Pikirannya yang tengah pusing memikirkan masalah ini, malah ada satu panggilan yang berdering terus tiada henti, sehingga dengan terpaksa membuatnya harus menjawab, “Halo, ada apa?” tanya Arsenio mengawali obrolannya.
“Gawat bos! Lihat berita sekarang juga,” jawab anak buahnya menunjukkan suatu kepanikan.
“Apanya yang gawat? Bicara yang jelas! Jangan membuat saya bertambah pusing!!” tanya Arsenio kesal.
Bukannya menjawab, anak buahnya malah menutup panggilan secara sepihak yang membuat Arsenio sangat kesal sehingga melempar ponsel mahal berlogo buah ke tempat tidur.
Karena penasaran, akhirnya Arsenio menghidupkan televisi yang ada di kamar hotel namun ternyata tidak ada sinyal, sehingga banyak channel yang hilang. “Arrghhh! Apa sih beritanya?” teriak Arsenio juga membuang remote.
Setelah itu, ada panggilan dari ayahnya Eve-Saputra Wijaya, tidak ada keberanian dalam dirinya untuk menjawab panggilan itu sehingga ia memilih membiarkannya saja.
Ting… suara pesan dari ponsel Arsenio dengan nama pengirim Tuan Saputra Wijaya, itu artinya ayahnya Eve yang mengirim pesan. “KALIAN DIMANA? PULANG SEKARANG JUGA!!! ADA HAL YANG INGIN SAYA BAHAS!” isi chat Saputra Wijaya yang membuat Arsenio semakin gelisah.
Niat hati ingin membangunkan Eve, kebetulan sudah bangun lebih dulu. “Syukurlah anda sudah sadar, Nyonya, segera kenakan pakaian anda, setelah ini kita harus pulang,” ucap Arsenio bernafas lega lantaran masalah satu sudah selesai, yaitu anak majikannya siuman.
“Kamu pulang saja sendiri! Aku masih ingin di sini!!! Aku yakin Ansel akan datang, aku akan menjelaskan semuanya!” tolak Eve penuh amarah.
“Tapi kita diminta pulang oleh Tuan Besar, jika anda tidak mematuhinya, saya tidak bisa menjamin kalau nanti tiba-tiba saja datang kemari,” ucap Arsenio berusaha menakuti.
Karena tidak mau urusan bertambah panjang, apalagi sampai ayahnya sendiri datang ke hotel, akhirnya Eve memakai pakaiannya kembali dengan rambut yang masih acak-acakan. Ketika ingin berjalan, Eve merasakan sakit di bagian bawahnya hingga susah untuk melangkah. Melihat hal itu, membuat Arsenio merasa bersalah, dengan sadar diri, di gendongnya hingga masuk ke mobil meskipun Eve selalu saja meronta.
****
Hingga akhirnya, mereka tiba juga di mansion.
Baru juga beberapa langkah memasuki mansion, mereka sudah mendapat sambutan pedas dari tuan rumah yang tengah dipenuhi amarah,
“APA YANG SUDAH KALIAN LAKUKAN!!!! BISA-BISANYA MEMBUAT MALU KELUARGA WIJAYA!!!! LIHAT INI! SAYA INGIN KALIAN MENJELASKANNYA!!!” pekik Saputra Wijaya dengan wajah penuh amarah sembari memperlihatkan sesuatu kepada Eve dan Arsenio, setelah itu keduanya saling memandang dengan ekspresi yang sulit diartikan.
“JELASKAN!!!!” bentak Saputra Wijaya sembari melempar vas bunga mahal yang dibelinya di Perancis.
*PYAR….* Suara vas bunga yang telah pecah berkeping-keping memecah kesunyian di ruang keluarga.
“Ma-maafkan saya, Tuan, saya telah lalai menjaga anak semata wayang anda,” ucap Arsenio bersimpuh di bawah kaki Saputra Wijaya.
“SAYA TIDAK BUTUH MAAFMU!!!! KAMU TAHU APA TUGASMU? BERTAHUN-TAHUN SAYA MEMPERCAYAIMU UNTUK MENJAGA SERTA MELINDUNGI EVE, MENGAPA JUSTRU KAMU YANG MALAH MERUSAKNYA, HA!!!! KEPERCAYAAN YANG SEPENUHNYA SAYA BERIKAN KEPADAMU KINI HILANG SUDAH!!! SAYA SANGAT MEMBENCIMU! BAHKAN JIKA TIDAK ADA HUKUM DI NEGERI INI, SUDAH SAYA BU-NUH DENGAN TANGANKU SENDIRI!!” bentak Saputra yang tengah kecewa bahkan marah besar. Sorot matanya sangat tajam bahkan wajahnya memerah.
