Share

The Rebel Princess

Suara ketukan di pintu kamar, membuat Ella mengerang sakit, terlebih pening di kepalanya sangat menganggu. Namun, ketukan itu tidak mau juga berhenti sejak semenit yang lalu. Radella perlahan beranjak dari kasur dan dengan langkah sempoyongannya dia  menuju pintu, lalu memutar kenopnya.

“Kau sudah bangun?”

Radella menggaruk kepalanya dan mencoba fokus pada sosok yang berdiri di hadapannya.

“Kau mau apa?”

“Kemari!” perintah sosok itu, lalu menarik Radella menuju kamar mandi dan menyiramnya dengan air dingin shower yang berhasil membuat Radella menjerit seraya gelagapan untuk mencari oksigen.

“Apa kau sudah gila!?” pekik Ella tak terima. “Aku akan mengadukanmu pada nenek!”

“Adukan saja! Aku tidak peduli! Kurasa dia juga tidak akan mendengarkanmu!” sahut sosok yang masih menyiram Radella. “Kau adalah tanggung jawabku! Jadi semua yang kau lakukan adalah atas seizinku! Kau mengerti?!”

“Berengsek!” maki Radella seraya menepis shower yang mengguyurnya. Kemudian mendorong tubuh tegap di hadapannya dan dengan langkah lebar serta tubuh basahnya, Ella keluar dari kamar mandi. “Kau tidak bisa terus mengurungku di sini dengan ratusan mata yang mengawasiku!”

“Aku tidak mengurungmu.”

“Ya, kau tidak mengurungku, tapi kau tetap mengawasiku!” geram Ella. “Berapa kali kubilang, James? Aku bukan lagi anak kecil yang tidak bisa menjaga diriku sendiri.”

James terbahak mendengar jawaban Ella, lalu menuju meja belajar Ella dan melempar handuk pada gadis itu. “Menjaga diri, kau bilang? Apa kau ingat bagaimana semalam kau pulang?” tanyanya, kemudian menarik kursi belajar Ella dan duduk di sana. Ditatapnya Ella tanpa sepatah katapun, sampai gadis itu selesai mengeringkan rambutnya.

“Apa kau akan tetap di situ? Aku ingin ganti baju.”

James tidak menjawab, dia bergeming dan hanya mengalihkan pandangannya ke luar jendela. Membuat Ella mendengkus sebal dan segera mengganti pakaian basahnya.

“Selama seminggu, kau tidak boleh keluar. Itu hukumanmu.”

Ella melotot mendengar kalimat James.

“Tidak ada tawar menawar.”

“Kau lupa kalau aku sudah 20 tahun? Aku seharusnya sudah punya SIM, minum alkohol, menyetir ke luar kota, bahkan bercinta dengan seorang pria, dua? Tiga? Atau bahkan melakukan foresome!

“Jangan menguji kesabaranku, El!”

Seulas senyum terbit di wajah Ella, lebih tepatnya senyum meremehkan yang selalu tersemat di sana, hanya untuk James seorang.

“Kenapa? Apa kau sangat marah dengan keadaanku sekarang? Keadaan di mana kau tidak bisa lagi mengaturku? Kau sangat tidak suka jika ada hal-hal yang ada di luar kendalimu, kan?”

James beranjak dari duduknya, kemudian lebih memilih untuk keluar kamar Ella. Namun, sebelum benar-benar pergi, pria dengan rambut yang mulai memutih itu menoleh sejenak pada Ella yang masih menatapnya angkuh.

“Tidak ada hal yang di luar kendaliku, El. Termasuk dirimu.”

Ella berbalik mengambil bantal di kasurnya dan melemparkannya kepada James, tapi pria itu lebih dulu menghilang di balik pintu.

“Tidak James! Kali kau tidak bisa mengendalikanku!” gumam Ella. “Aku bisa mengelabui Lucasss dan Dave, tidaklah sulit kalau nanti aku melakukannya lagi. Apalagi—Tunggu!”

Ella tiba-tiba menyadari sesuatu, dia gegas mengambil ponselnya yang berada di atas nakas. Begitu dinyalakannya, ada puluhan pesan dan panggilan tidak terjawab dari Grace. Ella menepuk keningnya sendiri begitu menyadari tindakan bodohnya kemarin—mabuk! Pantas saja James begitu marah padanya pagi ini.

“Tunggu, bagaimana aku bisa pulang? Bukankah aku di rumah Oscar? Bagaimana Lucasss dan Dave menemukanku?” Ella buru-buru menyambar tasnya, kemudian berlari keluar kamar untuk pergi menemui Grace.

Namun, di anak tangga terakhir, Lucasss dan Dave merentangkan tangannya dengan serempak untuk menghalau keperfgian Ella.

“Singkirkan tangan kalian!”

Lucasss dan Dave bergeming.

“Singkirkan tangan kalian!” ulang Ella lagi. Namun, Lucasss dan Dave benar-benar tidak memedulikan perintah Ella, keduanya bahkan tidak sedetikpun melirik Ella yang sudah kesal. “James!” teriaknya.

