Beranda / Romansa / Pengganti Hati Sang Mafia / Kontrak yang mengikat

Share

Kontrak yang mengikat

Penulis: Novita Ledo
last update Terakhir Diperbarui: 2025-09-26 11:22:42

Suasana ruang rawat itu dipenuhi aroma antiseptik yang menusuk hidung, begitu kuat hingga membuat dada Elena terasa kencang. Monitor di samping ranjang berdetak pelan, teratur, seperti menghitung detik-detik penting yang menentukan nyawa ayahnya. Setiap bunyi bip seakan memukul batinnya.

Elena duduk di kursi plastik kecil, tubuhnya condong ke depan. Jemarinya menggenggam tangan ayahnya yang dingin dan lemah. Tulang-tulang di tangan itu tampak begitu menonjol, seakan waktu menggerogotinya tanpa ampun. Elena menyusuri tangan lemah itu dengan jari-jarinya yang gemetar. 

“Bertahanlah, Yah… tolong bertahan,” bisiknya parau. " Demi aku Yah...."

Tanpa terasa air matanya luruh, ia menjadi sangat lemas dan tak berdaya.

"Yah...."

Suara itu pecah berkali-kali, seperti tidak sanggup menahan beban yang menekan dari segala arah. Air mata jatuh tanpa diminta. Rasanya ia ingin berteriak, membuat langit-langit rumah sakit runtuh, menghentikan semua penderitaan. Tapi kenyataan terlalu keras, ia tak bisa melakukan apa pun. Semua pintu seperti menutup dirinya dari segala arah.

Hingga sosok itu muncul di ambang pintu.

Leon berdiri di sana, tegap, seperti bayangan gelap yang menyusup ke dalam cahaya putih ruang rawat. Jas hitamnya rapi, terlalu kontras dengan dunia rapuh yang Elena tinggali saat ini. Ia membawa sebuah map cokelat di tangan, dan di wajahnya tergambar senyum tipis yang sulit ditebak.

“Elena,” suaranya berat, stabil, namun mengandung tekanan yang membuat bulu kuduk berdiri.

Elena menoleh pelan. Matanya yang sembab menatap pria itu dengan campuran bingung, takut, dan marah yang tak bisa ia rangkai menjadi kata. “Kenapa Anda ada di sini?” suaranya nyaris hilang.

Leon masuk tanpa meminta izin, langkahnya mantap seolah ruangan itu miliknya. “Karena aku tahu kamu sudah mengambil keputusan.”

Elena mengerjap, bingung. “Saya belum mengambilnya--”

“Sudah,” potong Leon tanpa memberi celah. “Kalau tidak, kamu tidak akan membiarkanku melangkah sejauh ini.”

Ia meletakkan map itu di meja kecil, lalu membuka isinya. Lembaran-lembaran kertas tersusun rapi, itu adalah sebuah kontrak. Ada kalimat-kalimat hukum tajam yang menghiasi lembaran putih itu.

“Baca.”

Elena menatap kontrak itu, lalu menatap wajah Leon. Ia tidak mengerti. “Apa ini?”

“Sebuah kesepakatan,” jawabnya datar. “Aku akan membayar semua biaya perawatan dan operasi ayahmu. Sebagai gantinya…” Ia sedikit condong, mengurangi jarak, suaranya turun menjadi bisikan yang menggetarkan, “kamu harus menjadi milikku. Sepenuhnya. Perlu aku ingatkan, pantang bagimu untuk menolak."

Jantung Elena berhenti sejenak. Kata 'Milik' seakan menghantamnya seperti palu. Dadanya sesak. 

“Saya… manusia,” suaranya bergetar hebat, “bukan barang dagangan! Dan siapa Anda sebenarnya?"

Leon tersenyum tipis, senyum yang justru membuat Elena semakin takut. “Hei, aku tidak akan memperlakukanmu sebagai barang. Tapi kau harus tahu, dunia ini bergerak karena dua hal yakni kekuatan dan pengorbanan."

Elena mengerutkan dahi, tidak mengerti maksud dari pria itu. Kedua tangan Elena gemetar. Pandangannya naik turun antara wajah ayahnya dan lembar kontrak itu. Ketidakadilan dunia membuat darahnya mendidih, tapi ia tidak punya pilihan. Setiap detik yang berlalu bisa menjadi detik terakhir bagi ayahnya.

Dengan napas terputus-putus, Elena akhirnya meraih pena.

Air mata jatuh membasahi kertas itu saat ia menuliskan namanya. Selesai.

Leon tersenyum puas, lipatannya rapi penuh kehati-hatian. “Bagus. Mulai hari ini, kamu bukan lagi hanya Elena.” Ia menatapnya tajam. “Kamu adalah milikku.”

Tubuh Elena berguncang. “Apa yang akan Anda lakukan pada saya?”

