"Pak Dallen, saya bukan Rosa." Sia-sia saja rasanya Elena mengatakan ini karena Dallen tidak juga bangun dan melepaskannya. Elena tahu siapa Rosa, yaitu mendiang istri Dallen dan ibu dari Hannah. Elena hanya tahu sampai di situ, tidak termasuk kisah Rosa dan penyebab dari semua kebencian Dallen pada Hannah. "Jangan tinggalkan aku lagi. Aku mohon." Dallen kembali bicara dalam tidurnya bahkan kini menangis. Elena berhenti berontak ketika mendengar isak tangis Dallen tepat di telinganya. Elena pikir, telinganya salah dengar, jadi ia mengangkat sedikit kepalanya untuk melihat Dallen. Saat ini, Elena bisa melihat Dallen menangis dan air mata mulai jatuh dari sudut matanya. "Pak Dallen ..." Elena mengusap air mata Dallen dan entah mimpi apa yang dia alami sampai membuatnya menangis seperti ini. "Jangan tinggalkan aku." Dallen kembali mengucapkan kalimat yang sama dan pelukannya menjadi semakin erat. Untuk beberapa saat, Elena hanya terdiam dalam posisi ini dan terus mempe
Suasana meja makan terasa berbeda hari ini, sebab untuk pertama kalinya, Dallen mau makan di meja yang sama dengan Hannah bahkan balita manis itu duduk tepat di sebelahnya. Namun, suasana tidak seceria layaknya kebersamaan ayah dan anak yang diharapkan, tapi Elena bisa memahami hal itu. Dallen mau satu meja dengan Hannah saja sudah menjadi sebuah kemajuan yang luar biasa. Dallen terlihat sangat tidak nyaman ketika harus duduk bersebelahan dengan Hannah, apalagi Hannah beberapa kali menyodorkan makanan bekasnya dan Elena tidak menghentikan hal itu. Elena hanya menatapnya dan terlihat jelas kalau dia akan mengadu jika ia kasar pada Hannah. Bukankah menjijikan memberikan makanan bekas gigitannya pada orang lain? Kenapa Elena membiarkan Hannah melakukan hal itu? "Kau makan sendiri saja, ya?" sekali lagi, Dallen harus menolak dengan halus, lalu menatap Elena dengan sedikit tajam. "Kenapa kau membiarkan Hannah melakukan ini? Apa kau tidak tahu kalau perbuatannya tidak sopan dan
"Kenapa kau melakukannya lagi?" Liana menatap Dallen dengan penuh kekecewaan. Liana telah menaruh harapan lebih pada putranya, tapi pada akhirnya ia dikecewakan lagi. "Apa maksud Ibu? Aku tidak mengerti," ucap Dallen. "Apa kau sungguh berpikir ibu tidak tahu apa-apa? Hannah ada karena dirimu, lalu kenapa kau selalu saja menyebutnya sebagai anak pembawa sial? Kau bahkan menyakitinya secara fisik juga. Jika kau tidak bisa bersikap layaknya seorang ayah, setidaknya bersikaplah sebagai seorang manusia." Dallen sempat menundukkan kepalanya setelah mendengar ucapan ibunya. Dallen sebenarnya cukup yakin kalau ibunya akan mengetahui hal itu entah dari siapa, tapi ia masih saja berharap ibunya tidak akan mengetahuinya. Dallen tidak ingin membuat ibunya kecewa lagi, tapi kalimat itu keluar begitu saja dari mulutnya, begitu juga dengan sikap kasarnya. "Maafkan aku." Dylan kembali bicara, lalu kembali mengangkat kepalanya untuk menatap sang ibu. "Kenapa kau meminta maaf pada ibu? K
"Kenapa mereka belum bangun? Hannah baik-baik saja, kan?" Elena yang saat ini berdiri di depan kamar Dallen tampak meremas tangannya karena ia merasa begitu khawatir, tapi masih ragu untuk menerobos masuk ke kamar Dallen. Elena tidak mau dipanggil mesum lagi. Sekarang sudah jam 8 pagi dan setahu Elena, Dallen biasanya sudah bangun bahkan sebelum jam 7 pagi, tapi kenapa sekarang berbeda? Apakah terjadi sesuatu? "Astaga, apa yang harus aku lakukan?" Elena lagi-lagi bergumam. "Kau di sini lagi? Kau rajin sekali menjenguk Pak Dallen." Ini adalah suara Mira yang sedang melakukan tugasnya untuk bersih-bersih, tapi menyempatkan dirinya untuk menyapa Elena. "Menjenguk apanya? Hannah tidur lagi dengannya, tapi kenapa sampai sekarang mereka belum bangun juga? Bukankah itu aneh?" Elena menoleh ke arah Mira. "Kau sepertinya terlambat bangun. Pak Dallen ada di ruang olahraganya bersama Hannah, makanya aku mau mengambil baju kotor di kamarnya." Mira langsung masuk bersama keranjan
