Share

Pengawalku, Ayah Anakku
Pengawalku, Ayah Anakku
Penulis: Hamster Kripsi

BAB 1: Ancaman Victor

“Harus berapa lama lagi aku menunggu?! Papa dan Mama sudah sangat lama menanti hadirnya pewaris dariku!”

Veronica, perempuan cantik yang sedang dimarahi itu hanya bisa menunduk. Bahkan saat suaminya melemparkan sebuah gelas kosong dan mengenai hingga melukai keningnya. Dia hanya bisa tertunduk diam, menelan semua makian yang diberikan padanya secara mentah-mentah.

“Argh! Wanita jalang ini. Jangan-jangan kamu mandul lagi?!” Victor, suaminya mengacak-acak rambut frustrasi. Wajahnya terlihat jelas sedang marah. “Sial! Aku sudah mengeluarkan banyak uang untuk menikahimu. Kukira aku akan mendapatkan telur emas, ternyata hanya sebuah telur busuk.”

Dia berjalan mondar-mandir di hadapan Veronica dengan wajah uring-uringan, mulutnya tak berhenti berkomat-kamit tak jelas dan mengeluarkan sumpah serapah pada istrinya yang hanya terdiam sejak tadi.

Veronica bisa merasakan adanya cairan kental berwarna kemerahan yang mengalir dari keningnya, tangannya naik untuk mengusap cairan itu dan melihatnya.

Darah.

Namun, dia lagi-lagi hanya mengabaikannya seolah hal itu telah biasa dilihatnya. Dia bahkan mengabaikan rasa perih di keningnya akibat tergores pecahan kaca.

Victor mendekati istrinya, mencengkeram dagu wanita itu tanpa belas kasih dan menatapnya tajam. “Apa kamu tahu? Jabatanku sekarang sedang dalam bahaya, dan itu semua karenamu sialan!” maki Victor lagi.

Kening Veronica mengernyit halus, entah karena bingung atau karena merasa sakit. “Apa maksudmu, Vic?” tanya Veronica memberanikan diri, suaranya terdengar sangat kecil dan bahkan mirip seperti sebuah bisikan.

Victor melepaskan cengkeramannya dari dagu Veronica, membuatnya sedikit bernapas lega. Namun ternyata tak berhenti sampai di situ saja, Victor malah menjambak rambut istrinya dan membuat Veronica mendongak menatapnya.

“Papa tadi memberitahuku, jika tak bisa memberikannya keturunan dalam waktu dua bulan ini, dia tidak akan mewariskan semua hartanya padaku!” jawab Victor ketus.

Ucapan suaminya sontak membuat Veronica menahan napas, seolah ada beban besar yang bertambah di pundaknya. Dia sangat tahu arti ucapan Victor dan mengapa pria itu memberitahu hal ini padanya.

“Waktumu satu bulan,” ucap Victor tiba-tiba.

“M-maksudmu ... ?”

Tidak.

“Jika dalam satu bulan kamu tidak hamil juga, aku akan mencari perempuan lain yang bisa memberikanku keturunan,” ucap Victor lagi, kali ini lebih terdengar menuntut dan tajam.

Dia menghempaskan tubuh Veronica di atas ranjang dengan kasar, berbalik dan berjalan keluar dari kamar, meninggalkan istrinya tanpa belas kasihan. Tak memedulikan luka yang telah dia goreskan di kening Veronica.

BLAM!

Suara dentuman pintu yang ditutup dengan kasar terdengar mengikuti kepergian Victor. Meninggalkan Veronica yang terduduk di ranjang dengan penampilan yang berantakan.

Rambut acak-acakan dan kening yang mengalirkan darah. Sangat berbeda dengan penampilan Veronica yang diketahui orang-orang di luar sana. Kepalanya terasa berdenyut hebat akibat jambakan Victor yang sangat kasar, ditambah luka di keningnya, rahangnya juga terasa sakit.

“Satu bulan?” gumam Veronica, terkekeh hambar.

Dia seolah telah kehilangan semangatnya, pandangannya menatap kosong ke depan.

Satu bulan adalah waktu yang sangat singkat. Usaha yang mereka telah jalani selama tiga tahun ini saja belum membuahkan hasil sama sekali, bagaimana bisa dia tiba-tiba hamil dalam waktu satu bulan?

“Apa ini akhir pernikahanku?” monolog Veronica pada dirinya sendiri.

Tiga tahun. Apakah pernikahannya selama tiga tahun akan berakhir sampai di sini? Veronica sendiri tak masalah jika akan bercerai, justru dia akan merasa sangat senang bisa terlepas dari pernikahannya.

Namun ...

Tiba-tiba saja bayangan ayahnya terbesit dalam pikiran Veronica, membuatnya menggeleng tegas. “Tidak! Aku tidak boleh berakhir seperti ini. Aku harus mempertahankan pernikahan ini!” ucap Veronica.

Hingga, suara ketukan pintu terdengar membuyarkan lamunan Veronica. Dia segera merapikan rambutnya dan pakaiannya, berdehem pelan untuk mengetes suaranya dan mengubah posisi duduknya menjadi lebih baik.

