Mobil yang membawa Maya dan Pak Robert sampai di sebuah rumah besar di kawasan elite. Hati Maya berdebar khawatir atas tanggapan istri Pak Robert. Meskipun dia sudah pernah bertemu, bisa jadi pikiran lain muncul terkait kedatangannya yang tengah malam begini.
Tampak satpam membuka pintu dengan tergopoh. Mungkin tadi ketiduran sehingga beberapa kali diingatkan pintu gerbang belum juga terbuka.
"Maaf Tuan," ujar satpam sambil menaikkan kedua tangannya di dada.
Mobil menuju tepat di depan pintu utama. "Ayo Maya turun," titah Pak Robert.
Maya tampak ragu, namun dia tidak punya pilihan lain selain menuruti perintah bosnya tersebut. Pun saat Pak Robert membuka pintu utama, dia hanya bisa mengekor di belakangnya.
Suasana rumah yang cukup besar itu sepi sekali. Tidak ada penghuninya yang masih terjaga. Ruang tamu di rumah ini tidak cukup luas. Justru yang luas itu ruang keluarga. Yang menyatu dengan ruang makan, kamar tamu dan nyambung ke teras belakang. D
Mobil yang membawa Maya dan Pak Robert sampai di sebuah rumah besar di kawasan elite. Hati Maya berdebar khawatir atas tanggapan istri Pak Robert. Meskipun dia sudah pernah bertemu, bisa jadi pikiran lain muncul terkait kedatangannya yang tengah malam begini.Tampak satpam membuka pintu dengan tergopoh. Mungkin tadi ketiduran sehingga beberapa kali diingatkan pintu gerbang belum juga terbuka."Maaf Tuan," ujar satpam sambil menaikkan kedua tangannya di dada.Mobil menuju tepat di depan pintu utama. "Ayo Maya turun," titah Pak Robert.Maya tampak ragu, namun dia tidak punya pilihan lain selain menuruti perintah bosnya tersebut. Pun saat Pak Robert membuka pintu utama, dia hanya bisa mengekor di belakangnya.Suasana rumah yang cukup besar itu sepi sekali. Tidak ada penghuninya yang masih terjaga. Ruang tamu di rumah ini tidak cukup luas. Justru yang luas itu ruang keluarga. Yang menyatu dengan ruang makan, kamar tamu dan nyambung ke teras belakang. D
"Baiklah. Saya akan bersiap-siap. Kita berangkat sama sopir saja," kata Bu Robert lagi.Sepanjang perjalanan Maya masih diliputi perasaan gundah. Khawatir tidak mampu menghadapi Bu Hadi. Di satu sisi dia adalah korban. Di satu sisi selama ini Bu Hadi baik sekali kepadanya.Mobil yang membawa mereka sampai di kost Maya. Dari luar tampak sepi. Anak kost sepertinya sedang beraktivitas di luar semua. Maklum yang kost di situ adalah para karyawan dan sebagian anak kuliahan. Jadi jam pagi seperti ini sudah keluar semua. Beberapa kali Maya mengetuk pintu. Namun tidak ada sahutan dari dalam."Sepertinya tidak ada orang Bu Robert. Anak kost sudah berangkat semua. Mungkin ibu kost sedang keluar juga,"" kataku. "Hmm apa tidak coba kamu telepon dahulu?" Saran Bu Robert."Baiklah," ujar Maya. Dia segera mencari ponselnya di dalam tas, untuk melakukan panggilan kepada Bu Hadi, ibu kostnya.Namun belum sempat teleponnya diangkat tiba-tiba terdengar pintu yang dibuka. Tampak wajah pucat Bu Hadi di
Keesokan harinya, seperti biasa Maya berangkat bekerja. Ia berangkat bersama Adel dengan berjalan kaki. Jarak kost mereka ke kantor hanya 10 menit berjalan kaki. Jadi, sangat hemat transport."Bagaimana di kost baru Maya?" tanya Adel saat mereka berangkat."Merasa aman," jawab Maya."Memang di kost lama tidak aman?" tanya Adel lagi.Maya menghela nafas panjang. Mau bercerita rasanya dia belum bisa. Apalagi peristiwa percobaan pemerkosaan yang dialaminya baru saja terjadi dua hari lalu. Siapa yang tidak trauma dengan hal seperti itu, sedangkan dia di posisi sebagai korban?"Ceritanya panjang Adel. Tidak cukup aku ceritakan dalam waktu 10 menit sampai di kantor," jawab Maya."Hmm, sepertinya ada sebuah peristiwa yang sangat membekas," ujar Adel."Iya. Sangat membekas, bahkan aku tidak akan bisa melupakan seumur hidupku," ujar Maya."Wah, kamu ini bikin aku penasaran saja Maya. Pokoknya kamu punya hutang cerita ke aku," kata Adel."Memang ada hutang cerita? Bukannya yang lazim itu hutang
