Home / Romansa / Pengganti Hati Sang Mafia / Gerbang kehidupan baru

Share

Gerbang kehidupan baru

Author: Novita Ledo
last update Last Updated: 2025-09-26 11:28:20

Di malam berikutnya, ketika langit Jakarta masih diselimuti mendung. Hujan turun tipis, membuat jalanan berkilau basah diterpa cahaya lampu.

"Baiklah, ini semua demi biaya pengobatan ayahku."

Elena mulai menjalankan tugasnya, dia berdiri menunggu jemputan dan benar saja, saat sebuah mobil melintas, ia segera masuk dan kini duduk di kursi penumpang mobil mewah milik Leon itu. Kedua tangannya saling menggenggam erat, jemari dingin berkeringat. Pikirannya kalut, hatinya penuh tanda tanya.

Mobil melaju tenang, dikendarai sopir pribadi Leon. Suasana di dalam begitu hening, hanya suara mesin yang terdengar. Leon yang duduk di sampingnya, hanya bersikap tenang dengan tatapan yang fokus ke luar jendela.

Sesekali, Elena melirik pria itu. Setiap detailnya memancarkan aura kekuasaan seperti jas hitam rapi, jam tangan mewah yang berkilau, dan sorot mata yang dingin bagai batu. Ia seperti pria yang tak bisa disentuh, apalagi dipahami.

Elena menggigit bibir, lalu memberanikan diri. “Ayah saya… dia benar-benar akan dioperasi, kan?” Belum ada yang menguasai pikiran Elena selain kondisi sang ayah saat ini. 

Leon menoleh sebentar, lalu menjawab singkat, “Ya.”

“Dan semua biayanya… sudah Anda tanggung?”

“Ya.”

Elena hanya bisa menghela napas panjang. Ada kelegaan, tapi juga sakit yang menghantam dada. Karena setiap “ya” itu berarti rantai di lehernya kian mengikat.

"Sudah. Berhenti bertanya," tukas pria itu. Nadanya terdengar sungguh dingin, tidak memberikan celah bagi Elena untuk bertanya lagi.

Elena segera menunduk takut. Dia tak berani lagi menoleh ke arah Leon.

Sampai mobil itu berhenti di depan sebuah gerbang besi tinggi. Kamera pengawas berputar, lampu sorot otomatis menyinari kendaraan. Kaca mobil terbuka dan Leon mengulurkan tangannya untuk menempelkan salah satu jarinya di kunci otomatis. Setelah sidik jari Leon diverifikasi, gerbang perlahan terbuka, menyingkap pemandangan yang membuat Elena ternganga.

Sebuah mansion megah berdiri angkuh di balik pagar. Arsitekturnya campuran klasik Eropa dan modern, dikelilingi taman luas dan kolam air mancur. Cahaya lampu-lampu besar menyoroti setiap sudut, membuat tempat itu tampak lebih seperti istana daripada rumah. Elena memandangi sekitarnya, mengagumi pemandangan yang memanjakan mata.

Elena berusaha menelan ludah. Berusaha berujar meski sedikit bergetar, “Ini… rumah Anda?”

Leon hanya tersenyum samar. “Mulai sekarang, ini juga rumahmu.”

Gadis itu tersentak. Kata-kata itu membuat tubuhnya merinding, bukan karena kebahagiaan, tapi ketakutan.

Begitu masuk, beberapa pria berbadan besar dengan pakaian hitam menyambut. Tatapan mereka tajam, penuh curiga, seakan menilai Elena dari ujung rambut hingga ujung kaki.

“Bos,” sapa salah satu dari mereka, menunduk hormat.

Leon hanya mengangguk, lalu melangkah masuk sambil menarik pergelangan tangan Elena.

Gadis itu hampir terseret langkah cepatnya. Ia sempat berbisik, “Apa mereka semua…?”

Leon menoleh, tatapannya dingin. “Mereka bukan orang biasa. Dan sekarang, kamu akan hidup di antara mereka. Jadi biasakan dirimu.”

Elena merinding. Ia bisa merasakan atmosfer rumah itu berbeda. Setiap sudut seolah menyimpan rahasia. Setiap orang yang menatapnya seperti sedang menghitung berapa lama ia bisa bertahan.

Di ruang tamu yang luas, seorang wanita paruh baya datang dengan senyum ramah. “Selamat malam, Tuan. Selamat datang kembali.”

Leon mengangguk. “Ini Elena. Pastikan dia mendapat kamar yang layak.”

“Baik, Tuan.”

Wanita itu lalu menoleh pada Elena. “Nama saya Rosa, pengurus rumah ini. Kalau Nona butuh apa pun, silakan sampaikan pada saya.”

Elena mencoba tersenyum kecil. “T-terima kasih.” ia sedikit gugup

Namun sebelum Rosa bisa membimbingnya pergi, Leon menahan tangan Elena. “Tidak. Dia tidur di kamar utama.”