Leon mendekat, meraih dagunya dengan sentuhan yang terasa terlalu lembut untuk sosok sekejam dirinya. Wajah Elena terangkat, terpaksa menatap mata pria itu, mata indah tapi sangat dingin, mata yang menyimpan badai.

“Pertama,” ucap Leon rendah, “kau akan tinggal di rumahku. Kedua, kau belajar aturan. Dunia yang akan kau masuki tidak mengenal kelemahan."

Elena terdiam, berusaha mencerna kalimat-kalimat yang terasa asing di telinga. Siapa sebenarnya pria ini?

**

Tak terasa senja mulai turun ketika Elena berdiri di balkon rumah sakit. Lampu-lampu kota menyala satu per satu, sementara angin malam mengusap wajahnya yang basah. Ada secercah lega — ayahnya mendapatkan harapan. Tapi rasa hancur dalam dirinya tak bisa ia tolak. Ia telah mengorbankan kebebasannya… untuk harga yang terlalu mahal.

Leon muncul di sampingnya, menyulut rokok dengan gerakan tenang. Asap putih melayang, bercampur udara dingin.

“Kamu terlihat menyesal,” katanya tanpa menoleh.

“Tentu saja saya menyesal!” Elena hampir berteriak. “Hidup saya… bukan lagi milik saya!”

Leon menatap jauh ke lampu-lampu kota, wajahnya tidak berubah. “Kamu pikir aku hidup dengan pilihan bebas? Tidak.” Ia menghembuskan asap. “Aku pun terikat oleh janji, dendam, dan darah. Kita sama, Elena.”

Kata-katanya membuat Elena terdiam. Ada luka di sana, ada luka yang nyata.

“Kenapa saya?” bisiknya akhirnya. “Kenapa harus saya?”

Leon menatapnya lama. Mata Elena seolah disihir untuk balik menatapnya. 

"Mata itu..." suaranya merendah. 

Mata? Elena mengedip-ngedip. 

"Lupakan." Leon berpaling. Ucapannya tak dilanjutkan, ia biarkan menggantung di udara.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Pengganti Hati Sang Mafia   Terjebak di Dua Sisi

    Tangan Leon yang masih menodongkan pistol ke arah pria berambut perak itu tidak goyah, tetapi tubuhnya tegang. Ekspresi dingin membeku di wajahnya, jauh lebih pekat daripada keputusasaan yang baru saja ia rasakan bersama Elena.“Kamu,” desis Leon. Bukan sapaan, melainkan kutukan. Aura ruangan sempit itu, yang sebelumnya dipenuhi keintiman yang kacau, kini mendadak dipenuhi bau mesiu dan bahaya yang lebih mematikan daripada peluru di luar.Pria itu melangkah maju. Mantel panjangnya yang gelap nyaris menyentuh kusen pintu. Dia mengangkat tangan kirinya dengan gerakan santai, seolah keberadaan pistol yang diarahkan ke kepalanya hanyalah formalitas.“Sambutan yang kurang hangat, Leon,” balas pria itu dengan nada mengejek, suaranya dalam dan bergetar, mengingatkan pada gema di makam batu.Elena merasakan cengkeraman Leon pada pinggangnya mengerat hingga menyakitkan. Kata-kata dari perkelahian tadi, tentang kehormatan dan pengkhianatan, mendadak terasa dingin dan nyata di tenggorokannya.“J

  • Pengganti Hati Sang Mafia   Musuh lama

    Hening beberapa detik setelah Sofia berkata, “Sekarang giliranmu,” terasa seperti sesuatu yang runtuh dari dalam dada Elena. Pistol itu masih mengarah ke wajahnya, tapi tatapan Sofia justru lebih dingin daripada moncong senjata itu sendiri. “Jangan buat aku ulangi,” ucap Sofia pelan tapi mematikan. Elena menegang. Tangannya sedikit bergetar. Leon berdiri setengah terseret napas, darah masih menetes dari lengannya yang tadi tertembak. Tapi suaranya tetap stabil. “Sofia… kamu masih seperti dulu,” katanya lirih. “Bahkan setelah kamu menjual tubuh murah mu ke pria brengsek itu!" Rahang Sofia mengeras. Ia kemudian berucap," Kamu tidak punya hak menyebut namanya,” desis Sofia. Leon tertawa kecil, pahit. “Hak? Setelah kamu menusukku dari belakang? Setelah kamu menjual kepercayaan ku, bahkan segala informasi tentang markas kami ke dia? Jangan lupa malam itu, aku yang menjemput mayat-mayat anak buahmu.” Sofia tersentak. Ada kilatan emosi yang cepat—marah, sakit, rindu, sulit dite