“Dan kamu, Eve! Bisa-bisanya kamu satu ranjang dengan pengawalmu sendiri! Dimana harga dirimu sebagai putri tunggal dari keluarga Wijaya? Apakah kalian diam-diam menjalin asmara? Cepat katakan yang sebenarnya!!!” bentak Saputra menatap Eve dengan tajam.
“Diantara kami tidak ada hubungan apa-apa selain majikan dengan pengawal, kejadian ini di luar kendali kami, Pah, aku pun juga tidak menyangka hal ini terjadi,” jawab Eve sambil menundukkan kepala karena merasa takut dengan berurai air mata.
“Bullshit!!! Saya bukan anak kemarin sore yang mendengar bualan receh begini langsung percaya! Asal kalian tahu! Apa yang sudah kalian lakukan ini sungguh menjijikan! Bahkan berita ini sudah tersebar di seluruh pelosok negeri! Mau taruh dimana muka saya!!! Skandal yang kalian lakukan sungguh mencoreng nama baik Wijaya! Susah-susah saya menjaga martabat keluarga ini, dengan mudahnya kalian hancurkan dalam sekejap!” ucap Saputra dengan suara meninggi.
Karena merasa tidak percaya, Eve berlari menuju televisi berukuran sangat besar yang ada di ruang keluarga dan menyalakannya, kebetulan ada salah satu stasiun televisi yang tengah memberitakan skandal yang mereka lakukan. Eve yang melihatnya, langsung berteriak histeris, dia tidak menyangka jika kejadian ini akan berbuntut panjang. Arsenio yang juga melihatnya merasa syok, dirinya yakin jika semua ini sudah di rencanakan oleh seseorang.
“Saya yakin Tuan, jika ini sebuah jebakan, ada seseorang yang memang sudah merencanakan semua ini untuk menjatuhkan Nyonya Eve juga keluarga anda,” tebak Arsenio yang dijawab ejekan oleh Saputra,
“Jika benar ini adalah jebakan, mengapa kamu dengan mudahnya terperangkap? Saya memperkerjakan kamu menjadi pengawal putri saya, sudah melalui serangakaian tes yang sangat ketat bahkan bisa dibilang berat, jadi, jika kamu menduga ini adalah jebakan, bisa saja kamu sendiri pelakunya namun seolah menjadi korban! Kamu sengaja merusak anak saya dan menyebarkan skandal murahan ini agar saya jatuh! Benar begitu?” tuduh Saputra seenaknya sendiri.
“Saya bisa membuktikan jika saya tidak bersalah, demi Tuhan, saya bersumpah bahwa bukan saya pelakunya,” ucap Arsenio sangat serius.
“Sumpah yang kamu ucapkan tidak ada artinya bagi saya, karena itu tidak bisa membalikkan nama baik Wijaya yang sudah tercoreng! Mulai hari ini, kamu saya pecat dan juga kamu, Eve, silahkan angkat kaki dari rumah ini!!! Saya tidak sudi memiliki anak yang tidak bisa menjaga martabat keluarga dengan baik!!!! Kalian berdua silahkan angkat kaki! Jangan lagi tunjukkan wajah kalian dihadapan saya!!!” pekik Saputra dengan tegas mengusir anak serta pengawalnya.
“PAHHHH!!!! EVE JUGA TIDAK MAU SEMUA INI TERJADI!!! PAPAH TEGA SEKALI MENGUSIR EVE!!! APA PAPAH LUPA JIKA EVE ADALAH ANAK KANDUNG PAPAH!!” teriak Eve tidak terima.
“Lebih baik saya kehilangan seseorang yang sudah merusak nama baik keluarga, ketimbang terus mempertahankan, namun hanya akan menjadi aib untuk seterusnya! Pergi! Kembalikan semua fasilitas yang saya berikan! Silahkan hidup berdua dengan pengawal setiamu! Jangan lagi merengek apapun di sini!!” usir Saputra menarik paksa Eve yang terus berteriak histeris hingga pintu depan rumah. Setelah sampai di depan pintu, barulah Saputra menghempaskan anaknya hingga terjatuh di lantai.
Tangis serta permohonan yang dilakukan, rupanya tidak mengusik rasa belas kasihan ayahnya, semakin Eve meronta, semakin marah pula Saputra Wijaya. “Tanggung jawab atas apa yang sudah kalian lakukan! Ini adalah hal yang pantas kalian dapatkan!” ucap Saputra setelah itu masuk ke rumah dan meminta pembantu menutup pintu, Saputra juga melarang keras semua pekerjanya membukakan pintu untuk Eve dan juga Arsenio atau mereka semua nantinya akan bernasib sama.
