Share

Keputusan Akhir

“Sebenarnya kenapa … kenapa dia melakukan itu? Apa dia tidak bisa menunggu sebentar lagi? Kami akan menikah, tinggal beberapa hari lagi, tapi kenapa dia … kenapa … apa salahku ….”

Sakit. Ia bahkan tidak tahu bagaimana menggambarkan rasa sakitnya. Kehadiran Deon selama hampir sepuluh tahun di hidupnya membuat Claudia nyaris bergantung pada pria itu.

“Aku harus bagaimana sekarang … aku harus apa ….”

“Kak, kan Aga yang jatuh, kenapa Kakak nangis juga?”

Pertanyaan yang diajukan membuat Claudia mendongak, air mata yang membasahi pipinya membuat wajah wanita itu terlihat berantakan. Entah sejak kapan anak yang memanggil dirinya dengan Aga itu sudah tidak lagi menangis, matanya tampak dipenuhi pertanyaan.

“Kakak cuma--”

“Raga!”

Teriakan itu membuat Claudia terkejut dan tidak bisa melanjutkan perkataannya, apalagi setelah anak bernama Aga langsung memeluk lehernya dengan erat. Pelukan itu juga membuat Claudia tidak bisa menoleh ke belakang, pada derap langkah cepat yang mendekat.

“Raga, ayo pulang bersama Papa.”

Claudia mendongak saat sosok yang memanggil Raga sudah berdiri di sisinya. Rambut hitam kelam, rahang tegas, hidung mancung dan tatapan segelap malam itu membuat Claudia terhenyak. Melihat tetesan air dari rambut hitamnya, juga kemeja putih yang basah hingga mencetak otot-otot keras di baliknya membuat Claudia tidak bisa mengalihkan pandangan.

“Ehm, permisi … apa Anda mengenal anak ini?”

Pertanyaan Claudia membuat pria itu mengernyit, tatapannya lebih dingin dari udara yang sedang berhembus, membuat Claudia menggigil.

“Maaf karena Papa sudah berteriak padamu, Raga. Ayo pulang, kita akan temui Mama besok,” ucap pria itu lagi, suaranya terdengar sangat lembut dan penuh kasih, sangat jauh berbeda dengan tatapan yang ia berikan pada Claudia sebelumnya.

“Uhm … kalau gitu … Kakak mau ikut ke rumahku nggak?”

Ha? Pertanyaan polos yang dilontarkan Raga membuat Claudia tidak bisa berkata-kata. Apa semua anak-anak memang imut seperti ini? Meski Claudia sendiri merupakan direktur sebuah agensi penyalur pembantu rumah tangga dan pengasuh anak, ia nyaris tidak pernah berinteraksi dengan anak-anak.

“Na-nanti saja, ya? Nanti Kakak akan main, tapi tidak sekarang. Bagaimana?” Claudia tersenyum, seolah ia tidak pernah terluka hari ini.

“Hmm, oke kalau gitu!”

Anggukan Raga mengakhiri pertemuan singkat itu, pria yang sepertinya adalah ayah kandung anak itu dengan cepat menggendong dan membawanya pergi, tidak lupa meninggalkan kernyitan dan tatapan dingin pada Claudia.

“Apa sih!”

Kembali sendirian, Claudia menghela napas panjang, duduk di kursi besi yang juga terasa dingin. Ia tidak ingin pulang dan menunjukkan wajah terlukanya pada sang ayah, tapi Claudia tidak bisa terus-terusan berada di luar dalam cuaca yang tidak bersahabat. Jadi, malam itu Claudia memutuskan untuk menginap di hotel terdekat, mematikan ponsel dan semua akses komunikasinya, mengurung diri dalam kamar mewah selama dua hari penuh.

***

Sebenarnya kalau bisa memilih, Claudia ingin terus bersembunyi dari dunia yang melukainya, tapi mengingat ada banyak hal yang harus ia selesaikan membuat Claudia mau tidak mau keluar dari hotel dan kembali ke rumah. Lalu seperti dugaannya, saat Claudia memasuki ruang tamu rumahnya, pria itu ada di sana. Pria yang telah menggoreskan luka teramat dalam padanya.

“Oh, kamu sudah pulang, Cla? Bagaimana pekerjaanmu?”

Claudia memaksakan senyum saat ayahnya yang tengah mengobrol dengan Deon langsung berdiri menyambut. Ia memang mengatakan pada ayahnya malam itu kalau ada beberapa pekerja di luar kota yang bermasalah dan harus diperiksa.