James yang berada di ruang makan menoleh sekilas, tapi kemudian tak acuh dan kembali melanjutkan sarapannya.

“Sialan kau, James!”

Hentakan marah kaki Ella kembali menaiki tangga menuju  kamarnya. Gadis itu tidak kehabisan akal untuk membuat James Softucker—garis pertama pewaris kekayaan Softucker—kesal. Ella membuka lebar-lebar jendela kamarnya, lalu melongok ke luar untuk sekedar menghitung kasar tinggi balkon kamarnya untuk sampai ke rerumputan yang berada di bawahnya. Cukup tinggi, sampai membuat Ella kesulitan menelan ludahnya.

Radella mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru kamar, mencari apapun yang bisa dia gunakan untuk menuruni balkon kamarnya. Tatapnya berakhir tertuju pada selimut dan deretan gaun mahal yang ada di lemari kacanya. Tanpa berpikir dua kali, Ella langsung mengambil dua gaun Versace-nya dan dua gaun Gucci, mengaitkannya dengan selimut, kemudian melemparkannya hingga menjulur ke bawah balkon dan mengaitkan ujung lainnya dengan tiang ranjangnya.

Setelah memastikan bahwa sambungan tali itu cukup kuat untuk menahan beban tubuhnya yang mungil, Radella perlahan melompati pagar batas balkonnya, kemudian turun selangkah demi selangkah dengan memegang erat gaun-gaunnya. Sungguh suatu keberuntungan, gaun mahan nan tipis itu tidak robek sampai Ella menjejak di atas rumput basah. Masih dengan mengendap-endap, Ella menyusuri halaman samping rumahnya yang begitu luas. Beruntung tidak ada tukang kebun ataupun maid yang biasanya sibuk bercumbu di antara semak taman—Radella diam-diam sering memperhatikan dari balkon kamarnya.

Ketika dirinya dan mobil barunya hanya dibatasi oleh pintu taman yang tidak terkunci, Radella perlahan membuka pintu itu, tapi kemudian urung saat melihat seorang pria muncul dari sisi lain mobil barunya! Pria dengan jaket lusuh itu berjalan ke arah belakang mobil, seraya tangannya tidak berhenti mengelap badan mobil Ella.

“Sial!”

Ella tidak punya pilihan lain selain menunggu pria itu selesai mengelap mobilnya. Kemudian tatapnya melirik ke arah kotak penyimpanan kunci mobil-mobil milik keluarganya yang ada di balik pilar dekat pintu masuk rumah. Ella memicingkan matanya untuk memastikan salah satu kunci yang tersimpan di sana adalah kunci mobilnya. Benar saja, kunci dengan logo empat lingkaran saling berpotongan itu ada di sana.

Ella kembali berjinjit dan berusaha tidak menimbulkan suara apapun saat menuju kotak itu. Pelan-pelan dia membuka kotak penyimpanan itu dan langsung mengambil kuncinya. Dia kemudian berbalik untuk memastikan pria itu masih sibuk mengelap mobilnya, tapi nihil. Pria itu tidak terlihat di manapun!

“Bagus!”

Tanpa membuang waktu, Ella bergegas berlari menuju mobilnya.

“Kenapa terburu-buru, Nona?”

Ella hampir saja terjungkal saat tiba-tiba tanya itu menyapannya. Kaki Ella berhenti berlari dan dirinya menoleh ke belakang, mendapati pria dengan rambut gondrong itu sedang bersandar di pilar, menghisap sepuntung rokok, lalu mengembuskan asapnya.

“Ke-kenapa kau bersembunyi di situ?”

Pria itu membuang sisa punting rokoknya, menginjaknya hingga mati, lalu berjalan mendekati Ella. “Aku tidak bersembunyi.”

“Lalu kenapa kau sama sekali tidak bersuara? Bukannya tadi kau sibuk mengelap mobilku?”

“Aku sengaja melakukannya, karena melihat seorang Nona Muda berusaha mencuri kunci mobil untuk melarikan diri sangat menghiburku.”

“Jangan kurang ajar! Siapa kau?! Dasar berengsek!” Ella mengangkat tangannya hendak memberi tamparan keras di salah satu pipi pria itu, tapi lengannya lebih dulu ditahan.

“Aku Max dan menampar orang, bukanlah sifat seorang Nona dari keluarga terpandang. Apa kata—”

“Tidak usah banyak bicara!” Ella menghentakkan cekalan di tangannya. “Mulai saat ini, kau dipecat!”

“Maaf, Nona. Bukan Nona yang membayar upah saya, melainkan Tuan James Softucker.”

Ella kehabisan kata-kata untuk melawan pria di hadapannya ini. Dia memperhatikan sosok Max di depannya ini dari ujung kepala hingga sepatu lusuh yang hampir berlubang itu. Rambut gondrong yang dibiarkan terurai—sungguh terlihat sangat urakan, jaket dengan warna yang hampir pudar dan sedikit menguarkan bau tidak sedap, begitu pula celananya. Ditambah dengan sepatu itu. Sungguh, Ella tidak percaya jika pria kotor seperti ini diizinkan masuk ke kediaman Softucker!