Eve keluar dari rumah mewah yang menjadi saksi hidupnya sedari kecil tanpa membawa barang apapun, selain baju yang melekat di tubuhnya, hingga keluar dari gerbang, tak ada pekerja yang menyapa mereka, malah justru mereka menundukkan kepala, ada juga yang memalingkan muka. Sebenarnya, mereka kasihan kepada Eve, karena diusir oleh orang tuanya sendiri dengan cara yang kejam, namun mereka bisa apa? Membela Eve sama saja menggali kuburan mereka sendiri. Di sini mereka bekerja untuk mencari uang, jadi apapun permasalahan yang terjadi terhadap majikannya, bukan kapasitas mereka untuk ikut campur, diam dan pura-pura tidak mengetahui, itulah hal yang aman yang bisa mereka lakukan saat ini.
Andai dalam minuman itu tidak dicampuri sesuatu, sudah pasti tidak akan ada kejadian seperti ini.
Ya…. Arsenio kini menyadari satu hal, jika anggur merah yang sudah tersedia di dalam kamar waktu itu, bisa saja sudah dicampuri semacam obat untuk menjebaknya, “Sial! Mengapa aku tidak kepikiran sampai sana, aku harus menyelidiki ini! Aku tidak terima!” batin Arsenio geram.
“Kita mau kemana? Bahkan sekarang aku tidak memiliki uang sepersen pun, perutku juga sangat lapar! Bawahku juga masih terasa sakit! Mengapa nasibku buruk sekali, Tuhan!” keluh Eve sambil memegang perutnya yang sedari tadi keroncongan.
“Arsenio!! Kita sudah jalan terlalu jauh dari rumah, apa di dompetmu tidak ada uang sedikitpun? Kita naik taksi atau apa gitu, aku mohon! Kakiku pegal sekali rasanya!” keluh Eve dengan wajah sendu.
Kebetulan ada taksi yang lewat, “Ke Perumahan Kenangan Blok C nomor 17, Pak,” ucap Arsenio membuat Eve mengernyitkan dahi.
“Apakah itu alamat rumahmu?” tanya Eve memastikan, Arsenio menganggukkan kepala seraya tersenyum tipis.
“Itu kan perumahan elite, masak iya kamu memiliki uang sebanyak itu? Sepertinya mustahil jika pengawal biasa tapi kekayaannya hampir sama dengan ayahku, siapa kamu sebenarnya?” cecar Eve merasa curiga.
“Kami sadar diri makanya tidak mau memakai uang yang bukan menjadi hak ku! Sebelum kami pergi, ijinkanlah untuk bertemu dengan Justin. Dimana dia?” ucap Joanna sembari menahan pedih di dadanya.“Buat apa mencari anakku? Ingin kembali padanya supaya uang lima miliar ini kembali padamu?” sindir Eve.“Bukan! Saya ingin mengucapkan salam perpisahan karena mau bagaimana pun juga pertemuan awal kami secara baik-baik, setidaknya berpisah juga baik-baik.” Jawab Joanna sangat dewasa.“Justin tidak ada di rumah ini, setelah kejadian itu. Kami sepakat membawanya ke RSJ agar mendapat penanganan yang baik.” Ucap Arsenio membuat terkejut semua.“Kenapa harus mengatakan itu pada mereka! Bikin malu saja! Turun harga diri kita” bisik Eve di telinga suaminya namun masih bisa terdengar oleh Maya juga Joanna.“Apa alasan kalian dengan tega membawa dia ke sana?” tanya Joanna penasaran.&ldqu
“Terus rencana kalian apa? Aku bisa bantu bagaimana, mbak?” tanya Meta ingin tau.“Semnetara ijinkan kami tinggal di sini karena tidak mungkin terus tinggal di sana, aku gak mau anak buah Justin berbuat hal yang lebih nekat lagi. Waktu kita berhasil kabur saja Justin sangat marah dan mengamuk.” Jawab Maya.“Baiklah kalau begitu, kalian boleh tinggal di sini selama mungkin. Nanti akan aku carikan rumah yang sekiranya aman. Memang ya keluarga Arsenio sejak dulu selalu menganggu dan meresahkan saja bisanya!!!! Sudah cukup bagi kalian untuk mengalah, waktunya melawan namun tidak dengan berhadapan langsung.” Ucap Meta ikut geram.“Kamu benar, jika semisal masih tinggal di sektar sini kurang aman. Aku nantinya akan membawa Joanna tinggal di luar negeri saja,” jawab Maya sudah mempertimbangkan sangat jauh dan dengan baik.“Bu, tinggal di luar negeri butuh biaya yang besar. Apa kita mampu? Joanna juga baru saj