"Apa kau punya utang, lalu kau membawa penagih utang itu datang ke rumahku dengan harapan mendapatkan perlindungan? Berani sekali kau melakukan itu!" Dallen terus menggerutu kesal sembari turun dari mobil setelah sampai di rumah. Elena ingin membalas ucapan Dallen untuk menjelaskan kalau ia tidak akan pernah membawa penagih utang ke rumah ini untuk alasan apapun, tapi Dallen tidak pernah memberikan kesempatan padanya untuk bicara. "Aku akan meminta Ibuku memecatmu jika sampai terjadi sesuatu di rumahku!" Dallen berulang kali mengatakan kalimat itu setiap kali Elena mencoba untuk bicara. Ketika sampai di depan teras rumahnya, Dallen melihat ada seorang pria dengan penampilan yang berantakan sedang berdiri di sana dengan wajah angkuhnya. Dallen menengok ke bawah dan melihat ada tiga pria dengan penampilan yang setipe sedang duduk dam langsung berdiri ketika pria yang berdiri tadi mulai mendekat ke arahnya. "Ravi ..." gumam Elena yang begitu terkejut karena Ravi yang bisa d
Elena merasa kalau hidupnya akan hancur hari ini di tangan Ravi. Tidak akan ada orang yang akan menolongnya, sebab orang-orang yang ia harapkan untuk peduli tidak sedikit pun peduli padanya. Elena berusaha keras mempertahankan kehormatannya dari pria berengsek seperti Ravi. Namun, ketika pertahanannya terlalu kuat, maka Ravi tanpa ragu langsung memberikan tamparan padanya, lalu menarik rambutnya ke belakang dengan begitu kuat. "Kau ternyata sangat menyebalkan, tapi tidak apa-apa, aku akan memaafkanmu kali ini karena pemberontakanmu membuatku semakin ingin bercinta denganmu," ucap Ravi yang terus berusaha melepaskan pakaian Elena. Sampai akhirnya, lengan kanan baju Elena sobek dan Ravi terus menarikmya sampai robekan itu membesar dan memperlihatkan pakaian dalam Elena. Elena menangis sejadi-jadinya dan terus berteriak meminta tolong. Elena berharap ada seseorang yang akan menolongnya walau itu terdengar mustahil sekali pun. Ketika baju Elena ingin dirobek kembali, pintu motel ter
"Kau yang memikirkan apa? Apa kau pikir aku menginginkan tubuhmu? Kau memang gadis mesum!" Dallen berteriak pada Elena yang bisa-bisanya bersikap seolah ia sedang berhadapan dengan seorang pria mesum. "Lalu, kenapa Anda menatap tubuh saya?" tanya Elena yang sampai saat ini masih memeluk dirinya sendiri. Dallen menghela napas, kemudian mendekat pada Elena dan menyingkirkan tangan Elena yang menutupi bajunya. "Kau memakai pakaian palsu," ucap Dallen setelahnya dan membuat mata Elena seketika membulat. "Apa?" Elena terkejut karena sempat mengira kalau Dallen menginginkan tubuhnya, tapi ternyaya Dallen fokus pada pakaiannya. Elena sedikit menunduk untuk menatap gaun selutut dengan motif floral yang sedang ia gunakan, kemudian kembali menatap Dallen. "Tidak mungkin ini palsu. Saya membelinya dari mantan sahabat saya. Walau dia merebut pacar saya, tapi dia tidak mungkin menipu saya." Elena membeli gaun ini dengan menggunakan uang yang telah ia tabung dengan sepenuh hatinya dan ak
"Terima kasih karena Anda sudah mau menidurkan Hannah." Elena cukup yakin bahwa rasanya ia tidak perlu berterima kasih pada sosok ayah karena telah mau bersama putrinya, sebab memang sudah sepantasnya seorang ayah melakukan hal itu. Namun, Dallen adalah pengecualian. "Jika aku tidak mau, maka kau pasti akan mengadu pada Ibuku, 'kan?" balas Dallen yang saat ini berusaha menidurkan Hannah di ranjangnya. "Saya juga perlu melakukan tugas saya." Dallen melirik Elena dengan tajam. Dallen perhatikan, Elena sudah semakin berani sekarang, padahal Elena belum lama di sini. Sudahlah, Dallen ingin segera menidurkan Hannah, lalu kembali ke kamarnya untuk beristirahat. "Ayah harus tetap di sini." Namun, Hannah malah kembali terbangun setelah dibaringkan di ranjang dan ia memeluk leher Dallen dengan begitu erat. "Kakak juga," ucapnya lagi sembari menatap Elena dengan tatapan yang begitu memohon. Dallen kesal dan ingin berkata bahwa semua ini membuatnya muak, tapi ia harus menahan d