Caroline meremas jari tangan mulai ragu dengan pendiriannya. Matanya terus menatap nilai uang di hadapannya sambil memikirkan segala resiko yang akan dia dapatkan jika mengkhianati Nicholas.
Rasa ragu pun lenyap ketika bujuk rayu Alex meresap dalam dirinya, dengan tangan gemetar jari Caroline menekan tombol tersebut.
Nicholas mengumpat keras melihat rekaman video Caroline dan Alex. Ingin rasanya dia menghancurkan semua benda yang berada di sekelilingnya.
Melihat reaksi Tuannya, Tomshon berkata, “Kamu tidak harus melihatnya.”
“Tidak, aku ingin melihatnya secara langsung jika wanita jalang itu mengkhianatiku,” kata Nicholas dingin.
Tomshon yang tahu semua yang telah Nicholas alami, merasa prihatin dengan yang terjadi saat ini. Dia tidak tega harus melihat pria itu menyaksikan sendiri perselingkuhan kekasihnya.
Alex yang telah merencanakan semuanya, dia memasang kamera di kamar hotel yang akan mereka gunakan. Tomshon memejamkan mata saat Caroline dan Alex masuk ke kamar tersebut dan mulai saling menyentuh.
Berbeda dengan Nicholas yang tetap menatap layar di depannya dengan rasa marah yang memuncak. Apalagi saat mendengar Caroline mendesah keras di bawah Alex yang sedang menindih dan bergerak di atasnya. Tidak tahan lagi dengan apa yang dilihatnya, Nicholas membanting layar di depannya.
“Tinggalkan aku sendiri Tom,” kata Nicholas dengan nada yang menakutkan.
Tanpa berkata apapun, Tomshon segera pergi meninggalkan Nicholas sendiri.
Beberapa hari setelah kejadian tersebut, wajah Nicholas berubah menjadi sangat dingin. Tomshon yang melihatnya, merasakan situasi yang tidak nyaman saat bersama pria itu.
“Hentikan semua kemudahan yang sudah Caroline terima selama ini. Larang dia untuk masuk ke ruanganku. Aku tidak ingin melihatnya lagi,” perintah Nicholas.
“Dengan senang hati,” jawab Tomshon.
“Satu hal lagi. Carikan aku wanita untuk kujadikan istri,” kata Nicholas.
“Maksud kamu?” tanya Tomshon mengernyit terkejut.
“Aku tidak suka mengulangi perintahku, carikan saja wanita yang bisa aku nikahi tidak peduli siapa orangnya. Pastikan dia tidak memiliki penyakit dan pilih yang cerdas karena dia mungkin akan menjadi ibu dari anak-anakku.”
Meskipun Tomshon sedikit ragu dengan keputusan Nicholas tetapi dia tetap menjawab patuh seperti biasanya, “Baiklah, akan aku lakukan sesuai kemauanmu.”
“Jangan beritahu identitasku pada wanita itu, panggil saja aku Dave, kubur nama Nicholas saat kamu sedang bersama wanita itu. Aku tidak ingin dia menjadi sombong karena menikahi seorang Pierre,” kata Nicholas.
“Tapi wajahmu sudah familiar di berbagai berita dan internet, aku tidak yakin jika wanita tersebut tidak mengenalimu,” kilah Tomshon.
“Akan aku pastikan dia tidak akan melihat wajahku dan tidak akan tahu siapa pria yang dinikahinya,” jelas Nicholas dengan senyum sinisnya.
Ide Nicholas, membuat Tomshon ragu. Tuannya telah bermain api, dia takut pria itu akan terbakar sendiri. Meskipun begitu, dia tetap menjalankan perintah tuannya.
*
Seorang gadis muda dengan wajah sendu, sedang duduk di atas ranjang sambil mendekap sebuah foto. Foto tersebut adalah foto mamanya yang beberapa hari lalu telah meninggalkan dia untuk selamanya.
Setelah berjuang melawan penyakitnya selama hampir 2 tahun akhirnya mamanya menyerah. Meskipun hatinya sedih dan sangat kehilangan, tetapi ada sedikit kelegaan karena sekarang mamanya sudah tidak merasakan sakit lagi.
