Share

Teror dan Ide Gila

Penulis: Agura Senja
last update Terakhir Diperbarui: 2024-03-27 07:22:08

"Kamu pucat sekali, Cla."

Claudia menghela napas. Ia melangkah kembali ke ranjang dan mengabaikan kata-kata Aira. Sudah pasti wajahnya terlihat tidak baik-baik saja dan Claudia tahu sudah saatnya mengatakan sesuatu pada Aira.

Sahabatnya itu pasti sudah tahu perihal pernikahannya yang batal. Namun, untuk alasannya, Claudia belum mengatakannya. 

Beberapa hari ini, Claudia mengurung diri di dalam kamarnya. Setelah mematikan ponsel dan memutus semua akses komunikasinya agar ia bisa berpikir jernih sebelum mengambil keputusan.

Meski begitu, rupanya Deon tidak menyerah mengusiknya. Pria itu menggunakan berbagai cara agar Claudia mau bicara padanya. Bahkan hingga mendatangi Claudia di rumah dan mengobrol dengan sang ayah.

Namun, Claudia dengan tegas mengatakan pada orang rumah untuk mengusir pria peselingkuh itu.

Sampai pada akhirnya, Claudia mantap mengirimkan pemberitahuan pembatalan pernikahan pada semua orang. Mungkin karena itulah Aira datang ke rumahnya hari ini.

"Aku bawa bubur dan susu. Makan dulu, Cla." Aira berkata lagi. “Ku dengar kamu belum makan.”

"Aku tidak lapar," ucap Claudia lirih.

"Maaf, Bu Direktur, Anda harus tetap makan karena pekerjaan yang Anda tinggalkan selama tiga hari ini menumpuk."

Ck! Claudia berdecak malas, menyandarkan tubuhnya di kepala ranjang dan menerima nampan yang Aira berikan. Apa yang asistennya katakan benar, Claudia harus segera mengurus perusahaan lagi, tidak peduli meski dunianya sedang hancur sekali pun. Ia punya tanggung jawab besar terhadap para karyawan di perusahaan.

"Jadi?" Aira akhirnya membuka tanya setelah Claudia makan. Meski hanya satu kata, Claudia pasti mengerti apa yang ia maksud.

Menghela napas berat, Claudia memulai ceritanya, tentang rencana kejutan yang ia berikan pada Deon. Nyatanya, bukan Deon yang diberikan kejutan, melainkan Claudia. 

Selama Claudia bercerita, Aira hanya mendengarkan tanpa banyak berkomentar atau bereaksi berlebihan, itu yang membuat Claudia mau langsung bercerita. Aira selalu menghadapi sesuatu dengan tenang.

"Apa menurutmu aku bukan orang baik? Memangnya aku pernah melakukan kesalahan apa sampai diperlakukan seperti ini?" Claudia mengusap wajah, sedikit bersyukur air matanya tidak lagi mengalir.

"Kamu baik, Cla, terlalu baik sampai itu menjadi salah satu kekuranganmu."

Claudia menoleh cepat setelah mendengar kalimat pertama yang Aira ucapkan.

"Dari dulu kamu hanya melihat Deon, jelas sekali saat kamu jatuh cinta padanya. Sampai-sampai terlalu percaya. Baguslah kamu mengetahui sosok aslinya sebelum terlanjur menikah, dan pilihan yang bijak untuk membatalkan pernikahan kalian."

Claudia menggigit bibir saat Aira memegang tangannya. Selama beberapa hari, Claudia merasa sendirian dan tidak tahu harus melangkah ke mana, tapi kehadiran Aira membuatnya lebih yakin dan percaya pada keputusan yang telah ia ambil.

"Kamu boleh mengambil cuti dulu dari kantor, Cla, istirahatkan hatimu dan kembalilah saat sudah lebih siap."

Claudia mengangguk. Ia menoleh pada ponselnya yang tak berhenti bergetar sejak tadi.

[Cla, aku tidak akan melepaskan kamu begitu saja.]

[Aku tidak bisa hidup tanpa kamu, Cla. Tolong jangan seperti ini.]

Ada belasan panggilan tak terjawab dan puluhan pesan teks bernada serupa. Semuanya dari nomor tidak dikenal. Claudia memang sudah memblokir nomor Deon. Namun, tampaknya hal itu tidak menyurutkan niat pria peselingkuh itu untuk menghubunginya.