“James yang aku kenal, tidak mungkin mempekerjakan orang dengan penampilan kotor sepertimu.” Ella menunjuk dua orang satpam yang berada di pos satpam. “Kau lihat? Paling tidak kau harus berpakaian seperti mereka untuk bekerja di sini, atau setidaknya pakailah minyak wangi!”

Merasa tidak perlu lagi meladeni pria kotor itu, Ella langsung melangkah kembali menuju mobilnya, tapi tangannya kembali dicekal.

“Lepaskan, Berengsek!”

“Mulut Nona sungguh perlu disekolahkan.”

“Diam, Bajingan!” geram Ella, kali ini dengan lebih keras menghentak tangannya dan begitu terlepas, dia langsung berlari menuju mobilnya, dan begitu sudah berada di dalam, Ella langsung mengunci pintunya.

“Turun sekarang, Nona! Sebelum Tuan James keluar dan marah padamu!”

“Aku tidak peduli jika James marah!”

Ella menekan tombol mesinnya dan setelah menggeser tongkat perseneling, kakinya menginjak pedal gas sedalam mungkin. Membuat mobil keluaran terbaru itu melompat begitu saja tak terkendali dan berakhir menabrak air mancur yang berada di tengah halaman depan.

Dua orang satpam yang berjaga di pos langsung berlari untuk memastikan bahwa Nona Mudanya baik-baik saja. Seorang diantaranya langsung meneriakkan nama Lucass dan Dave. Di detik berikutnya dua bodyguard yang menjaga Ella menghambur keluar dan langsung mendorong tubuh Max yang mencoba membuka pintu mobil Ella.

“Dave! Panggil ambulans!” perintah Lucass seraya memastikan Ella masih bernapas. “Mau apa kau?!” sergahnya saat Max mencoba mengangkat Ella.

“Kita harus keluarkan dia dari mobil.”

“Jangan bodoh! Bagaimana jika ada yang patah, lebih baik tunggu petugas medis!”

“Kalian berdua diamlah! Aku baik-baik saja!” kesal Ella. “Singkirkan mobil rongsokan ini!”

Meski tertatih, Ella akhirnya bisa keluar dengan bantuan Lucass dan Max di masing-masing lengannya. Namun, tanpa dinyana siapapun, Max tiba-tiba saja melepaskan topangannya di lengan Ella, hanya untuk mengangkat Ella dalam gendongannya.

“Apa yang kau lakukan!? Dasar kurang ajar! Singkirkan tangan kotormu, Bodoh!” ronta Ella, tapi Max tak acuh dan terus berjalan masuk ke rumah.

“Turunkan aku! Turunkan!”

“Ada apa ini?!”

Seketika halaman rumah kediaman Softucker hening saat James berteriak marah dan meminta penjelasan atas keributan yang sedang terjadi.

“Ada yang mau menjelaskan padaku?”

“Tuan, Nona Ella dan mobilnya menabrak—”

James mengangkat tangannya untuk membungkam Dave. “Hei, kau!” teriaknya seraya melambai pada Max untuk datang mendekat. “Apa yang sedang kau lakukan?”

“Nona kesakitan. Sepertinya lukanya tidak terlalu parah dan hanya terkilir di pergelangan kakinya. Karena dia memakai heels saat menyetir dan menabrak tadi,” jawab Max dengan Ella masih dalam gendongannya dan menatapnya sebal. “Maaf, Tuan. Saya sudah berusaha mencegah nona untuk mengemudi, tapi dia tetap memaksa.”

James hanya diam, kemudian tatapnya beralih pada pergelangan kaki Ella dan Dave bergantian. “Dokter sudah dipanggil?”

“Sudah, Tuan,” jawab Dave.

“Bagaimana, El? Kau tetap dalam kendaliku, kan?”

Ella membuang tatapan kesalnya ke segala penjuru—yang terpenting tidak melihat wajah angkuh dan puas akan kemenangan milik James. Tatapannya kemudian jatuh pada wajah Max yang masih menatap James lurus-lurus.

“Kenapa masih diam? Kau dengan perintah tuanmu, kan, Anjing jalanan!”

“Ella!” tegur James. “Jaga bicaramu!”

“Tidak apa, Tuan,” ujar Max. “Nona, anjing jalanan tidak pernah memiliki seorang tuan. Dia akan hidup bebas di luar sana.”

“Tapi kau lebih mirip anjing jalanan yang diadopsi oleh seorang sosiopat, menuruti segala perintahnya untuk membuat orang-orang di sekitarnya menderita.”

Max tersenyum kecil mendengar cibiran Ella. Kemudian dia menoleh, menatap tajam dua manik mata biru yang balas menatapnya penuh kesombongan. “Deskripsimu tepat sekali.”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status