Gadis itu bernama Laura Aurelie. Sekarang dia harus tinggal berdua bersama Papa tirinya dan itu sangat menakutkan. Papa tirinya seorang pemabuk berat dan juga penjudi, setiap hari dia selalu pulang dengan keadaan mabuk.
Laura takut jika pria itu akan berbuat sesuatu yang tidak diinginkan, apalagi akhir-akhir ini dia mendengar banyak berita seorang anak yang diperkosa oleh papanya sendiri. Dia menjadi paranoid karena berita tersebut.
Untuk jaga diri, dia selalu mengunci pintu kamar jika ada papanya di rumah. Hidupnya menjadi tidak tenang setelah mamanya meninggal. Dia tidak bisa terus seperti ini karena itulah beberapa hari ini dia sibuk mencari pekerjaan.
Jika sudah mendapat pekerjaan, dia akan segera mencari tempat tinggal sendiri. Meskipun mempunyai gelar sarjana dengan nilai cumlaude, tidak membuat Laura mudah mendapatkan pekerjaan. Dia harus menunggu beberapa panggilan dan jadwal wawancara tetapi belum juga ada yang memberinya kepastian.
Sampai suatu malam, apa yang ditakutkannya terjadi. Papanya pulang dengan keadaan marah. Dia mengancam akan mendobrak pintu kamar jika tidak membukanya. Dengan rasa takut dan tubuh gemetar, Laura membuka pintu kamar.
Jika memang malam ini adalah akhir dari semua yang dia pertahankan, maka dia pasrah kehilangan apa yang dia jaga selama ini.
Setelah berhasil masuk ke kamar Laura, dia menarik paksa gadis itu keluar dari kamar. Laura memberontak tetapi kekuatannya tidak seberapa dibanding kekuatan Papanya. Dengan menangis terisak, Laura mengikuti ke mana papanya membawanya.
Dia merasa heran ketika papanya membawanya ke sebuah klub malam. Dia tidak tahu apa yang akan dilakukan pria itu, ternyata di sana sudah berkumpul beberapa pria yang telah menunggu.
“Ini putriku, dia masih perawan. Siapa yang menawar paling tinggi, dia yang akan mendapatkannya,” kata pria itu menawarkan Laura pada para hidung belang, membuat Laura terhenyak.
“Aku tidak mau!” berontak Laura.
“Diam! Anak durhaka! Aku sedang butuh banyak uang saat ini, kalau aku tidak membayar hutangku malam ini, maka kita berdua akan mati,” kata papanya yang membuat Laura semakin terkejut.
“Kamu saja yang mati,” umpat Laura kasar.
Papanya tertawa keras mendengar umpatan putrinya. “Jika aku mati, mereka tetap akan membawamu dan menjadikanmu wanita jalang untuk menutup semua hutangku, jadi percuma saja.”
“Aku tidak mau!” seru Laura.
“Keputusan ada di tanganmu, menjual keperawananmu malam ini untuk melunasi hutangku atau membiarkanku mati dan mereka akan mengejarmu serta menjadikanmu wanita jalang.” Mendengar hal tersebut, Laura hanya bisa menangis dalam cengkeraman papanya.
“Aku buka dengan harga seratus juta,” kata Papa Laura mulai membuka harga dan semua pria di depan Laura tertawa puas.
“Putrimu sangat cantik,” kata salah seorang pria yang ada di sana.
“Benarkah dia masih perawan? Jangan-jangan dia hanya wanita jalang yang kamu bilang masih perawan,” sambung pria lain yang membuat Laura merasa direndahkan dan terhina.
“Lepaskan aku!” teriak Laura tetapi tidak digubris oleh Papanya.
“Aku akan membayar dua puluh juta jika dia benar-benar masih perawan. Jika kamu menipuku, kamu harus menggantinya dua kali lipat,” tawar seorang pria.
“Baiklah, aku terima dua puluh jutamu, ambillah dan lakukan apa yang kamu mau pada putriku!” ujar Papa Laura kepada pria botak dengan perut buncit yang membuat Laura jijik.