“Ehm, sudah tidak apa-apa, Yah. Aku … ingin bicara dengan Deon dulu, Ayah bisa tunggu di dalam? Ada yang ingin aku sampaikan pada Ayah nanti,” ucap Claudia pelan, sedikit kesulitan saat harus menjaga suaranya agar tetap normal.

“Ah iya, Deon juga mencarimu sejak kemarin.” Pria paruh baya itu menghela napas pelan. “Cla, kalau ada masalah, bicarakan dan selesaikan dengan kepala dingin. Ujian sebelum pernikahan itu memang ada, tapi coba untuk berpikir jernih dan jangan mengambil keputusan yang akan kamu sesali.”

Bisikan berisi nasihat dari sang ayah membuat Claudia menarik napas panjang, kepalanya mengangguk mengiyakan. Dua hari sudah cukup untuk menenangkan diri dan menjernihkan pikiran, dan Claudia sudah bulat pada keputusannya untuk mengakhiri segalanya.

“Kamu sudah lebih tenang? Mau bicara di sini atau di tempat lain? Ayo ke restaurant favoritmu dan bicara sambil makan di sana, bagaimana?”

“Sekarang … itu bukan lagi restaurant favoritku, karena satu-satunya alasanku menyukai tempat itu sudah tidak ada.” Claudia membuka suara, sambil menjaga ekspresinya agar tetap tenang. Restaurant yang baru saja Deon sebutkan adalah tempat pria itu mengungkapkan perasaannya pada Claudia tujuh tahun lalu. Tentu saja, tempat itu tidak akan pernah menjadi kesukaannya lagi.

“Kumohon, Cla … jangan begini. Semua yang kamu lihat kemarin hanya salah paham! Selena menggodaku dan aku tidak bisa--!”

“Hentikan, Deon! Tolong. Semakin kamu memberikan pembelaan, aku akan semakin membencimu. Aku bukan orang bodoh … dan kupikir kamu juga bukan. Kamu menyelesaikan program magistermu dengan cemerlang, punya pekerjaan dan posisi tinggi di perusahaan besar, apakah masuk akal untuk tidak bisa melakukan apa-apa saat digoda seseorang? Sejak awal … kamu memang tidak puas hanya denganku saja.”

Suara Claudia bergetar, kenangan manis yang selama tujuh tahun membuatnya percaya pada cinta Deon, kini hanya terasa seperti kebohongan. Apa selama tujuh tahun hubungan mereka … benar-benar tidak pernah ada orang ke tiga? Claudia memikirkannya selama dua hari terakhir dan tidak yakin Selena adalah selingkuhan pertama Deon.

Sejak awal Claudia menginginkan hubungan yang sehat, jadi ia memberi kebebasan pada Deon untuk berinteraksi dan berteman dengan banyak orang tanpa terhalang jenis kelamin. Tapi, apa kepercayaan yang Claudia berikan itu justru yang menjadi akar dari pengkhianatan Deon? Claudia tidak mau dan tidak sanggup memikirkannya.

“Aku sudah menghubungi wedding organizer dan membatalkan semuanya, juga sudah memberi pemberitahuan resmi kepada mereka yang terlanjur menerima undangan. Aku tidak peduli bagaimana cara kamu mengatakan itu pada keluargamu, tapi jangan pernah menjelekkan namaku.”

“Claudia!” Deon beranjak dari duduknya, mendekat pada Claudia dan berlutut di hadapan wanita itu. “Kumohon jangan membatalkan pernikahan kita, Cla. Kamu tidak lupa pada mimpi-mimpi kita, kan? Kita akan bulan madu ke Jepang, melihat bunga sakura bersemi, memakai yukata dan menonton festival kembang api. Kamu bilang akan memberi nama anak-anak kita dengan karakter anime favoritmu, lalu--”

“Dan siapa orang yang telah menghancurkan mimpi itu, Deon?!” Claudia menepis tangan pria yang mencoba meraihnya. “Kuharap kamu tidak akan pernah lupa penyebab hancurnya mimpi-mimpi itu!”

“Aku mencintaimu, Claudia! Aku hanya mencintaimu … aku benar-benar khilaf, tolong, jangan tinggalkan aku. Bagaimana aku harus hidup kalau tanpa kamu?”

“DEON!”

Kaugnay na kabanata

Pinakabagong kabanata

DMCA.com Protection Status