Setelah tiba di rumah, kini mereka bergegas menuju kamar masing-masing untuk mengemasi barang yang sekiranya perlu juga penting. Maya tidak membawa banyak barang, karena yang penting baginya adalah pakaian, alat merajut, surat berharga dan juga uang yang tersimpan di brankas.Sedangkan Joanna tidak bisa untuk memilah barang untuk nantinya di tinggal, baginya semua sangat penting. “Jika semuanya di bawa, bagaimana nanti mengangkutnya?”“Joanna, apakah sudah selesai?” tanya Maya sembari mengetuk pintu.“Belum, Bu…. Masuklah,” jawabnya dari dalam kamar.Maya yang melihat banyaknya barang yang akan dibawa merasa heran, “Semua ini akan kamu bawa? Kita nantinya naik taksi.”“Habisnya bingung mau memilah yang mana, semua penting.” Jawab Joanna garuk-garuk kepalanya yang tidak gatal.“Pemberian dari Justin jangan ada satu pun yang dibawa!” tegur Maya.“I-iya,
“Aku sebenarnya terpaksa, Justin. Aku di sini ketakutan, jika terus menerus melawan, yang ada nanti kamu serta anak buahmu akan berbuat nekat kepadaku.” Jawab Joanna berlinang air mata.“Jadi, sudah tidak ada rasa sayangmu kepadaku, Joanna? Janji yang sudah pernah kita rangkai dengan indah kini menguap begitu saja dalam hidupmu?” tanya Justin dengan wajah sendu.“Perasaan itu aku yakin akan terkikis dengan sendirinya jika kita berdua sama-sama bertekad untuk menerima takdir yang ada. Perihal janji serta impian yang pernah dirangkai bersama, anggap saja sebuah angin lalu yang tidak pernah terjadi.” Jawab Joanna terpaksa mengatakan ini agar Justin sadar.“CUKUP! AKU BENCI MENDENGARNYA! KALIAN SEMUA JAHAT! JIKA MAUMU BEGITU, MARI KITA MA-TI BERSAMA AGAR TIDAK ADA PRIA LAIN YANG MEMILIKIMU!” pekik Justin berhasil menarik Joanna berada dalam pelukannya lalu ia merogoh saku celananya yang ternyata ada pisau
“TIDAK ADA KATA BAIK-BAIK SAJA JIKA SUDAH MASUK TINDAKAN KRIMINAL! JIKA POSISINYA YANG MENJADI KORBAN ADALAH ANAKMU, APA BAKAL TETAP INGIN BAIK-BAIK SAJA, HA? AKU ORANG TUA DARI JOANNA! RASA KHAWATIR JUGA KETAKUTANKU SANGAT BESAR! JIKA MEMANG KAMU MEMILIKI JIWA NALURI SEORANG IBU SEHARUSNYA MENGERTI!” Bnetak Maya lalu berlari ke kamar yang ada di sana untuk mencari keberadaan Joanna.“Tante! Jangan asal masuk ruangan orang!” tegur Justin geram. Ingin mencegah, namun sayangnya kini Joanna melihat ibunya ada di sini.“I-ibu….” Panggil Joanna yang sedang di rias dan sudah menggunakan gaun pernikahan. Air matanya langsung berlinang dengan deras ketika mengetahui ada ibunya di sini.“Joanna…. Kenapa akhirnya kamu menerima ajakan dia untuk menikah?” tanya Maya kecewa, air matanya tak kalah mengalir dengan deras.“Joanna terpaksa, Bu! Justin terus memaksaku bahkan sampai tega menculikku di sini
Kini Joanna sudah berada di kamarnya. Tidak berselang lama Justin pun juga sudah kembali.Salah satu anak buahnya segera memberikan laporan kepadanya. “Tadi nona hampir kabur melalui kamar mandi, bos.”“APA???” pekik Justin seketika emosi.“JOANNAAAAA………” Teriak Justin yang sangat menggema seluruh ruangan terlebih saat ini kamarnya tengah terbuka.“Mampus…. Ketahuan deh!” batinnya gugup.Terdengar suara langkah semakin berjalan mendekat ke kamar, perasaannya pun semakin berdegup kencang karena harus mempersiapkan diri dengan amukan Justin.“Joanna… apa benar kamu mau coba-coba kabur?” tanya Justin mengintimidasi.“Apaan sih, gak ada aku punya niatan seperti itu!” bantah Joanna memasang wajah kesal.“Tadi salah satu anak buahku mengatakan kalau kamu mau mencoba kabur.” Jawab Justin dengan menatap t