Claudia menghela napas. "Aku ingin pergi, Ra, ke tempat di mana tidak ada yang mengenalku, ke tempat di mana aku tidak akan melihat Deon atau Selena," ucapnya kemudian.

Takut. Sejujurnya Claudia sangat takut jika harus menghadapi Deon dan terornya, serta Selena, sepupu yang paling ia percaya dan sayangi tapi sudah mengkhianatinya tersebut.

"Mau mencoba sesuatu yang baru?” ucap Aira tiba-tiba. Ia tersenyum ketika mendapatkan ide ini.

Claudia mengernyit. “Maksudmu?”

“Aku baru dapat laporan kalau pengasuh yang kita kirim ke kediaman Pranaja dikembalikan lagi,” sahut Aira. “Ah, maksudku dipecat."

"Lagi?! Bukankah baru seminggu yang lalu kita kirim orang?"

“Benar. Kalau begini terus, bagaimana kalau kamu sendiri yang mengecek soal ini dengan mencoba jadi pengasuh di sana?”

Sepasang mata Claudia melebar. “Hah?”

“Bukan cuma kamu bisa berhenti terganggu oleh masalah Deon, tapi kamu juga bisa mencari tahu apa sebenarnya masalah Keluarga Pranaja. Bukan begitu?”

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Owoh Lee Lea
bagus juga ceritanya sampai sini membaca.
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Pengasuh Kesayangan Tuan Duda   Peran Baru

    "MOMMA!" Claudia yang mendengar teriakan itu langsung berlari, menghampiri Raga yang melambai sambil melompat di dekat gerbang arrival hall, bersama Sean dan Vall di sisinya. "Sayangnya Momma!" Raga langsung melompat ke pelukan Claudia saat wanita itu akhirnya tiba di depannya. "Aku kangen Momma! Kenapa lama banget perginya?" "Momma juga kangen Raga, kangeen banget! Maaf ya sudah meninggalkan kamu sendirian, nanti kita main ke banyak tempat berdua sebagai gantinya." "Digandeng saja," Malven segera menyela saat melihat Claudia hampir menggendong Raga. Pria yang ditinggalkan sejak Raga berteriak itu, ikut berjongkok di samping Claudia. "Momma sedang tidak bisa mengangkat sesuatu yang berat, jadi kalau kamu mau digendong, dengan Papa saja."Raga mengerjap, baru ingat jika saat ini ada bayi yang harus dijaga dalam perut Claudia. "Mau dituntun Momma aja, nggak mau sama Papa."Mendengar jawaban putranya, Malven tanpa sadar mengernyit. Sejak kehadiran Claudia, rasanya ia tidak lagi menj

  • Pengasuh Kesayangan Tuan Duda   À Jamais Ensemble

    Malven tidak langsung menjawab. Ia berjalan ke minibar, menuang segelas kecil anggur putih dan menyeduh teh mawar lalu menyerahkannya pada Claudia. Claudia menerima tehnya, lalu mereka duduk berdampingan di sofa. Tangan besar Malven melingkar di bahu Claudia. Ia sepenuhnya mengerti karena salah satu orang yang membuat ketakutan itu tercipta adalah dirinya sendiri. Malven meninggalkan Claudia tanpa kabar setelah mereka kembali dari Vietnam. “Sepertinya aku juga takut,” katanya pelan. “Tapi, bukan karena hal-hal indah akan pergi. Aku takut kalau aku tidak cukup untuk membuat kamu yang bersamaku merasa bahagia.” Claudia menoleh, menatap dalam pada Malven. Wajah Malven tampak jujur, terbuka, dan untuk sesaat, Claudia bisa melihat dirinya sendiri dalam keraguan laki-laki itu. Bukan sebagai dua orang yang sedang jatuh cinta di Paris, tapi sebagai dua manusia yang sama-sama sedang mencoba. “Aku tidak tahu masa depan akan jadi seperti apa,” Claudia berbisik, “Tapi hari ini ... kamu cukup.