Saat papanya ingin menyerahkannya ke pria botak tersebut, Laura menggigit tangan papanya kemudian berlari sekencang mungkin berharap bisa lolos dari pria itu. Sayangnya keberuntungan sedang tidak berpihak padanya. Kaki Laura tersandung kaki meja, membuat tubuhnya linglung dan hilang keseimbangan.
Dia menutup mata, bersiap merasakan kerasnya lantai marmer yang menghantam tubuhnya. Namun, sebelum tubuhnya menyentuh lantai, sebuah tangan menangkapnya.
“Ini bukan stadion di mana kamu bisa berlarian seenaknya, Nona,” suara bariton seorang pria menegur Laura.
“Maafkan aku, terima kasih telah menolongku,” ucap Laura sambil berusaha berdiri tegak dan melihat seorang pria tua menolongnya.
“Kamu baik-baik saja?” tanya pria tersebut.
“Aku baik-baik saja, tetapi aku harus pergi sekarang juga sebelum pria itu menangkapku,” jawab Laura dengan buru-buru.
Belum sempat Laura pergi, sebuah teriakan terdengar dari belakang tubuhnya.
“Hentikan gadis itu! Jangan biarkan dia pergi dariku!” Suara Martinez, Papa tiri Laura terdengar lantang.
“Fernando, hentikan! Kamu bisa membunuhnya.” Joselie yang tidak mau pergi dari ruangan tersebut melepaskan diri dari dekapan putranya lalu berlari mendapatkan suaminya, tetapi tegurannya diabaikan oleh Fernando.Tomshon langsung menarik dan memegang tubuh Fernando untuk menahan pria itu.“Lepaskan aku, Tom! Biarkan aku membunuhnya!” geram Fernando diliputi amarah.Tangis Joselie semakin keras mendengar perkataan suaminya. Nicholas langsung menarik dan memeluk Mamanya kembali.Untuk beberapa saat, Joselie menangis di pelukan putranya. Setelah keadaan agak tenang, Nicholas membawa Mamanya menjauh dan pergi ke kamar. Tomshon pun menarik tubuh Fernando dan membawanya pergi dari ruangan tersebut.Saat Tomshon dan Fernando melewati ruang keluarga, Gabriella terkejut karena melihat tangan Fernando berlumuran darah. Susan yang melihatnya langsung berlari mendekati suaminya.“Apa yang terjadi dengan Fernando?” tanya Susan khawatir.“Fernando baik-baik saja. Panggil pengawal dan suruh Gabriella
Pagi harinya dengan muka lelah, Austin dan Gabriella sampai di depan rumah yang sangat besar. Melihat rumah tersebut, Gabriella hanya terdiam dengan mulut ternganga.“Benarkah ini kediaman Pierre?” tanyanya pada suaminya.“Ya, ini adalah kediaman Pierre,” jawab Austin, menyakinkan Gabriella.“Rasanya seperti sedang berada di sebuah istana modern. Aku tidak menyangka ada rumah sebesar ini.” Gabriella masih terkagum dengan rumah di depannya.“Ayo kita masuk!” ajak Austin yang kemudian diikuti oleh Gabriella di belakang.Mereka melangkah memasuki teras rumah keluarga Pierre. Dengan sedikit ragu, Austin mengetuk pintu besar rumah tersebut.Tidak lama kemudian terlihat seorang pelayan membuka pintu. Setelah Austin memperkenalkan diri, pelayan itu berkata, “Tuan Fernando telah menunggu Anda, silakan masuk. Barang-barangnya biarkan di sini saja, nanti saya yang akan mengurusnya.”Austin dan Gabriella mengikuti langkah pelayan tersebut yang membawa mereka ke sebuah ruangan. “Tuan, Nyonya, Tua