Rosa tampak kaget, tapi buru-buru menunduk. “Baik, Tuan.”

Elena menatap Leon dengan mata membelalak. “K-kamar utama?!”

Leon mendekat, suaranya rendah dan berbahaya. “Kamu sudah jadi milikku. Tidak ada alasan kamu tidur terpisah.”

Elena ingin protes, tapi tatapan pria itu membuat suaranya tercekat di tenggorokan.

Malam itu, kamar utama terasa begitu asing. Ruangan luas dengan ranjang raksasa, balkon pribadi, dan perabotan mewah. Elena berdiri kaku di dekat pintu, tak berani melangkah lebih jauh.

Leon melepas jasnya, lalu menaruh jam tangan di meja. Gerakannya santai, seolah Elena hanyalah bagian alami dari malamnya.

“Kamu tegang sekali,” ucap Leon tanpa menoleh.

Elena mengepalkan tangan. “Bagaimana saya bisa tidak tegang?! Saya bahkan tidak tahu apa yang akan terjadi setelah ini.”

Leon menoleh, menatapnya lama. Lalu, ia melangkah mendekat. Elena mundur, punggungnya menempel ke pintu.

Pria itu berhenti hanya beberapa sentimeter darinya. Wajahnya begitu dekat, aroma maskulinnya menusuk indra penciuman Elena.

“Aku tidak akan menyakitimu, Elena,” bisiknya pelan. “Tapi kamu harus tahu satu hal—hidupmu tidak akan pernah sama lagi. Mulai malam ini, kamu akan belajar apa artinya menjadi milikku .”

Elena terperangah. Tubuhnya gemetar. Air mata hampir jatuh, tapi ia tahan.

Leon menatapnya tajam, lalu perlahan mundur. Ia berjalan ke sisi ranjang dan duduk. “Tidur. Besok pagi, dunia barumu akan dimulai.”

Namun Elena tidak bisa tidur malam itu. Ia hanya bisa menatap langit-langit kamar, pikirannya dipenuhi tanya:

Siapa sebenarnya Leon?

Apa sebenarnya yang ia maksud dengan menjadi miliknya!?

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Pengganti Hati Sang Mafia   Terjebak di Dua Sisi

    Tangan Leon yang masih menodongkan pistol ke arah pria berambut perak itu tidak goyah, tetapi tubuhnya tegang. Ekspresi dingin membeku di wajahnya, jauh lebih pekat daripada keputusasaan yang baru saja ia rasakan bersama Elena.“Kamu,” desis Leon. Bukan sapaan, melainkan kutukan. Aura ruangan sempit itu, yang sebelumnya dipenuhi keintiman yang kacau, kini mendadak dipenuhi bau mesiu dan bahaya yang lebih mematikan daripada peluru di luar.Pria itu melangkah maju. Mantel panjangnya yang gelap nyaris menyentuh kusen pintu. Dia mengangkat tangan kirinya dengan gerakan santai, seolah keberadaan pistol yang diarahkan ke kepalanya hanyalah formalitas.“Sambutan yang kurang hangat, Leon,” balas pria itu dengan nada mengejek, suaranya dalam dan bergetar, mengingatkan pada gema di makam batu.Elena merasakan cengkeraman Leon pada pinggangnya mengerat hingga menyakitkan. Kata-kata dari perkelahian tadi, tentang kehormatan dan pengkhianatan, mendadak terasa dingin dan nyata di tenggorokannya.“J

  • Pengganti Hati Sang Mafia   Musuh lama

    Hening beberapa detik setelah Sofia berkata, “Sekarang giliranmu,” terasa seperti sesuatu yang runtuh dari dalam dada Elena. Pistol itu masih mengarah ke wajahnya, tapi tatapan Sofia justru lebih dingin daripada moncong senjata itu sendiri. “Jangan buat aku ulangi,” ucap Sofia pelan tapi mematikan. Elena menegang. Tangannya sedikit bergetar. Leon berdiri setengah terseret napas, darah masih menetes dari lengannya yang tadi tertembak. Tapi suaranya tetap stabil. “Sofia… kamu masih seperti dulu,” katanya lirih. “Bahkan setelah kamu menjual tubuh murah mu ke pria brengsek itu!" Rahang Sofia mengeras. Ia kemudian berucap," Kamu tidak punya hak menyebut namanya,” desis Sofia. Leon tertawa kecil, pahit. “Hak? Setelah kamu menusukku dari belakang? Setelah kamu menjual kepercayaan ku, bahkan segala informasi tentang markas kami ke dia? Jangan lupa malam itu, aku yang menjemput mayat-mayat anak buahmu.” Sofia tersentak. Ada kilatan emosi yang cepat—marah, sakit, rindu, sulit dite