  • Pengganti Hati Sang Mafia   Elena dalam bahaya

    Tapi seakan berubah ketika ia mendengar ada suara yang tengah berteriak keras. "Bos, gadis itu membawa beberapa orang memasuki mansion...." Teriakan terakhir itu dari luar mansion belum benar-benar hilang ketika Leon menutup pintu kamar itu dengan satu hentakan. Brank... Keheningan di dalam ruangan seperti menyerap sisa-sisa kekacauan di luar, membuat jantung Elena berdetak kencang tanpa irama yang jelas. Elena berdiri kaku di dekat jendela besar, kedua tangannya bergetar di samping tubuh. Cahaya jingga sore memantul di pipinya, membuat ketakutannya terlihat lebih nyata, lebih telanjang. Leon menatapnya lama. Lama sekali. Seakan sedang mempelajari reaksi Elena seperti mempelajari kode rahasia. Ia melepaskan jasnya yang berlumur darah, menjatuhkannya begitu saja ke lantai. Elena tersentak melihat bercak merah tua yang masih basah itu. “Terjadi sesuatu di luar, kan?” suara Elena bergetar. “Ada yang kamu siksa?” Leon tidak langsung menjawab. Ia mengambil kain dari

  • Pengganti Hati Sang Mafia   Aturan sang penguasa

    Ia terbangun oleh ketukan keras di pintu kamar, bukan suara alarm mungil di apartemennya. Ranjang empuk dan selimut mewah justru membuat dadanya sesak. Ruangan terlalu besar, terlalu sunyi, seolah menelan dirinya. Di kursi, jas hitam Leon terlipat rapi; pemiliknya hilang begitu saja, seperti bayangan yang bergerak sendiri. Elena menghela napas dan membasuh wajahnya di wastafel marmer. Refleksinya sendiri tampak lelah: mata sembab, wajah pucat, senyum yang dipaksa. “Aku harus kuat,” bisiknya pada bayangan itu. Di ruang makan, aroma roti panggang dan kopi hitam menyambutnya. Tidak ada kehangatan di sana. Hanya meja panjang penuh makanan mewah dan para pria bertubuh besar yang menoleh menilai. Di ujung meja, Leon duduk seperti penguasa dunia kecilnya, kemeja putih dengan lengan digulung menampilkan lengan kokohnya. “Elena,” panggilnya. “Duduk di sini.” Ia menurut, meski tangan gemetar. Salah satu pria berwajah penuh luka tiba-tiba terkekeh. “Bos, sejak kapan kita mengundang t

  • Pengganti Hati Sang Mafia   Gerbang kehidupan baru

    Di malam berikutnya, ketika langit Jakarta masih diselimuti mendung. Hujan turun tipis, membuat jalanan berkilau basah diterpa cahaya lampu. "Baiklah, ini semua demi biaya pengobatan ayahku." Elena mulai menjalankan tugasnya, dia berdiri menunggu jemputan dan benar saja, saat sebuah mobil melintas, ia segera masuk dan kini duduk di kursi penumpang mobil mewah milik Leon itu. Kedua tangannya saling menggenggam erat, jemari dingin berkeringat. Pikirannya kalut, hatinya penuh tanda tanya. Mobil melaju tenang, dikendarai sopir pribadi Leon. Suasana di dalam begitu hening, hanya suara mesin yang terdengar. Leon yang duduk di sampingnya, hanya bersikap tenang dengan tatapan yang fokus ke luar jendela. Sesekali, Elena melirik pria itu. Setiap detailnya memancarkan aura kekuasaan seperti jas hitam rapi, jam tangan mewah yang berkilau, dan sorot mata yang dingin bagai batu. Ia seperti pria yang tak bisa disentuh, apalagi dipahami. Elena menggigit bibir, lalu memberanikan diri. “Ayah

  • Pengganti Hati Sang Mafia   Kontrak yang mengikat

    Suasana ruang rawat itu dipenuhi aroma antiseptik yang menusuk hidung, begitu kuat hingga membuat dada Elena terasa kencang. Monitor di samping ranjang berdetak pelan, teratur, seperti menghitung detik-detik penting yang menentukan nyawa ayahnya. Setiap bunyi bip seakan memukul batinnya. Elena duduk di kursi plastik kecil, tubuhnya condong ke depan. Jemarinya menggenggam tangan ayahnya yang dingin dan lemah. Tulang-tulang di tangan itu tampak begitu menonjol, seakan waktu menggerogotinya tanpa ampun. Elena menyusuri tangan lemah itu dengan jari-jarinya yang gemetar. “Bertahanlah, Yah… tolong bertahan,” bisiknya parau. " Demi aku Yah...." Tanpa terasa air matanya luruh, ia menjadi sangat lemas dan tak berdaya. "Yah...." Suara itu pecah berkali-kali, seperti tidak sanggup menahan beban yang menekan dari segala arah. Air mata jatuh tanpa diminta. Rasanya ia ingin berteriak, membuat langit-langit rumah sakit runtuh, menghentikan semua penderitaan. Tapi kenyataan terlalu keras,

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status