  • Pengasuh Kesayangan Tuan Duda   Kencan

    Setelah sarapan yang perlahan berubah menjadi percakapan panjang di bawah matahari pagi, Claudia dan Malven akhirnya masuk kembali ke dalam kamar. Cahaya terang telah memenuhi seluruh ruang, menari-nari di dinding berlapis wallpaper emas lembut, membangkitkan energi baru dalam suasana yang semula tenang.Claudia berdiri di depan cermin besar bergaya Rococo, jari-jarinya sibuk menyisir rambut yang masih lembap. Gaun yang ia pilih hari itu berwarna krem pucat, ringan dan mengalir lembut hingga di bawah lutut. Di balik kesederhanaannya, gaun itu memeluk tubuhnya dengan cara yang manis. Sementara Malven yang baru selesai mencukur dan mengenakan kemeja linen putih yang digulung santai di lengan, berdiri tak jauh dari sana, mengancingkan jam tangannya sambil sesekali mencuri pandang ke arah Claudia."Kenapa melihatku terus?"“Kamu terlihat seperti sesuatu yang tidak bisa ditulis dalam puisi. Terlalu indah,” gumam Malven pelan.Claudia menoleh, menahan senyum. “Itu gombal atau jujur?”Malven

  • Pengasuh Kesayangan Tuan Duda   Pagi di Kota Cinta

    Matahari baru saja menyingkap tirai langit Paris, menyebarkan cahaya keemasan yang hangat ke seluruh penjuru kota ketika Claudia benar-benar terbangun. Dari lantai paling atas hotel paling eksklusif di jantung Paris, pemandangan kota terlihat seperti lukisan hidup--Menara Eiffel berdiri megah di kejauhan, samar tertutup kabut tipis pagi, sementara Sungai Seine mengalir tenang, memantulkan kilau cahaya pagi yang lembut.Kamar paling mewah di hotel ini adalah surga keanggunan yang dipilih Malven untuk tempat menginap mereka selama seminggu ke depan. Langit-langit tinggi dihiasi ukiran klasik berlapis emas, dengan lampu gantung kristal yang masih berpendar lembut setelah malam berlalu. Lantai marmer dingin menyatu anggun dengan permadani sutra Persia yang tebal.Jendela besar setinggi langit-langit terbuka lebar, membiarkan angin pagi Paris masuk bersama aroma croissant segar dari boulangerie di bawah. Tirai tipis warna gading melambai pelan diterpa angin, menyempurnakan ketenangan pagi.

  • Pengasuh Kesayangan Tuan Duda   Wedding Day

    “Gugup?” Pertanyaan itu membuat Claudia yang sedang menenangkan diri sambil memegang erat tangan Raga, mendongak saat mendengar suara Aira. Temannya itu baru kembali dari mengambil bunga tangan yang akan Claudia pegang saat menuju altar.“Tentu saja, ini pertama kali aku menikah.”Jawaban Claudia yang diucap dengan raut wajah seperti menahan buang air itu membuat Aira tertawa. “Sudah lama sejak aku melihatmu begini. Terakhir kali saat sidang tesismu, kan?” Aira mendekat, memberikan bunga tangan yang dirangkai dengan keanggunan memikat. Claudia menerimanya dengan tangan gemetar, menarik napas panjang saat melihat betapa indah bunga yang diterimanya. Bunga itu benar-benar dirangkai dengan anggun. Di bagian tengah, mawar putih bermekaran sempurna, dikelilingi oleh baby’s breath yang halus seperti embun pagi. Beberapa tangkai peony merah muda pucat menyisipkan nuansa manis dan romantis, sementara sentuhan eucalyptus memberi kesan menyegarkan. Pita satin warna champagne membalut batang-

  • Pengasuh Kesayangan Tuan Duda   Guru Cinta

    Claudia pernah melewati momen saat seseorang melamarnya, tapi perasaan terharu yang sulit dijelaskan baru sekarang ia rasakan. Air matanya mengalir begitu saja, kata-katanya seolah tersendat dan tidak bisa diungkapkan. Lalu, entah sejak kapan beberapa awak pesawat sudah berdiri di dekat mereka, masing-masing membawa sebuah kertas karton warna-warni yang sudah dihias dengan lukisan bunga di sepanjang sisi. Tapi, yang membuat Claudia tertawa sambil menitikkan air mata adalah tulisan yang tertera di kertas yang mereka bawa. TERIMA LAMARANNYA ATAU PESAWAT INI TIDAK AKAN PERNAH MENDARAT "Jadi, ini sebenarnya lamaran atau ancaman?" Claudia menghapus air matanya, senyumnya mengembang lebar saat ia menyerahkan tangan ke arah Malven. "Baiklah, demi keselamatan kita bersama, aku akan menerima lamaranmu." Malven tersenyum semringah, memasangkan cincin di jari manis Claudia dan mengecupnya lembut. "Kamu tidak bisa berbalik ke belakang atau berlari mundur, Claudi, karena aku tidak akan pernah m

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status