke rumah sakit. Dallen tidak sempat pulang setelah dari bandara, tapi langsung ke rumah sakit setelah ia meminta Elena untuk langsung membawa ibunya ke sebuah rumah sakit. "Apa kau mengadu tentang sikapku pada anak itu? Kau pasti melakukannya, kan? Apa kau tahu kalau akhir-akhir kesehatan Ibuku sedang tidak baik? Kau telah menambah beban pikirannya dengan menjual cerita sedih murahan tentang anak sialan itu." Dallen kembali menyerang Elena dengan kata-katanya. Elena mengepalkan tangan sebagai usahanya dalam mengendalikan emosi karena dihadapkan pada orang seperti Dallen yang begitu mirip dengan ayahnya. Dallen tahu betul kalau kesehatan ibunya sedang tidak baik, tapi dia masih saja bersikap arogan seperti ini. "Saya yakin, sikap Anda pada Hannah adalah beban pikiran terbesar Bu Liana saat ini." Elena memberanikan diri untuk membalas ucapan Dallen. "Sebaiknya kau jaga ucapanmu." Dallen memperingatkan Elena. "Anda sudah tahu kalau kesehatan Bu Liana sedang tidak baik, tapi Anda masih saja sering tidak ada di dekatnya. Anda masih memiliki seorang ibu yang menyayangi Anda, jadi jagalah ...." "Kau ..." Dallen mendekat ke arah Elena dengan tangan kanan yang terangkat dan terlihat seperti ingin memukulnya, tapi seorang dokter datang dan menghentikan aksi gila Dallen. "Tidak bisakah kau fokus pada ibumu dulu?" pria yang akrab disapa dokter Daniel ini bicara dengan sedikit membentak Dallen. "Paman Daniel, bagaimana keadsan Ibuku?" tanya Dallen yang tampak begitu khawatir. "Kau ikut denganku." Daniel berjalan lebih dulu menuju ke ruangannya dan diikuti oleh Dallen. Sedamgkan Elena hanya bisa berharap kalau keadaan Liana akan baik-baik saja. Elena juga tidak bisa terlalu lama di sini. Elena harus segera pulang karena tugasnya adalah mengasuh Hannah. Sekarang pun Elena sudah mendapatkan pesan singkat yang memintanya untuk cepat pulang karena takut jika nanti Hannah bangun. "Ibumu menderita leukemia mieloblastik akut. Penyakitnya baru dipastikan hari ini. Perkembangan kanker darah jenis ini sangat cepat dan agresif. Aku sudah meminta ibumu agar tetap di rumah sakit karena harus segera mendapatkan pengobatan, tapi dia menolak karena mengkhawatirkan Hannah." Dallen terdiam setelah mendengar kondisi ibunya dari Daniel yang merupakan dokter, sekaligus pemiliki rumah sakit ini dan merupakan teman baik ibunya sejak mereka masih muda. Dallen sedih, terkejut, dan marah di saat yang bersamaan. Ibunya menderita sakit separah itu, tapi tidak memberitahunya dan sekarang malah menunda pengobatan hanya karena mengkhawatirkan Hannah. Kenapa ibunya harus membahayakan dirinya sendiri demi seorang anak pembawa sial? "Jangan berpikir untuk menyalahkan Hannah. Ibumu tidak akan khawatir jika kau bisa bersikap lebih baik pada putrimu sendiri." Daniel seakan bisa membaca isi pikiran Dallen. Dallen mulai malas jika sudah ada pembahasan tentang anak itu. Daniel sama seperti ibunya yang selalu menekannya untuk menerima Hannah sebagai putrinya, tapi mereka tidak pernah peduli dengan lukanya. "Tolong berikan perawatan terbaik untuk Ibuku," ujar Dallen. "Aku akan melakukannya tanpa kau minta, tapi semua itu tidak akan berguna jika ibumu tidak mau menerima pengobatannya. Kau harus membujuknya, hilangkan rasa khawatirnya, baru kita bicarakan pengobatannya. Kau masih bisa bersikap selayaknya seorang anak, kan?" Daniel pergi meninggalkan Dallen yang masih terdiam di tempat duduknya. Dallen tampak memghela napas karena masih tidak percaya dengan semua ini. Setelah Rosa, mendiang istrinya meninggal karena memilih untuk melahirkan anak itu, sekarang ibunya juga sampai menunda pengobatan karena mengkhawatirkan anak yang telah membunuh istrinya. "Dia benar-benar pembawa sial," gumam Dallen. Tangan Dallen terlihat mengepal dan ia memukul meja kerja Damiel.