  • Pengganti Hati Sang Mafia   Elena dalam bahaya

    Tapi seakan berubah ketika ia mendengar ada suara yang tengah berteriak keras. "Bos, gadis itu membawa beberapa orang memasuki mansion...." Teriakan terakhir itu dari luar mansion belum benar-benar hilang ketika Leon menutup pintu kamar itu dengan satu hentakan. Brank... Keheningan di dalam ruangan seperti menyerap sisa-sisa kekacauan di luar, membuat jantung Elena berdetak kencang tanpa irama yang jelas. Elena berdiri kaku di dekat jendela besar, kedua tangannya bergetar di samping tubuh. Cahaya jingga sore memantul di pipinya, membuat ketakutannya terlihat lebih nyata, lebih telanjang. Leon menatapnya lama. Lama sekali. Seakan sedang mempelajari reaksi Elena seperti mempelajari kode rahasia. Ia melepaskan jasnya yang berlumur darah, menjatuhkannya begitu saja ke lantai. Elena tersentak melihat bercak merah tua yang masih basah itu. “Terjadi sesuatu di luar, kan?” suara Elena bergetar. “Ada yang kamu siksa?” Leon tidak langsung menjawab. Ia mengambil kain dari

  • Pengganti Hati Sang Mafia   Aturan sang penguasa

    Ia terbangun oleh ketukan keras di pintu kamar, bukan suara alarm mungil di apartemennya. Ranjang empuk dan selimut mewah justru membuat dadanya sesak. Ruangan terlalu besar, terlalu sunyi, seolah menelan dirinya. Di kursi, jas hitam Leon terlipat rapi; pemiliknya hilang begitu saja, seperti bayangan yang bergerak sendiri. Elena menghela napas dan membasuh wajahnya di wastafel marmer. Refleksinya sendiri tampak lelah: mata sembab, wajah pucat, senyum yang dipaksa. “Aku harus kuat,” bisiknya pada bayangan itu. Di ruang makan, aroma roti panggang dan kopi hitam menyambutnya. Tidak ada kehangatan di sana. Hanya meja panjang penuh makanan mewah dan para pria bertubuh besar yang menoleh menilai. Di ujung meja, Leon duduk seperti penguasa dunia kecilnya, kemeja putih dengan lengan digulung menampilkan lengan kokohnya. “Elena,” panggilnya. “Duduk di sini.” Ia menurut, meski tangan gemetar. Salah satu pria berwajah penuh luka tiba-tiba terkekeh. “Bos, sejak kapan kita mengundang t

  • Pengganti Hati Sang Mafia   Gerbang kehidupan baru

    Di malam berikutnya, ketika langit Jakarta masih diselimuti mendung. Hujan turun tipis, membuat jalanan berkilau basah diterpa cahaya lampu. "Baiklah, ini semua demi biaya pengobatan ayahku." Elena mulai menjalankan tugasnya, dia berdiri menunggu jemputan dan benar saja, saat sebuah mobil melintas, ia segera masuk dan kini duduk di kursi penumpang mobil mewah milik Leon itu. Kedua tangannya saling menggenggam erat, jemari dingin berkeringat. Pikirannya kalut, hatinya penuh tanda tanya. Mobil melaju tenang, dikendarai sopir pribadi Leon. Suasana di dalam begitu hening, hanya suara mesin yang terdengar. Leon yang duduk di sampingnya, hanya bersikap tenang dengan tatapan yang fokus ke luar jendela. Sesekali, Elena melirik pria itu. Setiap detailnya memancarkan aura kekuasaan seperti jas hitam rapi, jam tangan mewah yang berkilau, dan sorot mata yang dingin bagai batu. Ia seperti pria yang tak bisa disentuh, apalagi dipahami. Elena menggigit bibir, lalu memberanikan diri. “Ayah

  • Pengganti Hati Sang Mafia   Kontrak yang mengikat

    Suasana ruang rawat itu dipenuhi aroma antiseptik yang menusuk hidung, begitu kuat hingga membuat dada Elena terasa kencang. Monitor di samping ranjang berdetak pelan, teratur, seperti menghitung detik-detik penting yang menentukan nyawa ayahnya. Setiap bunyi bip seakan memukul batinnya. Elena duduk di kursi plastik kecil, tubuhnya condong ke depan. Jemarinya menggenggam tangan ayahnya yang dingin dan lemah. Tulang-tulang di tangan itu tampak begitu menonjol, seakan waktu menggerogotinya tanpa ampun. Elena menyusuri tangan lemah itu dengan jari-jarinya yang gemetar. “Bertahanlah, Yah… tolong bertahan,” bisiknya parau. " Demi aku Yah...." Tanpa terasa air matanya luruh, ia menjadi sangat lemas dan tak berdaya. "Yah...." Suara itu pecah berkali-kali, seperti tidak sanggup menahan beban yang menekan dari segala arah. Air mata jatuh tanpa diminta. Rasanya ia ingin berteriak, membuat langit-langit rumah sakit runtuh, menghentikan semua penderitaan. Tapi kenyataan terlalu keras,

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status