Kali ini, pada tahapan selanjutnya, yaitu Tapak Ketiga, nampaknya Elnara mengalami sedikit kesulitan. Wajar saja, karena Martis sendiri pun tadi malam cukup kesulitan untuk bisa menguasai Tapak Ketiga ini. "Guru, apakah sesulit ini?" tanya Elnara, ia mulai terengah. "Begitulah. Elnara, jujur saja ya, aku juga sebenarnya baru menguasai sampai tahap ketiga ini. Aku kira, kau akan melampaui ku hanya dalam satu hari. Tapi tenang, perjalanan masih panjang. Masih ada hari esok. Untuk hari ini, mungkin kita cukupkan saja dulu latihan kita sampai di sini." Tak terasa mereka berlatih sampai sore hari. Dan kemudian, Martis mengajak Edis kembali ke tempat mereka. Setelah selesai membersihkan dirinya, pada malam harinya Martis kembali berlatih. Dan kali ini, ia berlatih sampai subuh dan hanya berhasil menguasai tahap keempat dari Teknik Tapak Suci Peri. Dan keesokan harinya, Martis kembali melatih Elnara di tempat kemarin. Dan kali ini, Elnara bekerja lebih keras. Hingga akhirnya, pada
"Elnara, kalau aku perhatikan, di tempat ini terdapat banyak peralatan senjata. Dari mana kau mendapatkannya?" tanya Martis seraya mengambil salah satu tombak yang ada di dinding. "Aku membelinya dari acara lelang, Guru. Tapi Guru, ini semua rahasia kita, ya?" jawab Elnara jujur. "Memangnya ada apa?" tanya Martis. "Acara lelang ini sebenarnya ada di Kota Peri. Untuk bisa ke sana, aku menyelinap, hehe." Elnara merasa malu karena menceritakan rahasia atas kelakuan nekatnya. "Kau ini, ya, dasar." Lalu ada pemberitahuan dari sistem. Tring! "Selamat, Martis berhasil menemukan Tombak Peri Suci yang cocok untuk latihan Teknik Tombak Peri." Martis terkejut saat melihat pemberitahuan dari sistem. "Elnara, berapa harga saat kau membeli tombak yang ini? Aku ingin menggantikannya. Jujur saja, aku ingin memilikinya." Martis tahu akan masalah keuangan yang Elnara alami. "Tidak, tidak! Guru, jika memang Guru menginginkannya, silahkan ambil saja. Anggap saja ini adalah hadiah dari M
Saat mendengar Elnara menyebut Martis dengan sebutan Guru, ia cukup terkejut. "Elnara...? Gurumu...? Ini...?" "Benar Ibu, sekarang Elnara akan menjadi seorang Murid. Elnara ingin menjadi kuat. Elnara ingin mencari Ayah.""Elnara...," ucap Ibunya. "Ibu tidak ingin kau dalam bahaya. Cukup Ibu kehilangan sosok Ayahmu saja, tidak dengan kau, hiks, hiks...!" Ibunya pun menangis."Ibu, Elnara tidak akan meninggalkan Ibu. Elnara berjanji, akan selalu bersama Ibu." Elnara mencoba menenangkan ibunya.Setelah itu, mereka berempat akhirnya berkumpul di ruang tamu rumah Elnara dan berbincang banyak hal. Melihat Elnara yang sangat bersemangat saat berbicara dengan Martis dan Edis, membuat ibunya terharu. Karena sejak kecil, ternyata Elnara tidak memiliki teman seorang pun. Itu disebabkan ia yang hidup miskin setelah hilang kontak dari ayahnya, yang kemudian membuat ekonomi mereka merosot jauh. Dulu, saat Elnara masih bayi, ayahnya masih sering mengirimkan uang hasil dari mengabdi menjadi seorang
Semua yang hadir di ruang persidangan terkejut dengan sikap Elnara yang membela Martis. Terlebih lagi, yang membuat mereka lebih terkejut lagi saat sadar bahwa Elnara menyebut Martis adalah gurunya. "Elnara, apa yang baru saja kau katakan?! Jangan lancang! Dan lagi, sejak kapan Manusia ini menjadi Gurumu?!" ujar Tetua Pertama dengan nada cukup tinggi. "Menurut Tetua Pertama, apa coba yang baru saja aku katakan? Coba tebak?" Elnara nampaknya tidak takut untuk memprovokasi Tetua Pertama. "Elnara! Jangan mentang-mentang Kepala Suku sering membelamu, kau jadi berlaku kurang ajar! Akan aku beri pelajaran untukmu! Anak muda sudah berani melawan Tetua!" Tetua Pertama mengangkat tangan kanannya, ia bersiap ingin menampar wajah Elnara. "Sudahlah, kita bicarakan dulu dengan baik-baik." Dari arah belakang, untungnya ada Tetua Ketiga yang menahan tangan Tetua Pertama. "Edi...! Lepaskan tanganku! Jangan halangi aku!" teriak Tetua Pertama. "Eriadi, kenapa kau menjadi orang pemarah sekal
"Ada apa? Kenapa wajahmu sangat terkejut seperti itu?" tanya Martis. "Bagaimana aku tidak terkejut, kau mengatakan baru tadi malam melatih teknik ini, dan kau sudah bisa menguasai jurus Tapak Pertama." Elnara menghela nafasnya, ia benar-benar salut terhadap Martis. "Sudah, Jagan bahas tentang bagaimana aku berlatih. Sekarang, aku tanya lagi padamu, apakah kau yakin ingin memintaku melatihmu teknik ini?" "Iya, aku yakin," jawab Elnara dengan cepat. "Itu artinya..., kau akan menjadi muridku. Benar, tidak?" Martis sedikit menggoda Elnara. "Itu..., em..., ini...," Elnara bingung ingin berkata apa. Kemudian ia setuju jika memang harus menjadi murid Martis. "Baiklah, angkat aku menjadi muridmu, Suhu!" Elnara membungkukkan badannya dan memberi hormat pada Martis. "Eit, tunggu dulu. Memangnya, aku setuju mau jadi Gurumu?" "Bos Martis, aku rasa Elnara bukanlah orang jahat. Jadi, saranku terima saja dia sengaja Muridmu." Kali ini Edis ikut berbicara. "Baiklah, jika Edis berkata
Martis saling pandang dengan Edis, dia heran, ada apa dengan Gadis ini? Kenapa ia memberhentikan langkah mereka yang ingin kembali pulang. "Maaf Nona, ada apa, ya?" tanya Martis dengan sopan. Gadis itu ternyata mengulurkan tangannya. "Namaku adalah Elnara. Kalian Martis dan Edis, kan? Kemari, ayo ikut aku." Karena tidak merasa ada aura permusuhan dari Elnara, Martis dan Edis menurut untuk ikut dengannya. Ternyata, Elnara mengajak Martis dan Edis ke rumahnya. Dan setelah di rumahnya, ia langsung mengatakan ke intinya. "Kalian berdua pasti akan terlibat dalam masalah rumit nantinya. Apakah kalian tahu, siapa tiga pria yang tadi mengganggu kalian?" Martis dan Edis menggeleng dan mengangkat kedua bahu masing-masing. "Memangnya siapa mereka?" tanya Martis. "Salah satu dari mereka bertiga ada anak dari Tetua di Desa ini, dia yang tadi menyerang kalian. Dan mereka bertiga itu memang dikenal sangat nakal dan juga sombong. Dan tadi..., aku melihat semua kejadiannya dari awal. Mem