“Nyonya, ini saya.” Suara seorang pria terdengar menyapa dari luar, diikuti dengan pintu yang dibuka sopan dan hati-hati.

Seorang pria bertubuh tegap, masuk ke dalam kamar Veronica dengan membawa sebuah kotak P3K di tangannya. Dia adalah Edward, pengawal pribadi Veronica yang sengaja diperkerjakan oleh Victor untuknya.

“Ada apa? Aku tidak memanggilmu kemari,” ucap Veronica, wajahnya dibuat senormal mungkin dan seolah tak terjadi apapun sejak tadi.

“Saya mendengar suara pecahan dari kamar dan saya tahu kalau Nyonya pasti akan membutuhkan ini setelahnya.” Edward mengangkat kotak P3K yang dibawanya, seolah telah hafal apa yang terjadi pada majikannya.

Edward mendekat pada Veronica, berlutut di hadapan wanita itu dan menaruh kotak obat yang dibawanya di atas ranjang. Tangannya mengambil kasa bersih dan pembersih luka, kemudian menuangkannya pada kasa.

“Permisi sebentar, Nyonya,” ucap Edward dengan sopan. Tangannya bergerak dengan lincah membersihkan luka goresan yang cukup dalam di kening Veronica, juga sisa-sisa darah yang hampir mengering di sekitarnya. “Cukup dalam, tapi tidak perlu dijahit.”

Kedua sudut bibir Veronica menyunggingkan senyum hambar. “Kali ini dia memberikan bekas di wajahku. Kamu pasti senang karena bisa dipastikan beberapa minggu ke depan kamu akan menganggur.”

Tentu saja Victor tak akan membiarkannya keluar dan memperlihatkan pada masyarakat luas wajahnya yang tiba-tiba saja memiliki bekas luka seperti ini. Itu sama saja seperti bunuh diri.

“Saya senang menganggur. Tapi, saya tidak senang jika itu karena Nyonya yang terluka,” ucap Edward tanpa mengalihkan pandangannya dari kening Veronica.

Dari jarak sedekat ini Veronica bisa melihat betapa seriusnya Edward dalam mengobati lukanya. Juga dari jarak sedekat ini dia bisa melihat bahwa Edward memiliki rupa yang ... eum cukup tampan?

Dia tak berbohong. Bahkan kerap kali Veronica mencuri dengar obrolan para pelayan di rumahnya yang menggemari Edward dan mengatakan rupa pria itu paling tampan di antara seluruh pekerja pria di rumahnya.

“Nah, sudah selesai Nyonya,” ucap Edward, tersenyum puas melihat luka di kening Veronica yang tela tertutupi perban. “Pastikan untuk jangan membuatnya basah sebelum luka di kening Nyonya mengering.”

Veronica mengulas senyum tipis dan mengangguk pelan. “Terima kasih, Ed.”

“Masih karena masalah yang sama?” tebak Edward yang sangat tepat sasaran. Dia masih setia dengan posisi berjongkok di hadapan Veronica, membuatnya dapat dengan mudah melihat ekspresi wajah majikannya.

Lagi-lagi Veronica mengangguk pelan. “Bukankah hanya itu masalah kami? Tapi kalau ini sedikit berbeda.” Dia terdiam sejenak, menimang-nimang apakah hal ini pantas diceritakan pada Edward atau tidak.

Edward yang menyadari keraguan nyonyanya pun menarik napas dan berkata, “Jika Nyonya tidak ingin mengatakannya juga tidak apa-apa. Nyonya tidak berkewajiban menceritakannya pada saya.”

Benar.

Sejak awal Veronica tak memiliki kewajiban untuk menceritakan segalanya pada Edward. Namun, selama ini hanya Edward yang mau mendengarkan ceritanya, lebih tepatnya hanya Edward yang bisa mendengarnya.

Victor selalu membatasi segala aktivitas dan pergaulannya, dia tak boleh sembarang bercerita apalagi mengenai rumah tangga mereka.

Veronica terdiam cukup lama. Kepalanya memikirkan ucapan Victor yang memberikan tenggat satu bulan agar dirinya hamil. Sungguh dia tak percaya diri akan bisa mewujudkan hal mustahil itu, apalagi Victor sangat jarang pulang ke rumah.

Kecuali ...

Pandangan Veronica tiba-tiba menatap Edward intens, membuat Edward sedikit risih dengan tatapan majikannya yang berbeda dari biasanya. Veronica seolah tengah memindai satu persatu bagian di wajahnya.

“Ada apa, Nyonya? Apakah ada yang salah?”

‘Wajahnya cukup tampan, hampir mirip dengan Victor. Bahkan ... harus kuakui jika dia lebih tampan dibanding Victor,’ batin Veronica menilai rupa pengawalnya.

Tiba-tiba saja sebuah ide gila terbesit di dalam kepala Veronica, dia lantas menarik kerah kemeja Edward dan membuat pria itu mendekat padanya. Kedua mata mereka saling menatap lekat dengan jarak yang sangat dekat.

“Ed, hamili aku!”

**

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status