Hari berikutnya, Austin dan Gabriella mulai mencari keberadaan Olivia. Mereka pergi menuju ke alamat yang diberikan Grace. Dengan jantung berdebar, Austin berdiri di rumah berwarna putih dengan taman yang cantik yang berada di depan rumah tersebut.“Apakah kamu sudah siap menemuinya?” tanya Gabriella.“Apakah aku mempunyai pilihan? Siap tidak siap, aku harus menemuinya sekarang, agar urusan kita cepat selesai. Semakin kita menundanya, maka beban yang harus aku tanggung semakin berat.”Gabriella mengangguk mengiyakan apa yang suaminya katakan.Austin mengetuk pintu rumah tersebut beberapa kali, tapi rumah tersebut tampak sepi. Dia memutuskan untuk mengetuk terakhir kalinya, jika belum ada juga yang membukakan pintu untuknya, maka besok dia akan datang kembali.Tepat saat Austin menurunkan tangan, pintu di depannya terbuka. Seorang gadis cantik terlihat di balik pintu sambil menatap Gabriella dan Austin dengan heran.“Ada yang bisa aku bantu?” tanya gadis itu.“Apakah benar ini rumah ke
“Mandilah dahulu, aku akan memesan makanan untuk kita,” kata Austin pada Gabriella setelah mendapatkan kamar.“Baiklah aku akan mandi terlebih dahulu,” Gabriella mengiyakan perkataan suaminya.Dia masuk ke kamar mandi dan melepas semua pakaian, mengatur suhu air sehingga menjadi hangat. Saat air hangat itu membasahi tubuhnya, semua rasa lelahnya terasa menguap dan tubuhnya terasa segar kembali.Gabriella terlonjak kaget saat tiba-tiba ada yang memeluknya dari belakang.“Astaga Austin, kamu mengagetkanku. Jantungku serasa mau copot,” tegur Gabriella.Bukannya meminta maaf, Austin malah sibuk mengendus tengkuk Gabriella. Dengan sigap, dia membalikkan tubuh istrinya sehingga berhadapan dengan dirinya.Mata Gabriella terbelalak saat tahu jika Austin tidak memakai apapun seperti dirinya. Dia yakin setelah ini mandinya pasti akan terganggu.Austin mendorong tubuh Gabriella dan menghimpitnya ke tembok kamar mandi. Dengan cepat dia melumat bibir istrinya.Gabriella menyambut lumatan bibir Aus
Gabriella menatap Austin seakan ingin berkata jika jangan mengharapkannya. Dia kemudian menceritakan tentang keadaan dirinya saat itu.“Setelah Olivia diadopsi aku harus tinggal di asrama dan mengikuti pendidikan. Selama di asrama, aku jarang pulang ke panti karena peraturan asrama sangat ketat. Aku ke panti jika ada libur panjang. Setelah menyelesaikan pendidikan, aku langsung bekerja dan hidup di rumah kost. Terakhir kali aku melihat Olivia adalah saat dia berumur 7 tahun dan sampai sekarang aku tidak pernah melihatnya lagi.”“Apa yang kamu ceritakan, sangat berarti bagiku, aku memiliki harapan baru untuk menemukannya. Bagaimana jika hari ini kita pergi ke panti asuhan tempatmu tinggal dan dibesarkan,” ajak Austin membuat Gabriella cukup terkejut.“Tetapi itu cukup jauh, kita harus keluar kota dan belum menyiapkan penerbangan serta apa saja yang dibutuhkan untuk ke sana,” ujar Gabriella.“Aku akan mencari penerbangan paling awal hari ini, bantu aku untuk berkemas.”Tidak tega menola
Setelah menceritakan apa yang mengganjal di hati, Austin terlihat sangat rapuh. Itu adalah kesalahan besar yang tidak termaafkan. Gabriella yang melihat betapa rapuh suaminya, langsung mendekapnya dengan erat. Bahkan saat dulu Austin menceritakan tentang pelecehan yang dia alami, dia tidak serapuh ini.Dengan lembut Gabriella mengusap punggung Austin. “Kita harus memberitahu Fernando dan Joselie. Seberat apa pun hukuman yang akan mereka berikan, mereka berhak tahu kebenarannya dan kita harus menerima segala konsekuensi.”“Apakah kita harus memberitahukan hal ini secepatnya pada mereka?” tanya Austin terlihat keberatan dan butuh waktu, dia tidak akan sanggup menatap wajah kecewa dan sedih Fernando dan Joselie terhadap dirinya.“Jika kamu belum siap, kita bisa menundanya dan mencari tahu terlebih dahulu apakah anak itu masih hidup atau sudah meninggal sehingga saat kita bertemu dengan keluarga Pierre, kita memiliki sedikit informasi.”“Tapi dari mana kita mencarinya? Itu sama saja menca