*** Karena tidak enak jika harus meminta supir pribadi Bu Liana untuk mengantarnya pulang, Elena akhirnya memilih pulang dengan naik bus. Dalam perjalanan Elena kembali menerima kabar tentang Hannah yang untungnya saat ini masih tidur dengan nyenyak. Elena memasukan ponselnya ke dalam saku seragamnya, lalu menyandarkan kepalanya kepalanya di kaca jendela bus. Pandangannya kini fokus pada seorang anak perempuan yang sepertinya baru berusia 5 tahun yang sedang dipangku oleh ayahnya. Anak perempuan itu terlihat sangat bahagia sampai membuat Elena ikut tersenyum saat melihatnya tertawa karena obrolan dengan ayahnya. Mereka terlihat sangat manis sampai membuat Elena iri melihatnya. "Kenapa aku dan Hannah tidak bisa seperti itu? Kesalahan apa yang kami lakukan sampai mendapatkan sosok ayah yang bahkan tidak menginginkan kehadiran kami? Ini hukuman atau apa?" Elena bergumam sendirian. Tidak lama, Elena kini sudah sampai halte tujuannya. Elena turun dari bus dan sekarang akan melanjutkan perjalanannya dengan berjalan kaki karena kediaman Liana sudah dekat. Sampai akhirnya, Elena tiba di rumah megah itu, tapi ia malah melihat pemandangan yang tidak terduga. "Siapa pria itu? Kenapa dia mengambil Hannah?" Elena bertanya-tanya pada dirinya sembari mempercepat langkahnya karena ia tidak mengenal pria yang saat ini menggendong Hannah dan Liana tidak pernah mengatakan apa-apa tentang hal ini. "Maaf, Anda siapa? Kenapa Anda membawa Hannah?" Elena terlihat panik. "Aku akan membawa Hannah pergi jauh dari keluarga yang tidak pernah menginginkan kehadirannya." Pria muda dengan setelan jas rapi ini bicara sembari masuk ke dalam mobil bersama Hamnah yang masih tertidur."Sudah tahu kau memiliki alergi terhadap kacang, lalu kenapa kau masih makan kacang? Bagaimana jika kau mati saat bersamaku? Aku yang akan terkena masalah!" Elena yang saat ini masih terbaring di ranjang rumah sakit ingin mengatakan banyak hal untuk mrmbalas ucapan Dallen yang bisa-bisanya membahas tentang kematiannya saat ia masih hidup, tapi Elena merasa tenaganya belum benar-benar pulih untuk bisa berdebat dengan Dallen. "Maafkan saya. Saya tidak tahu kalau makanan tadi mengandung kacang. Selain itu, terima kasih sudah membawa saya ke rumah sakit." Pada akhirnya, hanya kalimat itu saja yang bisa Elena berikan pada Dallen. Elena tidak mengerti kenapa ia bisa seceroboh ini. Elena tidak bisa membayangkan akan seperti apa nasibnya jika tidak ada Dallen atau yang menolongnya. Namun, kini, Elena menjadi mengetahui kalau Dallen tidak sedingin yang terlihat. Dallen masih punya sisi kemanusiaan dalam dirinya. "Bagaimana dengan Hannah? Apa Anda sudah mendapatkan kabar terbaru?
"Apa yang dia lakukan? Dia minum saat anaknya hilang? Memangnya ini sebuah perayaan?" gumam Elena saat ia kembali setelah makan dan melihat Dallen yang sedang duduk dengan ditemani oleh beberapa botol soju. Dallen tampak tenang saat ini, padahal Elena berharap kalau Dallen akan panik karena anaknya hilang. Melihat Dallen yang tenang seperti ini membuat Elena membayangkan kalau ayahnya pasti tidak akan pernah menangisi kematiannya nanti. Elena tidak ingin orang lain sedih karena dirinya, tapi ia ingin melihat ayahnya sedih jika suatu saat kehilangannya dan menyesal karena telah mengabaikannya. "Apa aku bisa menyadarkan Dallen dari kesalahannya? Aku bahkan tidak bisa melakukan apa-apa pada hidupku sendiri." Elena menjadi hilang kepercayaan diri sekarang. Sebelumnya, Elena berpikir tidak apa-apa jika hidupnya tidak bisa berubah, tapi hidup Hannah harus berubah. Namun, bagaimana jika tidak ada yang berubah sama sekali? Bukankah manusia berubah dengan keinginannya sendiri? "B