Setelah semua kembali ke tempat masing-masing, pak Robert menelepon istrinya. "Ma, bisa dibantu carikan psikolog yang bisa bantu Maya," ujar Pak Robert via telepon.Yang ditelepon tampak gugup. "Memang ada apa dengan Maya, Pa?" tanya nyonya Robert."Sepertinya dia masih trauma bertemu dengan laki-laki. Meskipun laki-laki itu sudah dikenal dia sebelumnya," ujar Pak Robert menjelaskan."Segiitunya? Baiklah nanti mama carikan ya psikolog terbaik," kata istri Pak Robert tersebut.Setelah itu sambungan telepon ditutup."Kalau trauma bertemu laki-laki mengapa kalau bertemu Pak Robert kamu tidak takut?" tanya Sekretaris Lili kepada Maya."Karena Pak Robert yang sudah menolongku Bu," jawab Maya.Pak Robert yang mendengar pertanyaan. Itu ikut bergabung dengan Maya dan Lili. "Hmm maaf ya Maya. Mungkin aku terpaksa harus menceritakan sedikit hal yang menimpamu kepada Lili, agar bisa saling mensupport sebagai keluarga besar di p
Maya dan Bu Yuni berpindah ke ruangan lain. Dua perempuan yang baru saling kenal tersebut ternyata cepat akrab. Maya yang murah bergaul sangat klop dengan Bu Yuni yang memang seorang psikolog."Saya hampir tidak percaya kalau kamu bisa mengalami trauma bertemu dengan laki-laki lain," ujar Bu Yuni."Entahlah Bu. Saya juga heran dengan diri sayq sendiri. Bertemu berdua saja dengan lelaki membuat kenangan saat mengalami percobaan perkosaan itu muncul dengan tiba-tiba," kataku."Kalau bertemu saat bersama orang lain bagaimana?" tanya Bu Yuni."Tadi saat berangkat kerja bersama Adel tidak ada masalah Bu. Nah begitu di pantry seorang diri terus ada laki-laki yang datang, rasa ketakutan itu muncul. Meskipun yang datang itu sudah saya kenal sebelumnya," jelas Maya."Berarti kamu trauma saat sendirian dan ada laki-laki yang sendirian datang," kata Bu Yuni."Ya Bu," jawab Maya."Tidak semua laki-laki itu jahat Maya..Ayahmu atau mungkin adik lak
Sebulan kemudian,Kondisi mental Maya sudah membaik. Bahkan bisa dianggap normal kembali. Bahkan sudah seminggu ini dia mengikuti pelajaran kuliahnya.Hubungannya dengan teman-teman laki-laki juga sudah baik. Terutama dengan Pandu. Yang juga teman sekelasnya. Maya sering meminta materi kuliah dari Pandu saat dia masih belum bisa mengikuti perkuliahan karena masih trauma itu. Dan Pandu dengan telaten memberi info info kampus kepada Maya.Sampai akhirnya Pandu mengajak Maya berangkat kuliah bersama. Maya yang awalnya ragu akhirnya mau menerima. "Kalau untuk berangkat kuliah saja apa salahnya kalian berangkat bersama, " ujar Bu Yuni saat Maya berkonsultasi via aplikasi perpesanan."Tapi saya masih takut jika tiba-tiba Pandu membawa saya ke tempat lain. Dan terjadi peristiwa tragis seperti yang dilakukan Firman," ujar Maya"Maya, sekali lagi tidak semua laki-laki jahat. Oke?" ujar Bu Yuni lagi."Kita boleh waspada. Tapi jangan berbur
Sampai di kantor pun pikiran Maya masih mengingat Jonathan. Entahlah. Padahal sudah beberapa bulan terakhir ini nama itu hanya sekilas singgah di hatinya. Pikirannya masih sibuk memikirkan pekerjaan, dan kini ditambah lagi dengan urusan kuliah."Bagaimana kabar nyonya besar sekarang? Tiba-tiba aku kangen rumah besar itu," ujarnya saat dia sedang membersihkan ruangan Pak Robert.Ada terbersit rasa menyesal dia harus pergi meninggalkan rumah tersebut. Mungkin saja hubungannya yang membaik dengan Jonathan akhir-akhir masa dia bekerja di sana, kesepakatan dia harus resign dari pekerjaannya bisa dinegosiasikan."Mengapa aku tidak bertanya dulu dengan Jonathan sebelum mengambil keputusan untuk keluar. Siapa tahu dia berubah pikiran?" sesal Maya.Tapi nasi sudah menjadi bubur. Dia sudah meninggalkan rumah itu lebih dari empat bulan. Mungkin saja nyonya besar sudah mendapatkan pengasuh yang baru. Dan Maya sendiri kini juga sudah mendapatkan pekerjaan yang m
Maya benar-benar khawatir. Bagaimana jadinya kalau Pandu mengungkapkan isi hatinya? Maya belum siap menerima laki-laki manapun untuk saat ini. Percobaan perkosaan yang dialaminya masih memberi rasa trauma yang belum sepenuhnya pulih. Apalagi itu dilakukan oleh orang yang dianggap baik dan dekat dengannya. "Ah sudahlah Maya, jangan terlalu dipikirkan. Hidup itu bukan untuk dipikirkan. Tapi untuk di jalani," kata Adel. Mereka berjalan kaki pulang ke kost. Karena hari ini Maya tidak ada jadwal kuliah. Namun belum sampai mereka di kost, sebuah motor menghampiri keduanya. "Hai Maya. Hai Adel," terdengar suara memanggil keduanya. Adel menoleh ke belakang. Demikian juga dengan Maya. "Hallo Pandu. Rumahmu daerah sini juga?" tanya Adel. Sedangkan Maya sudah gugup tidak karuan. Wajahnya terlihat pias. Khawatir yang berlebihan Pandu akan mengungkapkan perasaannya. "Tidak. Rumahku jauh di pinggir kota," jawab Pandu.