"Apa maksud Anda hilang? Tolong jangan bercanda, Pak Dallen." Elena berharap kalau Dallen hanya sedang bermain-main saja. Dallen hanya diminta untuk menjaga seorang anak kecil dan anak itu adalah putrinya sendiri. Bagaimana bisa Dallen kehilangan Hannah? "Apa aku terlihat seperti sedang bercanda? Aku hanya meninggalkannya sebentar untuk menelepon seseorang dan dia sudah tidak ada saat aku kembali," ucap Dallen. Elena menatap tumpukan pasir dan beberapa mainan milik Hannah yang tadi ia gunakan, lalu melempar jus di tangannya dan setelahnya langsung mencari keberadaan Hannah di sekitar pantai. Jika Hannah tidak ditemukan, maka Elena meyakini kalau itu adalah kesalahannya karena berani meninggalkan Hannah dalam tanggungjawab Dallen. Sementara Dallen masih terdiam di tempatnya dengan raut wajah yang terlihat begitu panik. Dallen tidak menduga kalau keadaan akan menjadi seperti ini. Ia meninggalkan Hannah tidak sampai 15 menit, lalu bagaimana bisa anak kecil lenyap begitu s
"Kenapa penderitaan ini tidak berhenti padaku? Kenapa Hannah juga harus merasakannya?" Elena bicara dengan begitu pelan dan hanya bisa didengar oleh dirinya sendiri. Elena juga sampai menundukkan kepalanya untuk menyembunyikan air matanya yang menetes setelah mendengar ucapan Hannah. Dallen terus menatap Hannah selama beberapa saat. Dallen tidak tahu apakah selama ini sikapnya selama ini tidak cukup untuk menggambarkan kebenciannya atau Hannah yang memang belum memahami sesuatu? "Ya, tentu saja ayah sayang padamu." Dallen bahkan tidak yakin dengan apa yang ia katakan saat ini. "Aku juga sayang Ayah!" Hannah tersenyum dengan begitu lebar seakan tidak pernah ada hal buruk yang terjadi padanya. Dallen hanya menatap Hannah kali ini. Pikiran Dallen melayang jauh membayangkan bagaimana jika Rosa masih ada bersamanya. Jika Rosa masih ada, maka Dallen yakin keluarganya akan menjadi keluarga yang bahagia, bukan keluarga yang hancur seperti ini. "Pak Dallen, Anda baik-baik saja?"
"Sebelumnya, Hannah sempat berkelahi dengan salah satu temannya. Saya mencaritahu penyebabnya dan itu terjadi setelah Hannah diejek karena hanya orang tuanya yang tidak hadir saat kami mengundang orang tua murid untuk menyaksikan anak-anak menyanyi pada hari anak." "Saya mengerti keadaan keluarga Anda, tapi tolong luangkan waktu untuk Hannah demi kebaikannya. Dari semua anak-anak, Hannah menjadi yang paling pendiam. Saya sudah menelepon Bu Liana terkait hal ini, tapi saya diminta untuk bicara dengan Anda." Ucapan wali kelas Hannah rasanya masih bergema di telinga Dallen bahkan setelah ia meninggalkan ruangan guru dan kini sedang menatap Hannah dari balik jendela kelasnya. Di rumah, Hannah tampak cerita, tapi sekarang, Dallen melihat Hannah duduk sendirian dengan mainannya di saat anak-anak lain sibuk bermain bersama. "Apa yang terjadi? Apa Hannah baik-baik saja selama di sekolah?" tanya Dave, tapi ia tidak mendapat jawaban dari Dallen. "Hannah kesepian," gumam Elena yang m
Setelah mencari keberadaan Hannah, Dave akhirnya menemukan Hannah yang sedang berada di ruangan khusus untuknya bermain. Di sana, Dave bisa mendengar Hannah bicara pada boneka beruang miliknya yang diberi nama Nini. Hannah bercerita kalau semalam ia tidur dengan ayahnya dan memeluknya dengan erat. Dave bisa melihat kebahagiaan di wajah Hannah saat bercerita dan air matanya jatuh begitu saja saat mendengar cerita Hannah. Anak seusia Hannah biasanya akan sangat senang ketika diberikan mainan baru, tapi Hannah bisa begitu senang hanya karena mendapatkan pelukan dari ayahnya. "Hannah," panggil Dave dengan begitu lembut. "Paman!" Hannah tampak begitu bersemangat dan langsung berlari ke arah Dave untuk memeluknya dengan begitu erat. "Kenapa Paman ada di sini?" tanya Hannah yang sekarang sudah tidak lagi memeluk pamannya. "Paman merindukanmu. Hari ini, paman yang akan mengantarmu ke sekolah," jawab Dave. "Aku tidak mau pergi dengan Paman. Aku ingin pergi dengan Ayah." Hanna